PERKEMBANGAN teknologi sudah semakin canggih, begitu pun dengan teknik-teknik film besutan sutradara-sutradara terkenal. Kemajuan teknologi bisa dianggap menjadi baik dan buruk, tergantung dari si pemakai. Bagi pemuja kebebasan, pembuatan film bisa digunakan ajang kebebasan berekspresi, tak peduli baik ataupun buruk.
Begitu pun dengan berbagai tayangan di layar kaca, sungguh sangat membuat kita prihatin. Sebagai umat muslim, begitu banyak tayangan-tayangan yang menyudutkan kehidupan umat. Lebih parahnya kaum muslimin terlena dan asyik dengan tayangan-tayangan yang sejatinya merusak akidah umat.
Sebut saja tayangan boolywood; Mahabarata, Jodha Akbar, Ramayana, Mahadewa, dan yang baru tayang King Suleiman. Serial King Suleiman yang mulai tayang Senin (22/12/2014) di salah satu televisi swasta, serial ini menceritakan Sultan Suleiman Al-Qanuni. Film serial ini menuai protes umat Islam. Sejatinya hati umat Islam tersakiti dengan tayangan ini.
Konon film ini di Turki dilarang tayang bahkan Presiden Turki Racep Tayyep Erdogan mengecam film tersebut ketika ditayangkan di Turki akhir 2012 lalu. Yang menjadi pertanyaannya mengapa justru di negeri ini tayang dengan berbagai dalih ?
Tidak sesuai Fakta Sejarah
Sejarah umat Islam pernah berjaya di masanya, tapi dalam serial ini terlalu banyak memasukkan unsur-unsur fiktif yang bertolak belakang dengan sejarah sebenarnya. Yang lebih menonjol dalam serial ini adalah unsur tahta, harta, dan perempuan.
Dalam kisah tahta, dalam serial ini Sultan Suleiman dikisahkan sebagai sosok pemimpin yang angkuh. Padahal jika kita bercermin dari sejarah sosok Sultan Suleiman Al-Qanuni adalah sosok pemimpin yang bijaksana dalam bertingkah laku, terutama dalam mengambil keputusan. Karenanya beliau terkenal sebagai pemimpin yang disegani.
Dikisahkan dalam Daulah Ustmaniyah para perempuan ini mengumbar aurat secara bebas. Apakah Islam mengajarkan umbar aurat? Tentu saja jawabannya tidak! Lebih ironisnya lagi tayangan ini mempertontonkan adegan-adegan Sultan yang berganti-ganti pasangan perempuan yang menemaninya tidur. Tidak hanya itu banyak adegan tidak senonoh seperti tarian erotis dan adegan ranjang. Jika kita berpikir waras apakah seorang sultan yang menjunjung tinggi Syariat Islam akan dengan sengaja menonton tarian-tarian erotis, yang tentu saja para penarinya adalah bukan mahromnya? sekali lagi jawabannya tentu tidak!
Secara kasat mata saja sudah terlihat, bahwa film ini memang sengaja menyudutkan Islam. Padahal, pada zaman Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Daulah Ustmaniyah menerapkan undang-undang (qanun) yang diadopsi dari syariat Islam, yang tentu saja mewajibkan perempuan Muslimah berjilbab (menutup aurat).
Merusak Citra Daulah Islamiyah
JIKA ada kalangan yang menilai bahwa serial film King Suleiman ini hanyalah tayangan hiburan semata, hal ini tidak begitu saja dikaitkan dengan pikiran yang sederhana. Nyatanya tayangan di layar kaca mampu membentuk persepsi jutaan penonton terhadap kisah yang difilmkan. Masyarakat yang konsumtif tentu akan mengadopsi apapun yang ditampilkan dilayar kaca. Sebagai contoh, saat film serial Mahabarata dan Mahadewa mampu menyedot anak-anak untuk menontonnya. Bahkan ironis saat ditanya “siapa yang menurunkan hujan?” jawabannya adalah “Dewa Indra”. Tidak hanya anak-anak yang menjadi korban, tapi kaum perempuan pun berbondong-bondong mendewakan sosok idola mereka seperti “Arjuna” dalam film Mahabarata.
Jika suatu film yang ditayangkan tidak sesuai sejarah yang sesungguhnya, maka ini sudah terkategori penyesatan informasi dan pembohongan publik. Relakah kita sebagai umat Islam sejarah peradaban emas Kehilafahan Turki pada masa Sultan Suleiman Al-Qanuni dinodai oleh sekelompok orang yang menebar kebencian pada Islam, dengan membuat film yang merusak citra Daulah Khilafah? Begitu bangganya kita umat Islam masa keemasan itu hingga berkembangnya dakwah ke tiga benua.
Tidak hanya umat muslim terkena hasutan film ini dengan mengenal sosok pemimpin/khalifah yang begitu dekat dengan slogan harta, tahta, dan wanita, tetapi orang-orang kafir pun bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam adalah seperti apa yang difilmkan. Jika persepsi itu yang muncul, dakwah Islam akan terhalang karena mereka akan menutup diri terhadap penjelasan-penjelasan yang datang dari Islam.
Dukungan dari Pemuja Kebebasan
Beredarnya film ini tidak lepas dari sepak terjang para pemuja kebebasan, yang sejatinya mereka membenci Islam. Mereka menabur kebencian, hasutan pada umat agar membenci agamanya sendiri. Di era kekuasaan kapitalisme, liberalisme, sekularisme semuanya serba bisa ditayangkan. Kita kaum Muslimin untuk menjaga akidah, harus mengupayakannya dengan segala kekuatan di tengah himpitan faham para pemuja kebebasan.
Ketika pemuja kebebasan yang berkuasa menganggap bahwa sejarah kekhalifahan Ustmaniyah harus dikubur, dan diganti dengan versi mereka. Dan mereka mengganggap waktu yang tepat untuk menimpakan kesalahan pada Islam.
Semestinya sejarah peradaban emas menjadi motivasi untuk generasi penerus agar meneladani sifat dan prilaku para Khalifah, bukan sebaliknya mengaburkan sejarah dengan kebohongan. Saat ini umat muslim sudah seharusnya saling mengingatkan dalam kebaikan – amar ma’ruf nahi mungkar. Dan seharusnya negara yang melindungi akidah umat dalam berbagai serangan pemikiran, terutama dalam tayangan-tayangan yang tidak mendidik yang justru merusak. Wallahu A’lam Bish-Shawaab.
www.ummughiyas.blogspot.com