ERC: Pemerintah Myanmar Provokasi Serangan agar Dapat Bantai Muslim Rohingya

ERC: Pemerintah Myanmar Provokasi Serangan agar Dapat Bantai Muslim Rohingya

ANKARA (Jurnalislam.com) – Operasi militer yang sangat kejam terhadap masyarakat Muslim Rohingya Myanmar dalam membalas serangan terhadap polisi ternyata didalangi oleh pemerintah itu sendiri, sebuah kelompok yang mewakili minoritas Muslim mengatakan kepada Anadolu Agency, Rabu (01/02/2017).

Hla Kyaw, ketua Dewan Eropa Rohingya (the European Rohingya Council-ERC), mengatakan pembunuhan polisi di negara bagian Rakhine, tempat tinggal sebagian besar muslim Rohingya pada 9 Oktober, direncanakan oleh intelijen militer sebagai alasan tindakan represif terhadap Muslim Rohingya.

“Departemen intelijen militer Myanmar secara tidak langsung mendukung sekelompok pemuda Rohingya untuk membuat kelompok dan memanipulasi mereka untuk menyerang polisi sehingga melegalkan serangan ilegal mereka terhadap masyarakat,” katanya dalam sebuah wawancara yang dilakukan di kantor Ankara Anadolu Agency.

“Kami tidak mendukung kekerasan apapun jenisnya. Kami mengutuk pembunuhan ini.”

Hla Kyaw mengatakan bahwa penduduk desa setempat memberitahu polisi mengenai niat kelompok anak muda tersebut, “namun polisi hanya diam dan tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya.”

Dia menambahkan: “Jadi itu berarti pemerintah berada di belakang serangan ini untuk mendapat alasan membenarkan tindakan mereka terhadap warga Muslim Rohingya.”

Sembilan petugas polisi tewas dalam serangan terhadap pos di Maungdaw, sebuah distrik di Rakhine utara dekat perbatasan Bangladesh. Pembunuhan itu memicu gelombang kekerasan balasan terhadap penduduk sipil Muslim Rohingya.

Selama operasi ini, PBB dan kelompok hak asasi telah mengumpulkan bukti pelanggaran luas oleh polisi dan militer seperti pembunuhan – termasuk anak-anak dan bayi – pemerkosaan, pemukulan brutal, penyembelihan, pembakaran manusia dan desa-desa serta penghilangan orang.

Dewan mengatakan lebih dari 400 orang tewas akibat tindakan biadab, yang secara resmi berakhir pada 15 Februari, dan sekitar 400 perempuan diperkosa, termasuk anak-anak berusia 12 tahun. Sekitar 1.500 rumah dibakar, kata Hla Kyaw.

Selama operasi, sedikitnya 93.000 orang mengungsi, dengan mayoritas melarikan diri ke Bangladesh, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan.

Selain memprovokasi serangan terhadap polisi, Hla Kyaw melaporkan pemerintah Myanmar mengadu domba umat Muslim dan komunitas Buddha terhadap satu sama lain di Rakhine.

“Strategi ini datang dari negara Myanmar, dari institusi militer,” katanya. “Biksu Buddha yang tinggal di wilayah ini menyebarkan kebencian Muslim sedangkan negara mendukung dan menggunakan mereka.”

Hla Kyaw juga mengatakan bahwa pasukan keamanan perbatasan Nasaka, yang kemudian dibubarkan atas perintah Presiden Thein Sein pada tahun 2013 masih beroperasi di Rakhine.

Unit ini dilaporkan melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat terhadap Rohingya pada saat itu, serta menegakkan hukum diskriminatif seperti pembatasan wisata dan pernikahan.

ERC menyerukan intervensi masyarakat internasional untuk menghentikan “genosida terhadap Muslim Rohingya yang dilakukan pemerintah Budha Myanmar”.

“Jika Anda adalah advokasi hak asasi manusia, jika Anda percaya pada kebebasan beragama, maka kami minta Anda mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan perempuan, anak-anak dan orang tak berdosa yang tewas secara sistematis,” kata Hla Kyaw.

Bagikan