Tak Mudik Lebaran Demi Menjaga Kemerdekaan

Tak Mudik Lebaran Demi Menjaga Kemerdekaan

Budi Eko Prasetiya, SS
Manajer Griya Qur’an Al Hafizh Jember

Mudik adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang kembali ke kampung halaman pada saat Idul Fitri. Istilah mudik lebaran baru berkembang sekitar tahun 1970-an. Di Era ini banyak warga merantau kota-kota besar seperti Jakarta dan momen lebaran menjadi hal membahagiakan yang sangat ditunggu bagi warga pendatang untuk pulang ke kampungnya.

Beberapa kondisi pernah menyebabkan tidak bisa mudik lebaran, terutama pada situasi awal kemerdekaan Indonesia.

Pertama, kontak senjata para pejuang dengan sisa-sisa tentara Belanda di berbagai kota di Indonesia. Kantor berita nasional Antara  menurunkan berita pada 30 Agustus 1946 :

‘Pertempoeran pada hari Lebaran’, menyampaikan ‘Bertepatan dengan hari Raja Idoel Fitri pada tg. 28/8 barisan rakjat memberi poekoelan pada pasoekan2 Nica di desa Tjibeber sehingga mereka terpaksa moendoer’.

Dari laporan tersebut diketahui bahwa kontak senjata melawan Belanda sdpada hari Lebaran adalah momen yang pernah terjadi. Ada sebagian umat Islam yang terhalang mudik karena terlibat langsung kontak senjata dalam pertempuran.

Kedua, Pertempuran dengan pasukan Inggris dan NICA pada dini hari beberapa jam sebelum shalat Id di kota Padang.

Koran Kedaulatan Rakjatyang tempat terbitnya berjarak ribuan kilometer dari Padang, menjadikan berita pertempuran di Padang ini sebagai headline-nya pada 31 Agustus 1946.

‘Idoelfitri di Padang dirajakan dengan tjara jang istimewa oleh pemoeda2 Padang dan barisan rakjat disekeliling kota terseboet,’ tulis Kedaulatan Rakjat.

Sebagai mayoritas di negeri ini, kiprah umat islam tidak perlu diragukan dalam berjuang dan menjaga kemerdekaan. Mulai dari pengorbanan waktu, harta, air mata, tetesan keringat dan darah pun menjadi saksi dan tercatat dengan tinta emas sejarah betapa besarnya cinta umat islam bagi Indonesia. Beberapa tahun setelah perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia usai dan kehidupan masyarakat bisa berjalan dengan normal.

Dalam perpektif syari’at, Mudik memiliki hubungan yang erat dengan prinsip ukhuwah dan berbuat kebaikan yang dianjurkan dalam syariat Islam yang memiliki dampak tidak hanya terbatas secara personal, bahkan meluas secara sosial dan ekonomi. Inilah kontribusi umat Islam yang nyata, dan betapa mirisnya masih saja ada tudingan dan narasi yang berusaha menghapus rekam jejak kontribusi islam bagi Indonesia.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.