GHOUTA TIMUR (Jurnalislam.com) – Warga telah menyatakan ketidakpercayaan mereka terhadap “jeda kemanusiaan lima jam sehari”, yang diajukan oleh Rusia, yang konon akan menciptakan “koridor kemanusiaan” untuk memungkinkan evakuasi mereka yang mencari perawatan medis dan masuknya konvoi bantuan.
Namun sejauh ini, tidak ada satu pun konvoi bantuan yang bisa masuk, dan warga mengatakan bahwa tidak ada jaminan keselamatan jika mereka memilih untuk meninggalkan daerah tersebut.
“Penduduk Ghouta Timur mengolok-olok berita tentang koridor keluar – mereka tidak mempercayainya sedetik pun karena mereka telah kehilangan kepercayaan pada kredibilitas rezim – terutama karena penembakan tidak berhenti, dan baik Rusia maupun rezim Suriah tidak menyatakan keseriusan apapun demi menjaga warga sipil keluar dari perang,” Abdelmalik Aboud, seorang aktivis dari kota Douma, sebelumnya mengatakan kepada Al Jazeera, Jumat (2/3/2018).
Rezim Assad dan Rusia Masih Terus Gempur Ghouta Timur, 674 Warga Tewas
Ribuan keluarga dipaksa untuk berlindung di ruang bawah tanah atau tempat penampungan bawah tanah darurat karena intensitas pemboman dan serangan bom.
Berbicara kepada sebuah kantor berita Suriah setempat, penduduk Ghouta Timur mengatakan bahwa tempat penampungan saat ini masih belum memberi mereka keamanan dan keselamatan.
Seorang pria yang menyebut namanya sebagai Abu Anas, mengatakan bahwa dia dan keluarganya dipaksa untuk pergi ke tempat penampungan di Douma setelah daerah tempat dia tinggal bersama keluarganya terkena tembakan.
Satu rudal menghantam pintu masuk tempat penampungan yang mereka tinggali, mengakibatkan sejumlah korban cedera.
“Tempat penampungan ini penuh sesak dan tidak memiliki fasilitas dasar,” kata Abu Anas, setelah memindahkan keluarganya ke rumah yang lain. “Mereka tidak dilengkapi dengan makanan dan air, dan kebanyakan orang bahkan tidak punya pakaian.”
Omar, yang hanya memberikan nama depannya, berasal dari kota Hazza. Dia mengatakan bahwa walaupun para pemuda mencoba memberikan kenyamanan kepada orang-orang tua, terutama mereka yang menderita berbagai penyakit, kondisi tempat penampungan ini “sulit”.
“Kami hidup berhari-hari tanpa makanan, dan saya tidak bisa menyediakan obat yang saya butuhkan untuk ibu saya,” kata Omar.
Juga tidak ada toilet di tempat penampungan. Terlepas dari risiko hidup mereka, Omar mengatakan bahwa dia harus membawa ibunya keluar dan masuk ke salah satu rumah di dekatnya kapan pun dia memerlukan toilet.