Soal Tolikara, Komnas HAM Desak Pemerintah Bersikap Tegas dan Transparan

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Komnas HAM menyesalkan kurangnya sense of crisis atau kepekaan terhadap krisis pemerintah dalam menangani kasus Tolikara.  Tidak adanya koordinasi antara menkopolhukan dan Kapolri tentang surat dari GIDI, menyebabkan lambatnya dan tidak transparannya penanganannya. 

"Lalu masalah bergeser lebih konsen menyelidiki kasus penembakan dan agak melupakan penyebab utamanya, yakni surat GIDI," kata Koordinator Subkomisi Pemantauan dan Investigasi Komnas HAM, Siane Indriani dalam rilisnya kepada Jurniscom, Rabu (22/7/2015).

Komnas HAM meminta polisi mengusut kasus tersebut mulai dari surat yang dikeluarkan Gereja Injili Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 tentang kegiatan Seminar dan KKR Pemuda tingkat Internasional yang diadakan13-19 Juli 2015. Disitu ada kalimat yang secara eksplisit melarang umat Islam merayakan Idul Fitri 17 Juli 2015 di wilayah Tolikara serta melarang Muslimah mengenakan jilbab.

"Anehnya, surat ditandatangani oleh ketua badan pekerja GIDI pdt. Nayus Wenda dan sekretaris Pdt. Marthen Jingga ini juga ditembuskan ke Bupati, ketua DPRD, Kapolres dan Danramil. Berarti semua jajaran pimpinan di Tolikara sudah tahu dan membiarkan surat yang sangat berbahaya bagi kerukunan umat beragama ini beredar," ujarnya.

Menurut Siane, aneh jika kejadian ini kemudian hanya dikatakan sebagai salah paham. "Jika surat semacam ini dibiarkan, padahal semua orang Indonesia tahu jika surat semacam ini beredar, pasti akan menimbulkan kemarahan umat," tambahnya.

Siane melanjutkan, banyak pihak yang menilai kasus ini terkesan ditutup-tutupi. Oleh karena itu, Komnas HAM juga mendesak Polri segera mengusut secara transparan dan segera mengumumkan tersangkanya.

"Usut siapa yang mengeluarkan surat itu, apa motivasinya, siapa saja pihak-pihak asing yang ikut hadir dalam acara KKR Internasional, yang justru diadakan tepat dengan perayaan Idul Fitri.

Siane meminta pemerintah untuk tidak berlama-lama dalam menangani kasus ini yang akan menimbulkan kemarahan umat yang lebih besar, sehingga akan menjadi masalah yang dikhawatirkan memicu perpecahan antar agama dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

"Jangan seolah-olah ini bernuansa agama, malah fakta tentang kasus ini sengaja dikaburkan sehingga menjadi simpang siur," tegasnya.

Selain itu, Siane juga menyayangkan sikap sejumlah media arus utama yang ketakutan kemudian menutup-nutupi fakta dari kasus ini. 

"Ada beberapa wartawan yang dilarang pemrednya memberitakan kasus Tolikara karena takut menimbulkan konflik agama. Justru cara-cara yang dilakukan saat ini bisa berpotensi menimbulkan kecurigaan, bahwa ada diskriminasi perlakuan penyebaran informasi," ungkapnya.

Siane yakin masyarakat tidak akan terprovokasi jika pemerintah bisa bersikap tegas dan mengusut tuntas tragedi yang telah menodai toleransi antar umat beragama di negeri ini.

"Masyarakat kini sudah pintar, tak mungkin gampang terprovokasi. Justru sekarang semua pihak menunggu ketegasan pemerintah dalam mengusut tuntas dan memproses hukum pelakunya. Untuk itulah Komnas HAM sudah menurunkan tim investigasi yang akan menggali semua fakta terjadi di lapangan," pungkasnya.

Ally | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.