JURNALISLAM.COM- Kasus korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang genap berusia 8 tahun pada 20 Oktober 2022.
Malah yang terjadi belakangan ini, kinerja pemberantasan korupsi cenderung stagnan kalau tidak mau dikatakan menurun. Amandemen UU KPK yang dinilai sejumlah pihak justru melemahkan kinerja KPK dan berulangnya kasus rasuah menjadi penyebab utama mundurnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
Kasus korupsi kepala daerah modus yang digunakan sangat umum, mulai dari korupsi proyek pengadaan barang dan jasa, suap untuk menerbitkan izin dan juga jual beli jabatan. Sebagian besar tertangkap karena korupsi dalam proses pengadaan. Wajar saja, sektor pengadaan memang lahan basah korupsi karena anggaran yang dikucurkan sangat besar.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah dari maraknya korupsi kepala daerah salah satunya karena tingginya biaya politik. Berdasarkan kajian Litbang Kemendagri tahun 2015, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20 – 100 miliar. Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) sumber utama merebaknya korupsi tak berkesudahan oleh kepala daerah ada pada partai politik. Partai tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Mencuatnya politik berbiaya tinggi acap kali terjadi karena partai tak ubahnya sebagai mesin pengumpul dana jelang pemilu. Alhasil, partai dikelola tidak demokratis, kader instan bermunculan dengan modalitas besar bisa menyingkirkan kader potensial dari internal partai. Kandidat yang berani memberikan mahar politik besar akan diajak bergabung dan diutamakan dalam kontestasi elektoral.
Sepanjang pemerintahan Joko Widodo sejak Oktober 2014 hingga Desember 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memproses hukum puluhan kepala daerah. KPK menjerat 96 kepala daerah terdiri 10 Gubernur dan 86 Bupati/Wali Kota. Partai Golkar menjadi penyumbang terbanyak yang kadernya menjadi kepala daerah terjerat KPK dengan 27 kader, disusul PDIP diurutan kedua dengan 21 kader.
Sementara partai yang berbasis massa Islam juga tidak luput dari kasus korupsi ketika kadernya menjabat. PAN sebanyak 7 kadernya yang menjadi kepala daerah terciduk KPK, diikuti PPP (5), PKB (4) dan PKS (1).
Kontributor: Bahri