GAZA (jurnalislam.com)– Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa mayoritas persediaan peralatan medis di Jalur Gaza telah habis, sementara hampir separuh obat-obatan dasar, termasuk obat pereda nyeri, tidak lagi tersedia.
“Stok kami hampir mencapai 64 persen peralatan medis dan stok nol untuk 43 persen obat-obatan esensial serta 42 persen vaksin,” ujar Hanan Balkhy, Direktur Regional WHO untuk Mediterania Timur, dalam konferensi pers di Jenewa, Senin (26/5/2025).
Balkhy menyampaikan bahwa WHO saat ini memiliki 51 truk bantuan yang tertahan di perbatasan Gaza, menunggu izin masuk. Meski Israel telah sedikit melonggarkan blokade total terhadap bantuan sejak awal Maret, truk-truk WHO belum mendapat akses masuk.
“Bisakah Anda membayangkan seorang ahli bedah memperbaiki tulang yang patah tanpa anestesi? Cairan infus, jarum, perban—semuanya tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi,” jelasnya. Balkhy menambahkan bahwa stok antibiotik, obat penghilang rasa sakit, dan obat penyakit kronis kini sangat terbatas.
Setelah blokade selama 11 minggu, Israel mengizinkan 100 truk bantuan memasuki Jalur Gaza pada 21 Mei. Truk tersebut membawa tepung, makanan bayi, dan sebagian peralatan medis, namun tak satu pun berasal dari WHO. PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya menilai bantuan itu masih jauh dari cukup untuk mengatasi krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Di tengah kekurangan ini, WHO menegaskan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam skema distribusi bantuan alternatif yang didukung Amerika Serikat dan diusulkan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF). PBB khawatir keterlibatan yayasan ini dapat memicu pengungsian lebih lanjut dan membahayakan keselamatan warga sipil.
Sementara itu, pihak GHF menyatakan bahwa skema mereka akan menjamin bantuan sampai ke tangan rakyat Gaza tanpa dialihkan ke Hamas atau kelompok kriminal. Namun tuduhan Israel yang menyatakan Hamas mencuri bantuan hingga kini belum didukung oleh bukti dan dibantah oleh pihak Palestina.
The Gaza Humanitarian Foundation (GHF) sendiri merupakan yayasan baru yang diklaim independen dan mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Namun, keberadaannya masih menuai kontroversi, terutama menyangkut transparansi dan potensi dampaknya terhadap stabilitas kehidupan sipil di Gaza. (Bahry)
Sumber: TNA