UU Wakaf Sebut Pihak Pemerintah Tidak Bisa Menjadi Nazir

UU Wakaf Sebut Pihak Pemerintah Tidak Bisa Menjadi Nazir

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Sekretaris Ditjen Bimas Islam M Fuad Nasar mengatakan bahwa tata kelola wakaf di Indonesia dilengkapi dengan sistem pengamanan aset berbasis undang-undang. Salah satunya adalah larangan konversi harta wakaf untuk pengamanan aset.

“Salah satu sistem pengamanan aset wakaf adalah bahwa regulasi perwakafan Indonesia tidak mengenal konversi harta benda wakaf, baik konversi bentuk, sifat, fungsi maupun kepemilikannya,” terang M Fuad Nasar di Jakarta, Minggu (31/01).

Fuad menjelaskan, Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan peraturan pelaksananya, baik yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri Agama (PMA), semuanya melarang adanya konversi aset dari wakaf tanah menjadi wakaf uang atau sebaliknya konversi dari wakaf uang menjadi wakaf tanah. Demikian juga aset wakaf dalam bentuk bangunan dan harta tidak bergerak lainnya.

Selain itu, lanjut Fuad, sistem hukum dan perundang-undangan wakaf di Indonesia juga melarang pengalihan dan hibah aset wakaf menjadi aset pribadi, aset yayasan ataupun aset negara atau aset yang dikuasai pemerintah.

“Kecuali melalui mekanisme tukar menukar atau ruislag (istibdal) dan itu harus atas izin Kementerian Agama dan persetujuan Badan Wakaf Indonesia, dengan persyaratan yang ketat,” tegasnya.

Terkait wakaf uang, Fuad menjelaskan bahwa itu merupakan instrumen keuangan sosial syariah yang potensinya sangat besar di Indonesia. Fuad yang pernah menjabat sebagai anggota Badan Wakaf Indonesia periode 2017 – 2020 itu memastikan bahwa seluruh wakaf uang yang dihimpun dari masyarakat tidak masuk ke kas negara, melainkan tetap dalam pengelolaan nazhir wakaf sesuai ketentuan yang berlaku.

“Jadi yang mengelola itu nazhir wakaf, sesuai regulasi,” terangnya.

Dalam praktiknya, menurut Fuad, ada wakaf uang yang dikelola dengan skema investasi oleh lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS PWU) bekerja sama dengan nazhir. Ada juga wakaf uang yang diinvestasikan langsung ke dalam instrumen sukuk negara atau CWLS (Cash Waqf Linked Sukuk) yang menghasilkan keuntungan dan nilai manfaat. Namun, dana wakafnya tetap utuh.

Peran institusi negara, Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan, adalah memfasilitasi gerakan wakaf uang, termasuk peran sinergis dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Adapun Badan Wakaf Indonesia (BWI) berperan sebagai nazhir wakaf uang. Sinergi para pihak yang terjalin baik selama ini sangat positif dalam penguatan dan pengembangan perwakafan secara nasional.

Fuad menambahkan, wakaf adalah harta yang telah dipisahkan secara hukum oleh pemiliknya selaku wakif dalam rangka ibadah kepada Allah dan dikelola oleh nazhir dengan penuh tanggungjawab. Manfaat wakafnya digunakan untuk kemaslahatan umum secara berkelanjutan.

Nazhir Wakaf di Indonesia terdiri dari perseorangan, organisasi, dan badan hukum. Nazhir wakaf dari kalangan ulama/ustadz, organisasi sosial kemasyarakatan Islam dan yayasan-yayasan yang lahir di tengah umat Islam sangat banyak. Mereka semua ikut berperan sebagai pilar kebangkitan wakaf.

Agar tata kelola wakaf dilakukan secara amanah, transparan, akuntabel, dan produktif, maka Undang-Undang Wakaf telah mengatur tugas nazhir wakaf, yaitu: (a) melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, (b) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, (c) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, (d) dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

“Negara atau pemerintah dalam undang-undang wakaf tidak menjadi nazhir dan tidak dapat bertindak sebagai nazhir,” tandasnya.

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.