JAKARTA (Jurnalislam.com) – Presiden Joko Widodo resmi menunjuk Jenderal (Purn) Fachrul Razi menjadi Menteri Agama (Menag) di Kabinet Indonesia Maju. Jokowi meminta Fachrul untuk fokus mengurusi radikalisme di Indonesia.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Din Syamsuddin menilai, pihak-pihak yang terus menyuarakan anti-radikalisme tidak paham asal-muasalnya dan ahistoris. Narasi tersebut, kata dia, bertolak belakang dengan sejarah yang ada tentang umat Islam.
“Kenapa ahistoris, karena umat Islam ini kelompok yang paling toleran, kesultanan-kesultanan Islam yang jumlahnya 70-an sebelum kemerdekaan dengan ikhlas bergabung, mendukung berintegrasi dengan negara baru yang namanya Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, itu toleransi besar,” kata Din kepada Jurnalislam.com, Rabu (23/10/2019).
Din menegaskan, tidak mungkin ada tingkat kerukunan nasional seperti saat ini jika umat Islam tidak toleran. Karena itu, tidak berlebihan jika narasi anti radikalisme dinilainya sebagai komoditas politik.
“Itu adalah komoditas politik dan boleh jadi mengambil amunisi yang akademik, seolah-olah akademik. Ini tidak positif, lebih bagus bangunlah kebersamaan,” tuturnya.
Terlebih jika narasi itu akan dikembangkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), Din mengaku sangat keberatan. Jika begitu, kata Din, maka Kemenag berganti nomenklatur saja menjadi Kementerian Anti Radikalisme.
“Kementerian Agama itu membangun moralitas bangsa, mengembangkan keberagamaan ke arah yang positif-konstruktif bagi bangsa dalam menjaga kerukunan, meningkatkan kerukunan kualitas keagamaan, itu fungsinya yang sudah ada sejak kelahirannya,” kata dia.
“Jangan dibelokkan, anti-radikalisme tidak hanya radikalisme keagamaan, kenapa tidak boleh sebut radikalisme ekonomi, yang melakukan kekerasan pemodal dan menimbulkan kesenjangan, itu namanya radikalisme ekonomi,” katanya.
Termasuk kenapa tidak disuarakan radikalisme politik, di mana peserta pemilu yang menang dapat berbuat apa saja dalam bentuk otoritarianisme. Maka itu, ia meminta narasi ini tidak terus dikembangkan.
“Saya anti radikalisme kekerasan, tapi jangan dilebih-lebihkan dan jangan tendensius mengarah pada kelompok. Kalau diberi tugas pada Kemenag, seolah-olah umat beragama yang radikal,” kata mantan ketua umum PP Muhammadiyah ini.
“Yang anti pancasila jelas kita tolak, tapi tidak hanya dari yang bersifat keagamaan, banyak juga yang ingin mengembangkan isme lain. Kapitalisme dan liberalisme itu anti pancasila, kenapa itu tidak dituduh musuh nyata pancasila apalagi separatisme,” ujar Din.
2 thoughts on “Jokowi Minta Kemenag Urus Radikalisme, Din: Ahistoris dan Berlebihan”