KABUL (jurnalislam.com)– Pada peringatan empat tahun kembalinya Emirat Islam Afghanistan (IEA) berkuasa, para pejabat menegaskan bahwa Afghanistan tidak menimbulkan ancaman bagi negara lain dan tidak akan membiarkan pihak mana pun mengancamnya. Mereka juga menekankan komitmen untuk menjalin hubungan yang seimbang dan saling menghormati dengan seluruh negara.
IEA kembali memimpin Afghanistan pada 15 Agustus 2021. Peringatan hari bersejarah tersebut digelar setiap tahun di Kabul dan berbagai provinsi. Tahun ini, acara utama berlangsung pada Jumat (15/8/2025) di tenda Loya Jirga, Kabul.
Penjabat Menteri Luar Negeri, Mawlawi Amir Khan Muttaqi, dalam sambutannya memaparkan sejumlah capaian IEA selama empat tahun terakhir. Di antaranya adalah pemberlakuan amnesti umum, penerapan syariat Islam, pembentukan keamanan yang stabil dan pemerintahan terpusat, pembentukan pasukan militer terpadu, penghapusan “pulau-pulau kekuasaan”, upaya pemberantasan narkotika, pembiayaan anggaran dari pendapatan domestik, menjaga stabilitas mata uang Afghanistan, serta pembangunan berbagai proyek infrastruktur.
Muttaqi menyatakan bahwa dengan kembalinya IEA ke tampuk kekuasaan, penindasan dan ketidakadilan berakhir. Menurutnya, melalui pengorbanan besar, rakyat Afghanistan berhasil mengamankan kemerdekaan, di mana syariat Islam kini ditegakkan sepenuhnya.
“IEA tidak memiliki permusuhan dengan negara mana pun. Kami mengupayakan hubungan yang dilandasi saling menghormati dan kebijakan yang seimbang. Tujuan kami adalah membangun keterlibatan, kepercayaan, dan kerja sama dengan dunia, bukan perselisihan atau konfrontasi,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Khalifa Sirajuddin Haqqani, mengajak warga Afghanistan di luar negeri untuk kembali dan hidup bermartabat di tanah air.
“Demi kepentingan pribadi, ada pihak yang menuduh Afghanistan sebagai pusat terorisme internasional. Kami tetap berkomitmen pada Perjanjian Doha. Jika ada yang memiliki masalah dengan sistem saat ini, pintu kami terbuka, namun mereka harus menyelesaikan masalah pribadinya sendiri,” ujar Haqqani.
Ia menambahkan bahwa sistem Islam yang utuh kini telah diterapkan di Afghanistan dan tidak ada seorang pun yang akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan masa lalunya.
“Kemerdekaan adalah berkah besar yang hanya dipahami oleh mereka yang pernah merasakan penderitaan. Ini bukan sekadar mengibarkan bendera,” katanya.
Haqqani menegaskan bahwa perayaan kemerdekaan harus dilakukan tanpa menyinggung pihak mana pun dan tanpa kesombongan.
“Kami mengupayakan hubungan diplomatik dengan semua negara. Sebagaimana dijanjikan di Doha, kami bukan ancaman bagi siapa pun dan tidak akan membiarkan siapa pun mengancam kami. Kepada semua pihak asing, kami tegaskan bahwa kami telah teruji dan tidak akan membiarkan keamanan negara diganggu,” ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk bersatu mendukung rakyat Gaza.
Wakil Perdana Menteri Urusan Administrasi, Mawlawi Abdul Salam Hanafi, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, lebih dari tiga juta pengungsi Afghanistan telah dideportasi dari negara-negara tetangga, kawasan regional, maupun Eropa, dan kembali ke Afghanistan.
Sekitar 35 kotamadya telah dibangun di 25 provinsi untuk menampung para pengungsi yang kembali.
“Selama tiga tahun terakhir, lebih dari tiga juta warga Afghanistan kembali ke tanah air setelah dideportasi dari luar negeri,” kata Hanafi. (Bahry)
Sumber: pajhwok