JAKARTA (jurnalislam.com)– Sebuah Surat Edaran yang menggunakan kop Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beredar luas dan menyebut bahwa KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak Rabu (26/11/2025) pukul 00.45 WIB.
Surat tersebut bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 dan ditandatangani oleh Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir serta Katib Syuriyah KH Ahmad Tajul Mafakhir. Dokumen ini mengatasnamakan tindak lanjut dari Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU yang disebut berlangsung pada 20 November 2025 di Jakarta.
Berikut rangkuman isi surat edaran tersebut:
1. Penyerahan Risalah Rapat kepada Gus Yahya
Dalam poin pertama disebutkan bahwa pada 21 November 2025, KH Afifuddin Muhajir menyerahkan langsung dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah tanggal 20 November 2025 kepada Gus Yahya di Kamar 209 Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Namun, Risalah itu kemudian dikembalikan oleh Gus Yahya.
2. Penerimaan Surat Melalui Sistem Persuratan
Surat menyebut bahwa pada 23 November 2025 pukul 00.45 WIB, melalui sistem Digdaya Persuratan, Gus Yahya telah menerima dan membaca surat bernomor 4779/PB.02/A.1.02.71/99/11/2025 yang berisi Penyampaian Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU beserta lampiran Risalah Rapat. Dengan demikian, menurut surat tersebut, syarat pengesahan keputusan telah terpenuhi.
3. Gus Yahya Tidak Lagi Menjabat Ketua Umum PBNU
Berdasarkan pertimbangan di atas, surat tersebut menyatakan bahwa Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
4. Tidak Lagi Berwenang Menggunakan Atribut Jabatan
Surat itu juga menegaskan bahwa sejak waktu tersebut, Gus Yahya tidak lagi memiliki hak dan kewenangan menggunakan atribut, fasilitas, atau bertindak atas nama Ketua Umum PBNU.
5. PBNU Akan Gelar Rapat Pleno
Surat edaran tersebut menyatakan bahwa PBNU akan segera menggelar Rapat Pleno untuk memenuhi ketentuan Peraturan Perkumpulan NU terkait mekanisme pemberhentian dan pergantian antar waktu.
Selama kekosongan jabatan Ketua Umum, kepemimpinan PBNU disebut berada sepenuhnya di tangan Rais Aam sebagai pimpinan tertinggi organisasi.
Surat itu juga menyebut bahwa apabila Gus Yahya keberatan terhadap keputusan tersebut, ia dapat mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim NU sesuai peraturan penyelesaian perselisihan internal.
Sumber: NU Online