AL QUDS (Jurnalislam.com) – Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) Ismail Haniya mengatakan bahwa AS menawarkan Abu Dis, sebuah daerah pinggiran Yerusalem, kepada pemerintah Otoritas Palestina sebagai alternatif menggantikan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina.
Berbicara dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin klan Palestina di Jalur Gaza pada hari Selasa (26/12/2017), Haniya memberi label keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel sebagai sebuah tipuan untuk menghapus Palestina sesuai dengan kesepakatan fenomenal abad ini.
Hamas: Deklarasi Balfour Jembatan Kolonial Isreal ke Palestina
“AS masih menawarkan kesepakatan dan terus membujuk pihak Otoritas Palestina (PA) dengan cara apa pun, untuk memberi mereka ibukota atau entitas di daerah Abu Dis, jauh dari Yerusalem, dengan jembatan penghubung ke Masjid al-Aqsha untuk kebebasan melakukan sholat,” katanya.
Haniya mengatakan beberapa pasukan regional berusaha untuk membagi Tepi Barat menjadi tiga bagian, selain menciptakan entitas politik di Jalur Gaza dengan kekuatan pengendaliannya sendiri.
Reporter Al Jazeera Wael al-Dahdouh, melaporkan dari Kota Gaza, mengatakan bahwa Haniya telah memperingatkan pemain lokal, regional dan internasional untuk tidak melaksanakan rencana perdamaian AS untuk Timur Tengah, yang belum dipublikasikan.
Jared Kushner, menantu Trump dan penasihat White Houser, telah mempelopori upaya untuk mengukur kemungkinan melanjutkan proses perdamaian Israel-Palestina.
“Haniya mengirim peringatan keras kepada semua pihak yang terlibat dalam ‘kesepakatan abad ini dengan AS’, apakah mereka orang Palestina, Arab atau kaum Muslim, atau masyarakat internasional,” kata Dahdouh.
“Ada juga tanda-tanda bahwa Israel akan mengambil keuntungan dari kesepakatan ini untuk menerapkan fakta versi mereka di lapangan, seperti RUU Judaisasi Yerusalem yang akan dipilih pada hari esok.”
Haniya mengatakan keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel menciptakan konflik baru yang dapat mempengaruhi sifat hubungan antara Palestina dan Yordania.
Pemimpin Hamas: Keputusan AS adalah Deklarasi Perang
Dia mengutip laporan diskusi mengenai sebuah alternatif tanah air untuk warga Palestina dan sebuah konfederasi antara Yordania dan Palestina.
Haniya mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan Raja Abdullah dari Yordania tentang apa yang dia lihat sebagai bahaya yang timbul dari keputusan atas Yerusalem, proyek pemukiman illegal yahudi dan alternatif tanah air.
Dia juga meminta warga Palestina untuk melanjutkan “perjuangan” mereka menentang semua keputusan Trump, dan menyerukan kepada gerakan populer di Negara-negara Arab dan Muslim untuk melakukan perlawanan mereka.
Menghadapi proses rekonsiliasi yang sedang berlangsung antara dua kelompok utama Palestina, Fatah dan Hamas, Haniya mengatakan bahwa masalah politik internal perlu ditangani dengan cepat agar pemerintah yang bersatu dapat mencurahkan perhatiannya pada isu-isu utama Palestina.
Dia juga mengeluarkan sebuah peringatan mengenai konsekuensi “munculnya kuburan” yang potensial akibat lambannya pelaksanaan perjanjian rekonsiliasi yang ditengahi Mesir, yang ditandatangani pada bulan Oktober di Kairo oleh perwakilan Fatah dan Hamas.
Sementara itu, Yahya Sinwar, perdana menteri pemerintah Hamas, yang berbicara pada pertemuan hari Selasa di Gaza, menyerukan upaya untuk mendukung upaya rekonsiliasi untuk “mempersatukan dalam pertempuran dalam upaya merebut Yerusalem.”
Dia juga menuntut agar pimpinan Palestina “membentuk kerangka kepemimpinan terpadu Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di hadapan seluruh warga Palestina.”