JAKARTA (Jurnalislam.com) – 22 Mei tahun 2017 lalu adalah momen paling mencekam bagi Gulbakhar Cililova (55). Ibu tiga anak ini tiba-tiba ditangkap oleh tentara komunis Cina dan mendapatkan siksaan yang tak mampu ia gambarkan. Wanita berkulit kuning langsat khas Asia Timur ini sebenarnya warga negara Kazakhstan, namun memiliki darah Turkistan Timur atau Uighur.
Cililova mengisahkan pengalaman pahitnya itu dalam acara yang diinisiasi Jurnalis Islam Bersatu (JITU) dan lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bertema “Kesaksian dari Balik Tembok Penjara Uighur” di sebuah kafe di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/01/2019).
Ia menceritakan, selama 13 bulan berada penjara Cina, dirinya diperlakukan tidak manusiawi.
“Saya ditempatkan di ruangan sempit yang seluruh aktivitas sehari-hari digabung dengan tempat buang air besar,” kenangnya.
Setiap harinya, di penjara yang ia sebut kamp penyiksaan itu, Cililova bersama tahanan lainnya dikumpulkan dan diperintahkan menghadap ke dinding ruangan. Mereka tidak boleh bergerak sedikit pun tanpa makan dan minum. Ruangan itu dilengkapi dengan kamera CCTV. Kabarnya, CCTV tersebut tersambung langsung ke ruangan Xi Jinping, Presiden Cina.
“Kalau ada satu orang yang bergerak saja sedikit kepalanya karena pegal mungkin, maka kami semua kena siksa karena kita dituduh sedang melakukan ibadah,” ungkapnya.
Para tahanan di penjara itu tangan dan kakinya diborgol dengan diberi pemberat 5kg dan hidup dalam keadaan lapar dan dahaga.
“Ketika ada yang mengeluh, langsung disiksa,” katanya.
“Pernah suatu hari ada wanita tua pingsan. Satu orang ingin menolong, maka langsung disiksa,” lanjutnya.
Kisah yang dituturkan Cililova hanyalah salah satu bukti kekejaman pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Dia berharap kisahnya ini dapat membuka mata dunia untuk membantu perjuangan Muslim Uighur dan menekan pemerintah Cina untuk menghentikan segala bentuk penindasan kepada mereka.