WASHINGTON DC (jurnalislam.com)– Sebuah laporan awal rahasia dari Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) menyimpulkan bahwa serangan militer AS terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu hanya menunda program nuklir Teheran selama beberapa bulan—tidak menghancurkannya secara total seperti yang diklaim oleh Presiden Donald Trump.
Dikutip dari sejumlah media AS pada Selasa (24/6/2025), laporan tersebut menyebut bahwa serangan udara dan rudal yang dilancarkan AS tidak berhasil merusak seluruh fasilitas pengayaan uranium maupun menghancurkan sentrifugal utama Iran. Beberapa pintu masuk fasilitas memang tertutup akibat ledakan, namun bangunan bawah tanah sebagian besar tetap utuh.
Temuan ini memicu kemarahan Presiden Trump yang menuduh media seperti CNN dan The New York Times sengaja “meremehkan” capaian militer AS. Dalam unggahannya di media sosial Truth, Trump menulis dengan huruf kapital: “Situs nuklir di Iran HANCUR TOTAL!”
Gedung Putih, melalui juru bicaranya Karoline Leavitt, membenarkan adanya laporan intelijen tersebut, namun menyebutnya sebagai informasi “sangat rahasia” yang bocor secara tidak bertanggung jawab. Ia juga menyebut kesimpulan laporan itu “keliru besar”.
“Semua orang tahu bahwa ketika Anda menjatuhkan empat belas bom seberat 30.000 pon dengan presisi, hasilnya adalah kehancuran total,” ujar Leavitt di platform X (Twitter).
Utusan Khusus Presiden Trump untuk Timur Tengah, Steven Witkoff, juga membantah laporan tersebut dalam wawancaranya di Fox News. Ia menegaskan bahwa fasilitas nuklir Iran di Natanz, Isfahan, dan Fordow “sebagian besar, jika tidak semua, telah dihancurkan.”
Menurut Witkoff, serangan tersebut merusak sistem sentrifugal Iran secara signifikan.
“Hampir mustahil bagi mereka untuk menghidupkan kembali program nuklir itu dalam waktu dekat. Bisa memakan waktu bertahun-tahun,” ujarnya.
Serangan besar-besaran itu melibatkan pembom siluman B-2 AS yang menjatuhkan bom penghancur bunker GBU-57 ke dua lokasi, serta rudal Tomahawk yang ditembakkan dari kapal selam ke situs ketiga.
Presiden Trump menyebut operasi itu sebagai “keberhasilan militer yang spektakuler”, sementara Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menambahkan bahwa Washington telah “menghancurkan program nuklir Iran.”
Namun Jenderal Dan Caine, perwira tinggi militer AS, memberi nada lebih hati-hati. Ia menyebut serangan tersebut memang menyebabkan “kerusakan yang sangat parah”, namun belum tentu berarti kehancuran total.
𝗜𝗿𝗮𝗻 𝗧𝗮𝗸 𝗧𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹 𝗗𝗶𝗮𝗺
Sementara itu, Pemerintah Iran melalui Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, menyatakan bahwa negaranya telah mengambil langkah cepat untuk memastikan kelangsungan program nuklir.
“Rencana untuk memulai kembali fasilitas telah disiapkan sebelumnya. Strategi kami adalah memastikan bahwa proses produksi dan layanan tidak terganggu,” kata Eslami kepada televisi pemerintah.
Seorang penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei bahkan mengatakan bahwa Iran masih memiliki cadangan uranium yang diperkaya dan memperingatkan, “Permainan belum berakhir.”
Sebelumnya, pada 13 Juni, Israel meluncurkan serangan udara terhadap sejumlah situs nuklir Iran sebagai bagian dari upaya untuk menggagalkan ambisi nuklir Teheran.
Trump, yang sebelumnya mencoba menempuh jalur diplomasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ia batalkan pada masa jabatan pertamanya, akhirnya memilih opsi militer dalam menghadapi Iran.
Operasi militer tersebut merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir, melibatkan lebih dari 125 pesawat tempur, pembom siluman, pesawat pengisian bahan bakar, kapal selam rudal, serta pesawat pengintaian. (Bahry)
Sumber: Alarabiya