Kembali Targetkan Umat Islam, Myanmar Tahan Ekstremis Buddha

Kembali Targetkan Umat Islam, Myanmar Tahan Ekstremis Buddha

MYANMAR (Jurnalislam.com) – Polisi Myanmar telah menahan dua nasionalis garis keras Budha dan mencari beberapa lainnya setelah mereka bentrok dengan kaum Muslim di ibukota komersial Yangon, menggarisbawahi kekhawatiran pemerintah atas meningkatnya ketegangan agama, lansir Aljazeera Jumat (12/5/2017).

Penangkapan tersebut dilakukan setelah para nasionalis yang dipimpin oleh Persaudaraan Biksu Patriotik (the Patriotic Monks Union-PMU) menyerang beberapa flat pada hari Selasa (9/5/2017) di sebuah distrik di Yangon yang memiliki populasi Muslim besar, memicu bentrokan yang bubar hanya ketika polisi melepaskan tembakan ke udara.

Dua pekan lalu, sekelompok orang yang sama telah memaksa penutupan dua sekolah Muslim.

“Kami telah menangkap dua orang sejak kemarin malam, dan masih mencari sisanya,” kata Mayor Polisi Khin Maung Oo, yang bertanggung jawab atas kantor polisi di distrik Mingalar Taung Nyunt di Yangon, di mana bentrokan pekan ini terjadi.

Pemerintahan Aung San Suu Kyi yang berusia 13 bulan telah melakukan langkah sementara melawan nasionalis ekstremis Budha atas desakan Internasional, namun penangkapan tersebut belum menandai langkah signifikan upaya pemerintah, yang menyoroti kekhawatiran resmi mengenai potensi pecahnya kekerasan di kota utama Myanmar yang memiliki populasi Muslim substansial tersebut.

Ketegangan antara mayoritas umat Buddha dan minoritas Muslim Myanmar meningkat sejak ratusan orang terbunuh dan puluhan ribu orang lainnya mengungsi dalam pembantaian yang dilakukan penganut Budha di negara itu tahun 2012 dan 2013.

Serangan militer Myanmar besar kembali terjadi pada November tahun lalu di negara bagian Rakhine di bagian barat laut menyebabkan sekitar 75.000 orang Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Menyikapi peristiwa terbaru pada Selasa kemarin, Brigadir Jenderal Mya Win, komandan komando polisi Yangon, mengatakan pasukan Myanmar ekstra telah dikerahkan dan polisi siaga tinggi untuk mencegah kekerasan komunal.

“Kami berpatroli di sekitar wilayah Muslim dan telah melakukan tindakan pengamanan di sekitar tempat ibadah,” katanya kepada kantor berita Reuters.

Pemimpin PMU mengatakan bahwa mereka bertindak secara independen di luar Ma Ba Tha, sebuah organisasi Buddhis dan anti-Muslim garis keras yang lebih besar yang termasuk di antara para pemimpinnya, bhikkhu agung Wirathu.

Ma Ba Tha mengadakan kongres nasional di Yangon – sebuah kota berpenduduk lebih dari lima juta yang menjadi fokus investasi asing sejak mantan pemerintah militer menyerahkan kekuasaan pada tahun 2012 – dalam dua pekan dan mengharapkan sekitar 10.000 biksu untuk hadir.

Dalam kedua insiden tersebut, biksu PMU dan simpatisan awam menargetkan daerah-daerah Muslim setelah menghadiri persidangan sesama nasionalis yang menghadapi laporan atas hasutan dan kekerasan dalam sebuah demonstrasi di depan kedutaan Amerika Serikat di Yangon tahun lalu.

“Kami tidak ingin ada konfrontasi dengan nasionalis sehingga kami membiarkan mereka menutup sekolah kami,” kata Tin Shwe, kepala sekolah Muslim, merujuk pada sebuah insiden pada 28 April.

Tin Shwe, dan seorang politisi dari Liga Nasional untuk Demokrasi yang saat ini berkuasa, mengatakan bahwa kaum nasionalis datang ke sekolah-sekolah bersama administrator dan polisi setempat.

Pada hari Selasa kelompok tersebut – lagi-lagi didampingi oleh pemerintah daerah dan polisi – mencari sebuah bangunan di bagian lain Yangon sesaat sebelum tengah malam, mengklaim bahwa beberapa Muslim Rohingya tinggal di sana secara tidak sah.

Warga setempat menghadapi kaum nasionalis dan berkumpul di depan gedung tersebut, mendorong petugas polisi menembakkan tembakan peringatan untuk memecah kerumunan.

Pengadilan di Yangon mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap tujuh orang, termasuk dua tokoh biksu, mengatakan mereka menghasut kekerasan komunal, dan dikenai hukuman penjara hingga dua tahun.

Pada sebuah konferensi pers hari Selasa, yang diselenggarakan sesaat sebelum surat perintah penangkapan dikeluarkan, nasionalis ekstremis Budha bersumpah untuk terus memerangi kaum Muslim di negara tersebut, dengan alasan keengganan pemerintah untuk “melindungi ras dan agama Budha” di Myanmar.

Tin Shwe, pemimpin komunitas Muslim, mengatakan: “Kami ingin mendapatkan perlakuan yang sama dan dilindungi oleh pemerintah.”

Bagikan