GAZA (jurnalislam.com)– Gerakan perlawanan Islam Hamas menyatakan siap melawan jika kesepakatan gencatan senjata yang digagas Presiden Amerika Serikat Donald Trump gagal dan Israel kembali melanjutkan agresinya di Jalur Gaza.
“Kami berharap tidak kembali berperang. Namun, rakyat Palestina dan pasukan perlawanan niscaya akan menghadapi dan menggunakan seluruh kemampuan mereka untuk menangkis agresi ini jika pertempuran dipaksakan,” kata anggota Biro Politik Hamas, Hossam Badran, kepada AFP pada Sabtu (11/10).
Badran menilai negosiasi tahap kedua dari rencana perdamaian Gaza yang diinisiasi Trump akan menghadapi tantangan besar.
“Tahap kedua dari rencana Trump, sebagaimana terlihat jelas dari poin-poinnya sendiri, mengandung banyak kerumitan dan kesulitan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa Hamas tidak akan berpartisipasi dalam penandatanganan resmi kesepakatan Gaza yang dijadwalkan berlangsung di Mesir.
“Soal penandatanganan resmi, kami tidak akan terlibat,” tegas Badran, seraya menambahkan bahwa Hamas selama ini bernegosiasi melalui mediator Qatar dan Mesir dalam proses gencatan senjata tersebut.
Menanggapi usulan dalam rencana perdamaian yang menyebut kemungkinan pengusiran anggota Hamas dari Gaza, seorang pejabat senior kelompok tersebut menolak keras ide tersebut.
“Mengusir warga Palestina baik anggota Hamas maupun bukan dari tanah mereka adalah hal yang absurd dan omong kosong,” katanya menegaskan.
𝗞𝗼𝗻𝘁𝗲𝗸𝘀 𝗚𝗲𝗻𝗰𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗻𝗷𝗮𝘁𝗮
Pernyataan Hamas ini muncul di tengah berlangsungnya fase pertama gencatan senjata Gaza yang mulai diberlakukan pada Jumat (10/10). Perjanjian tersebut merupakan bagian dari rencana Trump untuk mengakhiri perang dua tahun antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina.
Sementara itu, sejumlah truk bantuan kemanusiaan telah mulai memasuki Gaza melalui perlintasan Karem Abu Salem dan Kerem Shalom, di bawah pengawasan mekanisme internasional yang disepakati dalam perjanjian tersebut.
Namun, meski proses gencatan senjata sedang berjalan, banyak pengamat menilai situasi di lapangan masih rapuh, terutama dengan rencana Israel untuk membongkar jaringan terowongan bawah tanah Hamas, yang dikhawatirkan dapat memicu ketegangan baru di Gaza. (Bahry)
Sumber: TRT