PBNU Tegaskan Pihaknya Tidak Bisa Didikte Cina

PBNU Tegaskan Pihaknya Tidak Bisa Didikte Cina

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) angkat suara soal adanya laporan bahwa Cina  melakukan upaya ‘penyuapan’ terhadap sejumlah ormas-ormas Islam di Indonesia.

The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa Cina menggelontorkan bantuan dan fasilitas terhadap ormas-ormas Islam agar tidak mempersoalkan penindasan terhadap Muslim Uighur 2018 lalu.

“Soal adanya dana yang mengalir ke NU, saya sampaikan bahwa tidak ada dana itu dan NU tidak bisa didikte dan dikendalikan oleh siapa pun. Termasuk Cina,” kata Ketua Harian PBNU, Robikin Emhas melalui siaran pers yang diterima Jurnalislam.com, Sabtu (14/12/2019).

Lebih jauh, dia menjelaskan, isu Uighur mencuat usai sejumlah organisasi HAM internasional merilis laporan yang menuding Cina menahan satu juta Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.

Beijing bahkan disebut membiayai puluhan tokoh seperti petinggi NU dan Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), akademisi, dan sejumlah wartawan Indonesia untuk berkunjung ke Xinjiang.

Laporan WSJ dinilai janggal dari perbedaan pendapat para tokoh senior NU dan Muhammadiyah soal dugaan persekusi Uighur sebelum dan setelah kunjungan ke Xinjiang.

Namun, Robikin mengatakan, data yang diterima NU bahwa kamp-kamp di Uighur itu merupakan kamp pelatihan vokasi untuk memberdayakan masyarakat Uighur.

“Kamp itu justru dibuat untuk menjauhkan mereka (warga Uighur) dari ekstremisme dan radikalisme yang tercipta di Xinjiang. Tidak ingin warganya terpengaruh paham itu, Cina mengatasinya dengan melatih warga dengan skill di kamp vokasi tersebut,” ujarnya.

Kunjungi Cina

The Wall Street Journal (TWSJ) melaporkan dengan judul: How Cina Persuaded One Muslim Nation to Keep Silent on Xinjiang Camps hari Rabu (11/12). Dilaporkan bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah, organisasi Muslim terbesar kedua Indonesia, mengeluarkan surat terbuka pada Desember 2018 yang mencatat laporan-laporan kekerasan terhadap komunitas Uighur yang lemah dan tidak bersalah, yang kebanyakan Muslim, dan mendesak pemerintah Beijing untuk memberi penjelasan.

 

Tidak lama, Beijing mulai bertindak dengan kampanye yang disetujui bersama untuk meyakinkan para jurnalis dan otoritas agama bahwa kamp pendidikan ulang di wilayah Xinjiang di Cina barat laut adalah upaya yang bermaksud baik untuk menyediakan pelatihan dan melawan ekstrimisme.

 

Lebih dari 20 orang dari kalangan pemimpin agama Indonesia dibawa ke Xinjiang dan mengunjungi fasilitas-fasilitas pendidikan. Acara ini disertai pula dengan tur bagi para jurnalis dan akademisi.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses