Framing Intoleransi dan Perempuan di MInangkabau

Framing Intoleransi dan Perempuan di MInangkabau

Oleh : Willy Azwendra M.Ag (Dosen Komunikasi Penyiaran Islam STAI PTDII JAKARTA) 

Intoleransi di SMKN 2 Padang?

Belum lama ini hampir semua media, baik media televisi maupun media Online, ramai membahas mengenai masalah Intoleransi, yaitu bertebarannya judul berita tentang “siswi non muslim dipaksa memakai jilbab?”. Benarkah demikian? Benarkah ada pemaksaan terhadap siswi non muslim untuk menggunakan hijab?

Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN 2 Padang, Rusmadi menyatakan, aturan penggunaan wajib jilbab untuk siswi di sekolah negeri Padang sudah berlangsung dari 2005. Namun, kata dia, kenapa permasalahan ini baru dibahas saat dirinya menjadi Kepsek SMKN 2 Padang. Saya Tertekan, Asal tahu saja, aturan penggunaan jilbab di SMKN 2 Padang merujuk pada instruksi Walikota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005.

Lebih tegas lagi, Rusmadi mengatakan bahwa lingkungan SMKN 2 Padang sangat toleransi, karena banyak yang datang dari non-muslim. “Kawan-kawan kita ada dari Cina yang non-muslim, ada dari Nias yang non-muslim. Ada juga Katolik dan Kristen Protestan,” jelas Rusmadi. Rusmadi mengaku, letak permasalahan kasus yang dialami sekolahnya, yakni siswi menyimpulkan wajib untuk menggunakan jilbab. “Padahal kalau orangtua siswi non-muslim bicara langsung kepada saya, tidak seperti ini. Karena kami punya mindset, non-muslim tidak wajib menggunakan jilbab, itu sudah diwanti-wanti dari awal,” jelas dia.

Di salah satu wawancara dengan stasiun TV, mantan Walikota Padang, Fauzi Bahar juga menyebut ini hanya kejadian kecil, supply ke mas mentrinya terlalu lebay dan berlebihan, sehingga membuat mas Menteri marah dan bereaksi keras. Fauzi Bahar mengatakan : Guru mana yang ingin mencelakakan muridnya? Tidak ada guru yang ingin mencelakai muridnya.

Fauzi Bahar meneruskan, aturan itu dibuat untuk menjaga perempuan dan mengembalikan budaya Minang sehingga tak perlu dicabut. Toh itu semangatnya bukan paksaan buat non-muslim. Kita melindungi generasi sendiri,” ucap Fauzi Bahar. Generasi yang dimaksud adalah generasi perempuan penerus di minangkabau. Intinya apa yang disampaikan oleh mantan Walikota Padang ini adalah aturan menggunakan jilbab tidak wajib bagi siswi non muslim.

 

Perempuan di Minangkabau

Perlu kita ketahui bahwa budaya di minangkabau itu perempuan identik dengan berkerudung dan memakai baju kurung (baju yang menutupi atau mengurung tubuh perempuan di minangkabau). Masyarakat minangkabau sangat menghargai dan memuliakan perempuan. Dalam budaya minangkabau, berkerudung itu harus dilestarikan dan tidak memaksa bagi non muslim.

Perempuan Minangkabau memiliki kedudukan yang sangat istimewa yaitu sebagai bundo kanduang atau dalam istilah adat: limpapeh rumah nan gadang. Karena perempuan memiliki kuasa dan ia memiliki peran yang sama dengan laki-laki termasuk pengambilan keputusan dalam keluarga. Bukan berarti perempuan di atas laki-laki, maksudnya adalah pendapat perempuan itu harus di dengar dan dihargai.

 

Daftar kasus intoleransi di Indonesia

Kasus dugaan intoleransi di SMKN 2 Padang ini seolah-olah beritanya dibuat lebay, sampai-sampai Mendikbud bereaksi keras dan menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam kasus intoleransi yang terjadi di SMKN 2 Padang. Padahal kalau kita lihat jauh ke belakang sangat banyak kasus-kasus intoleransi yang terjadi di sekolah-sekolah lainnya di seluruh Indonesia.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebutkan, ada beberapa kasus intoleransi yang terjadi di sekolah, selain yang terjadi di SMKN 2 Padang. Pernah terjadi kasus pelarangan penggunaan hijab (jilbab) di sekolah SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga mencatat ada beberapa kasus intoleransi di sekolah. Yakni, larangan hijab di SMAN 1 Maumere tahun 2017 dan kasus di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019.

Beberapa kasus Intoleransi lainnya yang penulis temukan adalah pelarangan siswi menggunakan jilbab panjang di SMPN 1 Pallangga, Gowa Sulawesi Selatan. Juga ditemukan, sekitar 40 sekolah yang melarang siswi Muslim memakai jilbab berdasarkan pendataan Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Bali. Caranya bermacam-macam, ada yang terang-terangan dengan mencantumkan larangan tertulis, ada juga dengan cara ancaman yang tersamar sehingga siswi muslim merasa ketakutan dan melepas hijabnya. Dan masih banyak lagi kasus-kasus intoleransi yang terjadi dibeberapa daerah lainnya. Ini sangat jelas Intoleransi yang sangat berbahaya dan mengancam keberagamaan di Indonesia.

Koordinator P2G, Satriwan Salim mengatakan hal ini adalah momentum untuk berbenah regulasi-regulasi, harus diperbaiki bersama, ukurannya adalah permendikbud. Hak dasar anak harus kita hargai, tidak boleh dipaksa, tidak boleh dilarang. Semoga kedepannya tidak ada lagi kasus Intoleransi di sekolah, kata Satriwan.

Dari beberapa keterangan narasumber diatas, terutama keterangan dari Kepala Sekolah SMKN 2 Padang dan mantan Walikota Padang Fauzi Bahar dapat disimpulkan bahwa tidak ada pemaksaan bagi siswi non muslim untuk memakai hijab atau atribut keagaamaan lainnya di sekolah SMKN 2 Padang. Karena jauh sebelum kasus ini pihak SMKN 2 Padang sangat terbuka mengenai aturan-aturan yang dibuat oleh sekolahnya apalagi peraturan yang sangat sensitif seperti ini. Semoga tidak ada lagi berita-berita yang berlebihan seperti ini yang digoreng oleh media-media mainstream sekarang.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.