MUI Bahas Fatwa Terbaru Bersama Pakar Medis

MUI Bahas Fatwa Terbaru Bersama Pakar Medis

JAKARTA(Jurnalislam.com)- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung melakukan pembahasan soal fatwa terkait aspek keagamaan saat penanganan pandemi covid-19.

Rapat yang diselenggarakan secara online atau daring hari ini menghadirkan dua guru besar di bidang kesehatan, yaitu guru besar bidang medikolegal Fakultas Kedokteran UI Prof Budi Sampurno dan Ketua Tim Pakar Satgas Covid-19, Prof Wiku Adisasmito.

“Rapat mendalami masalah pemakaian APD bagi tenaga kesehatan serta pelaksanaan shalatnya saat bertugas. Di samping itu tentang aspek pemulasaraan jenazah korban covid-19,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (24/03/2020).

Pembahasan fatwa yang diusulkan oleh Wakil Presiden tersebut, kata dia, merupakan tindak lanjut dari pembahasan fatwa yang telah diterbitkan sebelumnya. Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 menjelaskan tentang pelaksanaan ibadah dalam situasi pandemi Covid-19 dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit tersebut di antara umat muslim.

“Ini tindak lanjut pembahasan fatwa sebelumnya, sebagai pedoman penyelenggaraan ibadah. Kemarin saat Wapres inspeksi ke BNPB, beliau memiliki concern aspek ibadah bagi tenaga kesehatan dan pengurusan jenazah bagi korban,” kata dia.

Intinya, menurut Niam, bagaimana pelaksanaan ibadah tetap dapat dilaksanakan, tetapi tetap dalam konteks perlindungan jiwa. Dia mendukung fatwa tersebut untuk segera diterbitkan.

“Fatwa tersebut bukan hanya penting untuk tenaga medis saja, tetapi juga untuk memberikan panduan kepada pemerintah dan umat Islam pada umumnya,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta MUI dan organisasi masyarakat (ormas) Islam untuk mengeluarkan dua fatwa baru terkait pandemi covid-19. Pertama, fatwa untuk mengurusi jenazah penderita covid-19.

“Untuk mengantisipasi ke depan, saya minta MUI dan ormas Islam untuk mengeluarkan fatwa kalau terjadi kesulitan mengurusi jenazah penderita corona ini, misalnya karena kurang petugas medis atau situasi tidak memungkinkan, kemungkinan untuk tidak dimandikan misalnya,” ujar Ma’ruf di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (23/3).

Kedua, fatwa untuk tenaga medis yang tidak bisa mengambil wudu atau tayamum karena perlengkapan alat pelindung diri (APD) yang dikenakannya. Sementara, mereka tidak diperbolehkan membuka APD selama delapan jam.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.