MYANMAR (Jurnalislam.com) – Pasukan Myanmar dan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menghadapi kecaman internasional atas penderitaan kaum minoritas Rohingya baru-baru ini, lansir Aljazeera, Senin (4/9/2017).
Hampir 90.000 orang Rohingya telah membanjiri Bangladesh dalam 10 hari terakhir menyusul meningkatnya pertempuran antara pejuang Muslim Rohingya dan militer Budha Myanmar di negara bagian Rakhine barat yang dilanda konflik.
Muslim Rohingya selama ini telah dipaksa untuk hidup di bawah penindasan, pembatasan apartheid untuk bergerak dan memiliki kewarganegaraan.
Gelombang kekerasan, yang pertama dimulai Oktober lalu ketika sebuah kelompok pejuang kecil Rohingya menyerang pos-pos perbatasan, merupakan yang terburuk yang pernah dialami etnis Rakhine selama bertahun-tahun, dimana PBB dalam tanggapannya mengatakan bahwa tentara Myanmar mungkin telah melakukan pembersihan kaum Muslim Rohingya.
Aung San Suu Kyi, mantan tahanan politik penguasa militer Myanmar, mendapat tekanan yang meningkat atas ketidakpeduliannya untuk berbicara melawan perlakuan terhadap Rohingya atau menghukum militer.
Dia tidak berkomentar sejak pertempuran terakhir terjadi pada 25 Agustus.
Malala Yousafzai, peraih Nobel perdamaian Pakistan, menyuarakan penghukumannya atas masalah ini dalam sebuah pernyataan di Twitter.
“Setiap kali saya melihat berita tersebut, hati saya hancur menyaksikan penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar,” Yousafzai mengatakan.
“Selama beberapa tahun terakhir saya telah berulang kali mengutuk perlakuan tragis dan memalukan ini. Saya masih menunggui peraih Nobel Aung San Suu Kyi melakukan hal yang sama,” tambahnya.
Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman juga mempertanyakan kebungkaman Aung San Suu Kyi.
“Sejujurnya, saya tidak puas dengan Aung San Suu Kyi,” kata Anifah kepada kantor berita AFP.
“(Sebelumnya) dia membela prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sekarang sepertinya dia tidak melakukan apa-apa.”
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Senin bahwa dia mendesak para pemimpin dunia untuk berbuat lebih banyak dalam membantu Muslim Rohingya, yang menghadapi apa yang dia gambarkannya sebagai “genosida”.
“Anda melihat situasi dimana Myanmar dan Muslim berada,” kata Erdogan di Istanbul, saat menghadiri pemakaman seorang tentara Turki. “Anda melihat bagaimana desa-desa dibakar … Kemanusiaan tetap diam terhadap pembantaian di Myanmar”.
Dia mengatakan Turki akan mengangkat isu tersebut di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York akhir bulan ini.
Krisis yang berkembang mengancam hubungan diplomatik Myanmar, terutama dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia dimana ada kemarahan publik yang mendalam atas perlakuan terhadap Rohingya.
Maladewa mengumumkan pada hari Senin bahwa pihaknya memutuskan semua hubungan dagang dengan negara tersebut “sampai pemerintah Myanmar mengambil tindakan untuk mencegah kekejaman dilakukan terhadap Muslim Rohingya”, kata kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bertemu dengan Aung San Suu Kyi, serta kepala militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing di Naypyidaw, pada hari Senin dalam upaya untuk menekan pemerintah berbuat lebih banyak demi meringankan krisis.
Ini Hasil Pertemuan Menlu Retno Marsudi Dengan Aung San Suu Kyi
Ratusan orang berdemonstrasi di depan kedutaan Myanmar pada hari Senin, di mana polisi bersenjata dikerahkan dan aksi tersebut dikepung kawat berduri di belakang.
Pakistan juga menyatakan “penderitaan mendalam” atas kekerasan yang terus berlanjut terhadap minoritas Rohingya di Myanmar.
Menteri Luar Negeri Khawaja Muhammad Asif pada hari Senin menyerukan “tindakan efektif untuk mencegah terulangnya kekerasan semacam itu” terhadap minoritas Muslim.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menambahkan dalam sebuah tweet baru-baru ini: “Kebungkaman global atas terus berlanjutnya kekerasan terhadap Muslim #Rohingya. Tindakan Internasional penting untuk mencegah pembersihan etnis lebih lanjut – PBB harus bangkit.”
Sejak pertempuran terakhir pecah, cabang al-Qaeda di Yaman telah menyerukan serangan balasan terhadap Myanmar sementara Taliban Afghanistan mendesak umat Islam untuk “menggunakan kemampuan mereka dalam membantu umat Islam Myanmar yang tertindas”.
Ribuan orang juga berkumpul di wilayah Chechnya, Rusia, Senin, untuk sebuah demonstrasi yang dipentaskan secara resmi mengenai situasi orang Rohingya.