Sarekat Dagang Islam, Titik Nol Perkumpulan Ekonomi di Laweyan

Sarekat Dagang Islam, Titik Nol Perkumpulan Ekonomi di Laweyan

PENUTUP

Sejujurnya kami mengalami kesulitan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan dan dokumendokumen otentik tentang peristiwa bersejarah ini. Kemungkinan besar bahwa National Congres (Natico) I Centraal Sjarikat Islam (CSI) yang mula pertama menggunakan Gedung Concordia (Gedung Merdeka) itu seolah-olah dihapuskan atau mungkin dihilangkan dari ingatan kolektif kesadaran sejarah bangsa pribumi muslim. Kita tidak akan menemukan sama sekali sejarah CSI dengan Natico I-nya di Gedung Merdeka.

Generasi muda Bandung saja jika melihat Gedung Merdeka, maka yang ada dalam pikirannya adalah tentang Konferensi Asia Afrika (1955). Dan kalau mereka saat ini, bermain bersuka cita di Alun-alun Kota Bandung di depannya ada masjid, maka yang dikenangnya adalah lantai karpet sintetis berwarna hijau seperti rumput karya Walikota Ridwan Kamil. Padahal, di sana dengan panggung sederhana pernah terjadi peristiwa monumental, sebuah pidato fenomenal awal Abad ke-20 di sebuah negeri Kolonial Hindia Belanda, seorang pribumi muslim keturunan ningrat dan ulama, yang diberi gelar ‘Sang Raja Tanpa Mahkota”, bernama Haji Oemar Said Tjokroaminoto lantang berbicara tentang kewajiban untuk merdeka dan memilki berpemerintahan sendiri.

Peristiwa Natico I CSI–sejauh yang kami ketahui–tidak atau belum ada yang menuangkannya ke dalam sebuah skripsi, tesis atau disertasi yang membahas dan mengangkatnya sebagai tema besar. Sebagai Titik Nol atau setidak-tidaknya bagian dari ingatan kolektif bangsa pribumi muslim (Indonesia) bukan sekadar sebagai agenda CSI semata-mata.

Kata ‘natie’ pertama kali digunakan oleh pribumi muslim untuk menyebut komunitas trans sukubangsa berasal dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa Madura, Bali dan Nusatenggara, yang kala itu disebut sebagai wilayah Sunda Besar dan Sunda Kecil (saat ini dihapuskan dalam dunia peta geografis wilayah NKRI). Meskipun mereka berasal dari berbagai suku/etnis, sebagai ‘natie’ sebagai pribumi mereka diikat oleh simpul kesamaan ideologi yaitu Islam sebagai ideologi pembebasan.

Oleh karena itu, ide tentang ‘natie’ bukanlah pinjaman dari buah pikiran Ernest Renan, yang kemudian bermetamorfisis menjadi ‘nasionalisme’. Namun, yang terjadi adalah memang ada semacam perbedaan asas ideologi yang dibangun melalui term ‘nasionalisme’ ini, yaitu kebangsaaan yang berlandaskan Islam, kebangsaan yang berlandaskan sosialisme-kapitalisme, dan kebangsaan yang berlandaskan kejawen atau theosofi, sebagaimana dijelaskan dalam buku Titik Nol.

Zelf Bestuur

‘Kehendak berpemerintahan sendiri (zelf bestuur) adalah sebuah mantra. Dalam konteks sosial politik 100 (seratus tahun) yang lalu adalah peristiwa bersejarah bagi pribumi muslim di Hindia Timur, setelah kekuatan dan kedaulatan banyak kesultanan di wilayah Nusantara satu persatu melemah dan akhirnya tunduk di bawah kuasa kolonialisme Bangsa Barat, yang terakhir adalah Kesultanan Aceh (1902).

Model perjuangan meraih citacita untuk berpemerintahan sendiri bagi bangsa pribumi muslim yang dipelopori CSI sesungguhnya sebuah metamorfosis dan transfromasi dari substansi berpemerintahan model kesultanan-kesultanan atau kekhalifahan (Turki Usmaniyyah). Mereka ini lebih egaliter dan nonfeodalisme, yang mengandalkan geneologis dalam suksesinya.

Kendaraan politik melalui organisasi modern yang disebut kemudian sebagai ‘partai’ adalah salah satu pembeda dalam meraih kekuasaan politik pasca peristiwa Natico I, setelah CSI berganti namanya menjadi sebuah partai politik, Partai Sarekat Islam (PSI, 1920) yang kemudian diikuti oleh kelompok lainnya seperti kaum sosialis-komunis, yang membentuk Partai Komunis Indonesia (PKI, 1921) dan kaum nasionalis-sekuler membentuk Partai Naisonal Indonesia (PNI, 1926).

Titik , kesadaran untuk berpemerintahan sendiri berlandaskan Islam, sebagaimana disuarakan oleh Central Sarekat Islam pada Natico I (Juni 1916) ternyata merupakan kelanjutan dari sebuah embrional di Laweyan 600 tahun yang lalu, di wilayah tempat lahirnya Sarekat Dagang Islam 16 Oktober 1905 sebagai cikal-bakal CSI.

Dan tempat bersejarah pada 17- 24 Juni 1916 adalah di Kota Bandung, tepatnya Alun-alun depan Masjid Agung (hari ini disebut Masjid Raya Jawa Barat) dan Gedung Concordia, icon kemewahan elitis dan prestisius para ningrat dan pejabat Kolonial Belanda yang terkenal ke seantero Eropa pada waktu itu. Sayangnya jejak sejarah ini hilang (dihapuskan) dari ingatan kolektif bangsa pribumi muslim (Nusantara) yang kemudian berubah namanya menjadi Indonesia (sejak 1928).

Alun-alun berubah fungsi menjadi tempat rekreasi dan Gedung Concordia (Gedung Merdeka, 1955) tidak memiliki sambungan sejarah dengan peristiwa Natico I dengan zelf bestuur-nya HOS Tjokroaminoto dan Central Sarekat Islam. Inilah ironi, bagi bangsa pribumi muslim sebagai pemilik sah Nusantara ini berabad-abad lamanya sejak kesultanan-kesultanan dan kerajaan (Islam).

Kita harus mencari titik nol baru yang disepakai oleh pribumi bangsa muslim di Indonesia saat ini, sehingga sejarah masa depan zelbestuur, 100 tahun yang lalu bukan saja menjadi ingatan kolektif tetapi juga menjadi semangat gerakan bersama untuk mewujudkannya di era melinium ini. Dari sudut kajian ilmiah sejarah, tentulah peristiwa Natico I perlu mendapatkan perhatian dengan berbagai seminar nasional sejarah, yang lebih kaya dengan dokumen dan data-data. Bahkan, dengan perspektif ilmu pemerintahan, sejarah pemerintahan pun akan mengalami rekonstruksi.

Banyak pakar pemerintahan dan tata negara kita tidak mengetahui sejarah Natico I sebagai titik nol kesadaran berpemerintahan sendiri. Inilah salah satu tugas seminar sejarah nasional ke depan untuk lebih membuka diri terhadap kebenaran sejarahnya yang lama ditutup-tutupi atau dipinggirkan karena alasan kekuasaan. Kondisi politik nasional saat ini merupakan saksi hidup, betapa keharusan untuk kembali membaca Titik Nol sejarah keindonesian menjadi agenda nasional kita ke depan.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.