Eksistensi Tradisi Islam di Tengah Dominasi Masyarakat Industri

Eksistensi Tradisi Islam di Tengah Dominasi Masyarakat Industri

Olej: Emma Rahmatul Fitriana, Isa Anshori

Mahasiswa Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Abstrak

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan berbagai fakta yang terjadi di kehidupan masyarakat yang dimana bertempat di desa Cangkringsari, kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Realitas ini kian hari menjadi sebuah perubahan yang sangat signifikan, sehingga menimbulkan perbedaan dari yang telah diturunkan nenek moyang terdahulu, oleh karena itu menjadi sebuah hal yang menarik untuk dikaji. Penelitian ini menggunakan sebuah metode kualitatif dengan dilengkapi hasil pemaparan berupa deskriptif, hal ini dilakukan guna memudahkan mendapat data secara mendalam dan rinci. Tradisi yang merupakan sebuah bentuk perwujudan berbudaya, karena Indonesia merupakan negara dengan mayoritas islam.

Maka tardisi islam merupakan sebauh bentuk perwujudan yang terus menerus dilestarikan di kalangan masyarakat. Namun disisi lain, dominasi masyarakat industrial yang memiliki pemikiran matrealis dan modern, memiliki pemikiran bahwa tradisi merupakan sebuah formalitas berbudaya, bukanlah sebuah kebutuhan yang harus dilakukan. Perubahan ciri khas tradisi dari idealis menjadi lebih matrealis ini merupakan sebuah dampak yang harus bisa diketahui masyarakat yang bermanfaat untuk pembelajaran dan pengetahuan dasar dalam menghadapi perubahan sosial dalam bidang budaya dan agama. Suatu perubahan baik itu tradisi maupun ideologi ke arah yang kompleks membutuhkan penanaman pola pikir manusia yang cerdas.

Kata kunci : Tradisi, Islam, Masyarakat Industrial

 

 

Pendahuluan

Eksistensi merupakan sebuah aktualitas yang menegaskan bahwa sesuatu yang terjadi tersebut memang benar adanya. Secara Terminologis eksistensi berasal dari bahasa inggris existence exs ( keluar ) dan sistence ( tampil, muncul ).  Dari asal kata tersebut menimbulkan sebuah makna bahwa eksistensi berarti muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan yang aktual. Masyarakat merupakan subjek dan objek kehidupan dunia. Namun, terlepas hal tersebut adanya sebuah sistem pengikat atau peraturan menjadi sebuah pokok atau kebutuhan yang sangat menadasar dalam mengatur keberagaman umat. Dan eksistensi merupakan sebuah sistem atau keteraturan hidup manusia yang telah diwujudkan hingga menjadi sebuah budaya atau realitas sosial. Eksistensialisme sendiri merupakan paham dari sebuah aliran filsafat yang memandang gejala yang ada. Secara historis sejarahnya ada seorang filosof berasal dari Denmark yang kemudian menentang pendapat Hegel dalam sebuah tulisannya bahwa manusia telah hilang atau tidak memiliki kepribadian lagi. Namun, secara khusus Kiergaard memiliki anggapan akan pentingnya subjektifitas dan penderitaan sebagai suatu emosi sentral manusia.[1] Eksistensi dapat difahami pula sebagai proses perwujudan manusia, sebelum hal ini individu akan berproses menerima sebuah realitas atau fakta terlebih dahulu, setelah proses pemahaman tersebut seorang individu akan mulai percaya dan mendapat dorongan dari berbagai pihak maupun lingkungan sekitar, sehingga kemudian diaktualisasikan dengan Tindakan, dan suatu tindakan yang diaktualisasikan secara berulang tersebutlah yang bisa di fahami sebagai eksistensi manusia.

Suatu hal kemungkaran jika dalam masyarakat tidak terdapat eksistensi berbudaya, budaya atau kultur merupakan hasul naluri manusia yang kemudian diaktualisasikan dengan aksi atau perwujudan lainnya hingga bisa dikatakan sebuah “Tradisi”. Dalam masyarakat Jawa tardisi memiliki tempat yang sangat superior, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduknya terjajah oleh kaum kolonial atau pun agama hindu budha sehingga mengakibatkan sebuah keberagaman baru yang diciptakan oleh nenek moyang terdahulu. Disisi lain juga diakibatkan karena banyaknya orang Jawa yang menjadi elite negara yang memiliki peranan sebagai percaturan kenegaraan di Indonesia sejak zaman pra merdeka maupun sesudah kemerdekaan.[2] Tradisi jawa cukup memberikan warna dalam berbagai rutinitas bangsa. Hingga menjadikan Suku Jawa menjadi dominasi masyarakat dan tetap bereksistensi atau mendapatkan tempat di ranah publik. Secara sederhana, Tradisi merupakan sebuah perwujudan manusia dalam menjalankan budaya yang ada di lingkungannya, dalam hal ini tidak terlepas dari proses belajar yang kemudian direalisasikan hingga menjadi sebuah eksistensi berbudaya manusia. Sejak awal peradabannya agama memberikan sebuah pengaruh tersendiri dimasyarakat, persebaran menggunakan budaya mengakibatkan sekelompok masyarakat terkhususkan tanah Jawa mengadopsi hal tersebut menjadi sebuah kultur yang enggan bisa ditinggalkan. Islam berhasil membawa pemikiran mayoritas masyarakat untuk menjadikan sebuah pedoman hidup. Sebagai suatu norma, peraturan sekaligus aktivitas manusia pun, ajaran islam telah menjadi bagian dari pola hidup masyarakat secara tidak sadar. Kareana merupakan agama mayoritas, sehingga dalam berbagai aspek wujud keagamaan pun akan selalu dituangkan dalam tindakan, bahkan dalam sebuah perwujudan budaya/tradisi sekalipun. Dalam konteks inilah yang kemudian menyebabkan islam merupakan sebuah agama sekaligus budaya dalam masyarakat Indonesia.[3]

Industri merupakan sebuah langkah yang dilakukan guna menunjang kehidupan berbasis teknologi. Perindustrian merupakan sebuah langkah awal yang dilakukan oleh bangsa untuk dapat bersaing dalam ranah global atau dunia. Kehidupan yang terus berjalan dan termakan oleh waktu ini menimbulkan berbagai perubahan kehidupan, bahkan dalam sejarah Islam terdahulu sudah dikatakan bahwa kehidupan yang terus berjalan ini akan ada masanya dan setiap masa tersebut akan menimbulkan kerusakan moral manusia menjadi semakin jauh dari ideologi islam yang telah ditetapkan. Industri menjadi sebuah dampak positif. Namun, tidak lepas dari itu bayang-bayang dampak negatif selalu mengikuti.

Dengan adanya industri diyakini dapat menumbuhkan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih mapan. Di sisi lain perindustrian mengubah pola piker masyarakat dan gaya hidupnya menjadi lebih rasional dan enggan percaya lagi dengan beberapa keyakinan akan pentingnya sebuah tradisi. Dan dari ini menjadi sebuah ketertarikan atau suatu hal yang menarik bagi penulis, bagaimana sebuah kekayaan atau ciri khas bisa terus eksis Ketika beberapa tahun mendatang, sehingga dengan judul “Eksistensi Tradisi Islam di Tengah Dominasi Masyarakat Industri” merupakan sebuah penelitian yang bisa menjawab bagaimana atau problematika yang akan terjadi. Dengan beberapa permasalahan yang diangkat adalah (1) Apakah ada sebuah wujud kegiatan budaya yang wajib dilakukan dalam momen atau hari tertentu? (2) dan Apakah kegiatan tersebut melekat dan enggan bisa ditinggalkan oleh masyarakat? 3) Bagaimana antusiasme warga dalam menghadapi atau saat pelaksanaan kegiatan tersebut? (4) dan Seiring berjalannya waktu apakah hal tersebut mengalami beberapa perbedaan? (5) Serta bagaimana sudut pandang masyarakat terkait sebuah tradisi islam yang mereka jalani selama ini ?.

Yang menjadi pembaharuan dari penelitian sebelumnya yakni, bagaimana berbudaya ala masyarakat industrial, karena kaum agraria sebagai pewaris budaya sudah mulai menjadi masyarakat yang tertindas atau terdominasi. Jika dalam banyak penelitian hanya mengangkat bagaimana pengekspresian budaya di era globalisasi, seperti karya yang telah publish di jurnal sosiologi nusantara, karya Hidgardis tahun 2019 yang dimana banyak pengaruh eksternal yang salah satunya adalah teknologi. Tetapi dalam penelitian ini yang menjadi suatu kajiannya adalah bagaiman sebuah aktualisasi budaya atau tradisi yang memiliki unsur nilai keagamaan di tengah masyarakat industrial atau di era pola piker masyarakat yang mulai matrealis. Sistem dunia kerja yang menjanjikan secara eknomi, menjadikan sebuah budaya khas bangsa tidak dapat direalisasikan semaksimal dahulu.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat desa setempat beradaptasi dengan budaya sehingga menimbulkan perwujudan tradisi. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam kepada beberapa masyarakat dengan latar belakang yang berbeda baik itu dari gender, karakter maupun usia. Tetapi dengan domisili status sebagai masyarakat peribumi daerah tersebut dari lahir hingga saat ini. Hal ini dilakukan guna mengetahui informasi mendalam mengenai culture atau tradisi yang ada di desa tersebut.

Wawancara sendiri merupakan salah satu metode pengumpulan informasi dan data melalui lisan, sehingga demi sebuah kelancaran wawancara. Narasumber yang dipilih haruslah yang bisa bijak, cerdas dan bersikap terbuka terhadap apapun yang boleh diketahui. Jelas tidaknya suatu informasi tergantung bagaimana jawaban dari narasumber. Walaupun dengan syarat lain pewawancara harus bisa membawa alur pembicaraan dan suasana agar tidak terlalu tegang dan nyaman dalam menyampaikan pertanyaan yang diajukan. Keunggulan dari metode wawancara terbuka ini narasumber dibebaskan untuk menjawab pertanyaan tanpa terikat oleh angket serta bisa bercerita dengan bebas mengenai segala problematika yang diketahui. Sehingga dari hal ini akan memudahkan mencari informasi mengenai eksistensi tradisi islam di tengah dominasi masyarakat industri dengan kompleks.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian kualitatif disertai suatu pendekatan fenomenologi. Paradigma fenomenologi adalah salah satu bagian dari paradigma definisi sosial teori aksi. Dan mengandung makna bahwa korelasi antar individu atau pelaku dengan masyarakat (struktur) saling terkait.[4] Fokus penelitinya pun di dapatkan dari pengalaman pribadi yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga bisa dikatakan penelitian ini memang benar adanya atau riil. Fenomenologi yang digunakan adalah milik  Edmun Husserl, yakni memposisikan seorang indivudu sebagai pemberi makna yang kemudian menghasilkan suatu Tindakan. Sikap fenomenologis dapat dijumpai dalam suatu korelat kesadaran manusia, dunia merupakan sebuah fenomenanya. Dan fenomenologis adalah bagaiman sikap yang akan kita lakukan dalam menghadapi fenomena tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan keadaan dan situasi yang alami, sehingga tidak ada suatu batasan dalam memaknai realitas yang di kaji. Data yang telah diperoleh adalah data analisis kualitatif yang dimana akan dikembangkan dalam deskriptif. Dari hal ini yang kemudian peneliti melakukan sebuah analisis terhadap jawaban narasumber, sehingga besar kemungkinan peneliti akan bertanya berulang-ulang atau mengajukan pertanyaan lagi hingga mendapatkan sebuah jawaban yang memuaskan dan memperoleh data yang dianggap kredible.

Dari beberapa metode penelitian untuk memperoleh data tersebut peneliti menggunakan sumber data masyarakat asli desa setempat, lahir dan hingga saat ini hidup dalam lingkungan tersebut. hal ini dilakukan guna memperoleh informasi yang rinci mengenai bagaimana proses perubahan budaya yang terjadi di dalamnya. Dari ketiga narasumber yang menjadi objek wawancara di latar belakangi dengan ragam karakter dan situasi yang berbeda-beda atau beragam. Baik itu dari segi usia, gender maupun latar belakang pekerjaan serta pendidikan. Dengan adanya informasi dari berbagai lini ini peneliti akan mengetahui bagaimana eksistensi masyarakat dalam berbudaya atau memaknai budaya yang ada di sekelilingnya. Hasil akhir dari penelitian ini dipaparkan dalam bentuk deskriptif dengan sistematika sebagai berikut ada beberapa pemaparan awal yang menjadi pokok pembahasan, hasil wawancara yang telah diolah datanya menjadi sebuah deskripsi, kemudian pengkajian teori karena merupakan sebuah penelitian sosial yang memiliki dasar teori yang kuat, beberapa pembahasan makna kata dari judul yang ada dan ditutup dengan sebuah kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

  • Hasil

Subjek merupakan penduduk peribumi yang dimana lahir dan bertemapt tinggal hingga bertahun-tahun di daerah tersebut. Ada sebuah tradisi kenduren yang dilaksanakan setiap saat ada acara-acara besar baik itu islam maupun acara kenduren malam 17 an dan lain sebagainya. Namun, yang seringkali diikuti adalah kenduren 17 agustus untuk memperingati hari kemerdekaan dikarenakan acara tersebut memang untuk umum dan banyak berbagai kalangan usia yang berpartisipasi untuk ikut. Rangkain acaranya adalah doa bersama, membagikan berkat dari tumpeng yang wajib dikeluarkan oleh tuan rumah masing-masing. Acara dilakukan di setiap gang atau rumah RT dan RW, tanpa ada batasan usia, sehingga semua warga berkumpul menjadi satu. Acara  ini tidak bisa ditinggalkan karena merupakan sebuah acara tahunan yang sudah dilakukan turun-temurun hingga sekarang masih eksis. Acara kenduren 17 an merupakan sebuah penghormatan yang dilakukan untuk jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memerdekakan bangsa. Sehingga diyakini do’a yang dipanjatkan dapat membantu mengurangi siksa kubur para pahlawan tersebut. para warga sangat antusias dan bangga bisa melakukan acara tersebut. Namun, yang menjadi perbedaan adalah karena pandemic 19 ini acara ini diselenggarakan di banyak tempat. Yang tujuannya untuk mengurangi kerumunan dalam satu tempat, atau dalam artian tempat cabangnya banyak, kemungkinan 10 KK dalam satu musholla atau Rumah RT, sedangkan bisanya berkumpul dalam satu Gang desa atau Lapangan. Dan setelahnya ada pertunjukan seni pun tidak bisa dilakukan. Tradisi ini terus dijalankan karena dipercaya bisa bermanfaat untuk mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antar warga. Karena dengan banyaknya kesibukan individu, waktu berkumpul adalah saat moment seperti ini. Hal lain yang menjadi sebuah perubahan dari sebelum-sebelumnya adalah dimana banyak berbagai acara atau kegiatan yang kemudian dihilangkan karena dianggap memakan waktu yang lama, serta berbagai hal-hal unik yang dirubah menjadi lebih praktis. Dengan karakter masyarakat industri yang rasional, maka kaum minoritas merasa tersingkirkan atau tidak dihargai sebuah keaslian budaya yang diwariskan. Prinsip dari masyarakat industri yang terpenting adalah tersebut tetap dilaksanakan, walaupun dengan meninggalkan beberapa ciri khas yang sebetulnya memiliki makna.[5]

Yang menarik ada sebuah perwujudan tradisi islam yang dilakukan dengan kurun waktu harian. Yang dimaksud disini adalah kegiatan ini dilaksanakan setiap minggu malam di masjid, yakni pengajian rutinan, yasinan dan jamiyah diba’. Kegiatan tersebut dilakukan dihari yang telah disepakati bersama. Ada jamiyah perempuan dilaksanakan setiap jumat setelah magrib, sedangkan yasinan setiap hari rabu. Untuk laki-laki jamiyah dilaksnakan dihari yang sama jumat tetapi setelah isya’ dan yasinan dihari kamis di setiap minggu. Kegiatan tersebut dilakukan dengan bergiliran tempat atau rumah warga atau berpindah-pindah setiap minggunya ke rumah warga satu dengan yang lainnya.  berpendapat yang sama dengan acara tersebut dapat merekatkan hubungan silaturahmi warganya. Dan dari kegiatan tersebut menjadi pembelajaran bersama dalam menanamkan nilai keagamaan dengan mengaji dan membaca diba’ dan Al-Qur’an. Beberapa amalan tersebut merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan berulang-ulang atau sudah menjadi kultur yang perwujudannya dilatar belakangi dengan agama atau nilai-nilai keislaman. Masyarakat industrial pada penelitian ini yang dimaksudkan adalah dimana ada sebuah tempat atau desa yang mayoritasnya memiliki profesi sebagai karyawan bidang industri. Dari keseragaman profesi ini yang pada akhirnya mengakibatkan sebuah pola pemikiran baru yang seragam pula dalam menyikapi atau mewujudkan aktivitas kebudayaan. Para industrial yang cenderung memiliki pemikiran yang matrealis, realistis dan rasional akan menganggap bahwa sebuah tradisi sudah tidak musim untuk dilakukan. Dari hal ini yang kemudian menimbulkan sebuah konflik atau pertentangan ideologi dengan kaum minoritas dalam desa tersebut. Penduduk minoritas disini adalah mereka yang merupakan pewaris nenek moyang atau petuah desa. Dengan perubahan pola masyarakat yang demikian, para petuah atau pewaris budaya pun merasa terasingkan dan mau tidak mau harus bisa merelakan sebuah keaslian atau budaya murni yang mulai hilang secara perlahan. Para tokoh adat atau nenek moyang mewariskan sebuah budya bukanlah suatu aktivitas kosong tanpa makna, dalam setiap perwujudannya memiliki sebuah makna tentang kehidupan dan hubungan manusia dengan sang pencipta tentunya. Dengan adanya tradisi islam seharusnya merupakan suatu hal positif untuk membentengi manusia menuju modernisasi liar. Dalam artian modernisasi yang mengarah pada batas-batas budaya yang tak wajar dan melanggar beberapa norma dan nilai-nilai keislaman.[6]

  • Pembahasan

Eksistensi Berbudaya Manusia di Masyarakat

Eksistensi merupakan suatu pemahaman yang berasal dari filsafat eksistensialisme. Eksistensi dalam memiliki arti sebagai suatu perwujudan berbudaya atau berperilaku yang ada dalam masyarakat yang dimana hal tersebut kemudian dilakukan secara berulang. Unsur hidup atau sikap pokok manusia sejatinya terdiri dari tiga hal, dan dari beberapa hal inilah yang menjadi suatu bekal dalam bereksistensi di ranah publik:

  • Yang pertama adalah sikap estesis, seorang manusia dituntut untuk terus menerus menikmati dan bahkan meloncati berbagai pilihan yang ada dalam hidupnya guna melalui sebuah pilihan yang bebas.
  • Yang kedua adalah sikap etis yang memiliki maksud penerimaan terhadao kelemahan-kelamahan diri. Namun belum mendapatkan jalan keluar dari hal tersebut. Sebuah perjuangan untuk mengaksikan kepentingan suara hati.
  • Yang ketiga adalah sikap religius, dalam hal ini hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan individu secara inverior ini yang menjadikan komunikasi manusia dengan Tuhan dalam suatu waktu yang diyakini.

Manusia tidak akan sepenuhnya menemukan jalan dan makna kehidupan yang sesungguhnya hanya berbbekal pengetahuan yang kemdian dilengkapi dengan berbagai ilmu-ilmu. Jawaban tersebut haruslah dicari melelui eksistensi, bagaimana manusia berusaha menemukan jawaban. Jawaban yang diperoleh pun akan mengalami sebuah pengadaptasian diri kembali. Sehingga sejatinya sebuah eksistensi manusia haruslah diwujudkan dan diaktualisasikan dalam hidup. Ketika dilakukan dengan tanpa sadar karena sudah terbiasa. Makna yang seseungguhnya pun akan mengikuti.[7] Sesungguhnya manusia pun dalam bermasyarakat membutuhkan kepercayaa pula dari manusia lainnya, kepercayaan tunggal manusia dengan Tuhan akan sulit untuk bisa dikuasi sepenuhnya sebelum ada manusia lain yang melakukan hal yang sama.

Tradisi sebagai Hasil Perwujudan Budaya

Tradisi dipahami sebagai segala sesuatu atau hasil ideologi yang diwujudkan dalam bentuk tindakan yang diwariskan dari generasi terdahlu. Tradisi dalam ilmu antropologi bida dikatakan atau hampir sama dengan adat istiadat. Yakni suatu kebiasaan yang bersifat magis religius dari penduduk peribumi, hal tersebut meliputi nilai-nilai budaya, norma, hukum dan aturan-aturan yang saling terkait hingga menjadi sebuah sistem yang mencakup segala konsepsi budaya guna mengatur tindakan dan membentuk pola pikir manusia dalam kehidupan sosial.[8] Adapun dalam konsep sosiologi, tradisi difahami sebagai suatu kepercayaan dengan persebaran secara turun menurun yang tetap dapat terpelihara.[9] Sehingga tradisi merupakan suatu pewarisan norma, kaidah serta kebiasaan yang terus berkembang sesuai dengan masanya. Tradisi bukanlah suatu hal yang mutlak dan statis, justru merupakan perpaduan aneka ragam perbuatan manusia yang ditetapkan menjadi suatu sistem yang mengikat. Karena manusia yang menciptakan tradisi, maka manusia pula yang menerimanya dan berhak untuk menolaknya.[10] Dalam bahasa Arab tradisi berasal dari kata turath. Kata tersebut berasal dari tiga unsur kata yaitu “wa ra tha” yang juga ada dalam kamus klasik sepadan dengan kata irth, wirth, dan mirath. Yang memiliki arti dalam bentuk masdar atau (verbal noun) atau segala yang diwarisi oleh manusia dari orang tuanya baik itu berupa harta, pangkat, ataupun ilmu kehidupan. Dalam bahasa Perancis turath sama dengan heritahe, yang dimana memiliki makna warisan kepercayaan atau ideologi, serta adat istiadat tertentu, khususnya warisan spiritual. Tradisi merupakan suatu pemikiran yang timbul dari buah pemikiran manusia dan penjajahan bangsa lain yang memiliki karakter ataupun ciri khas tertentu. Hal inilah yang menimbulkan sebuah ide yang berada di luar diri manusia yang disebabkan oleh para penjajah yang kemdudian diaktualisasikan menjadi sebuah tradisi bangsa.

Tradisi Islam sebagai Wujud Akulturasi

Islam merupakan sebuah agama atau aliran kepercayaan mayoritas masyarakat. Secara sejarah hal tersebut terjadi karena keberhasilan para wali dan gujarat Arab dalam menyebarluaskan di tanah jawa. Buah persebaran yang dilakukan adalah penanaman akan sebuah ideologi islam. Islam masuk dengan sangat halus tanpa ada kekerasan, melalui perkawinan, pendidikan pesantren dan masih banyak lainnya. Bukan untuk menganalogikan. Namun secara realitasnya yang terjadi kaum penjajah atau bangsa Barat yang beragama non muslim menjajah Indonesia dengan sangat keras dan berhutang ribuan nyawa. Sehingga anggapan masyarakat pun menjadi enggan dengan budaya yang diajarkan oleh Barat. Al Qur’an merupakan suatu pedoman hukum yang mutlak dari Allah SWT, suatu kebenaran yang mutlak tersebut disikapi oleh masyarakatnya dengan latar belakang cultural atau perbedaan-perbedaan penerimaan dan pemahaman manusia menjadikan sebuah kebeneran persial dan yang mutlak hanyalah kebenaran Allah SWT. Sehingga kebenaran persial yang ada dalam kehidupan manusia merupakan unsur dalam berkehidupan sosial atau berarti sebuah kebenaran yang realatif. Dengan pedoman tertinggi adalah kebenaran mutlak Allah SWT.[11]

Akulturasi merupakan seuatu penggabungan budaya atau ideologi yang berbeda yang kemudian saling beradaptasi hingga menjadi suatu budaya atau ideologi baru. Kedua ideologi atau budaya yang digabungkan tidak saling menggusur atau menghilangkan salah satunya. Islam agama mayoritas terutama pada masyarakat Jawa dan tanah Jawa diketahui sebagai tanah yang kaya akan budaya dan ragam tradisi yang sakral. Jawa merupakan salah satu suku di Indonesia dengan kapasitas penduduk terbesar diantara pulau lainnya. Dari hasil yang sama-sam dominan antara agama islam dan tradisi jawa ini menciptkan berbagai ragam tradisi islam. Terbukti dari hasil penelitian bahwa tradisi Islam hadir dengan berbagi ragam. Atau bisa dikatakan setiap budaya atau aktivitas yang di lakukan selalu ada unsur Islam di dalamnya. Walaupun hanya doa pembuka dan penutup dari para tokoh Islam yang dipercaya sebagai orang alim. Penanaman nilai-nilai keislaman sangatlah tidak bisa terpisahkan dalam diri individu. Penanaman agama sedari kecil menjadi alasan utama mengapa perwujudannya menjadi suatu budaya atau kebiasaan yang wajib untuk dilakukan. Budaya lokal ataupun berbagai aktivitas yang berkaitan dengan nasionalisme pun seperti Bari’an atau kenduren yang dilakukan pada saat malam hari sebelum esoknya hari merdeka merupakan sebuah bukti bahwa apapun kegiatan yang dilakukan unsur keislaman tidak dapat terlepas. Para penduduk pribumi pun sangatlah antusias dalam menjalankan berbagai tradisi yang ada karena hal tersebut merupakan sebuah ajang silaturahmi antar warga. Namun, seiring berkembangnya zaman atau dominasi masyarakat industri ada beberapa hal atau aktivitas kecil yanb sebetulnya memiliki makna yang besar mulai ditinggalkan. Walaupun perwujudan tradisinya masih tetap ada, tetapi ada beberapa makna yang mulai diabaikan.

Pola Berbudaya Masyarakat Industrial

Masyarakt industrial merupakan sekelompok orang yang bekerja dalam sektor industri atau pabrik. Dengan berdirinya industri di berbagai penjuru tempat, bahkan di daerah pedesaan pun tanah yang memiliki nilai tinggi akan  kekayaan alamnya lambat laun hilang menjadi sebuah gedung dengan berbagai pencemaran yang mengikuti. Industri merupakan bagian dari sebuah proses produksi yang biasa diartikan sebagai aktivitas dalam bidang ekonomi yang berkaitan dengan pengolahan bahan baku atau pembuatan pembuatan suatu produk dengan menggunakan bantuan tenaga kerja manusia, sehingga dari hal ini yang menimbulkan kecerdasan pola pikir industrial di kalangan masyarakat yang diakibatkan oleh pengalaman kerja. [12]Berbagai peraturan dunia kerja yang tercipta dalam sektor industri pun kini berdampak pula bagi kelangsungan hidup sosial masyarakat. Budaya yang timbul dalam masyarakat kini menjadi lebih matrealis dan realistis. Sebuah budaya lokal yang berlatar belakang nilai-nilai ideologi yang kental akan adat dan sarat makna mulai terasingkan dan tidak mendapat tempat. Pekerja industri adalah mereka yang sudah merubah berbagi makna hidup dan pola pikirnya ke arah yang lebih realistis. Dalam artian dunia kerja yang sudah memakan waktu serta upah yang didapatkan pun tergolong tetap atau pasti setiap bulannya menjadikan kehidupannya merupakan suatu hal yang cukup. Tradisi dengan berbagai makna dan perwujudan merupakan suatu kegiatan yang akan menyita waktu dan istirahatnya. Dunianya sudah cukup dengan bekerja mendapatkan uang, bisa berekreasi dan bisa mengkonsumi apapun yang diinginkan. Perputaran masa yang saat ini menginjak sebuah modernisasi merupakan sebuah tantangan baru bagi kaum pribumi yang ingin selalu menjaga kelestarian tradisi. Dunia perindustrian merupakan sebuah langkah ekonomi yang diyakini bisa mencapai taraf kehidupan makmur masyarakat. Karena dengan satu perusahaan terbangun bisa menampung berbagai karyawan baik itu tenaga kasar maupun tenaga otak. Jadi bisa dikatakan industri merupakan sebuah langkah modernisasi dalam meningkatkan perekonomian masyarakat ke arah yang lebih baik dan terjamin. Namun, ada sisi positif yang di dapat impact negatif selalu mengikuti penjajahan ideologi yang dilakukan oleh kapitalisme semakin menjauhkan manusia dengan budaya lokal.

Teori Hegemoni Antonio Gramsci

Hegemoni secara terminologi berasal dari kata eugemonia yang memiliki arti “pimpinan”. Hegemoni bukanlah suatu hubungan dominasi yang dilakukan dengan menggunaka kekuasaan, tetapi suatu persetujuan yang memiliki latar belakang kepemimpinan ideologis.[13] Namun, Antonio gramsci memberikan sebuah gagasan dan makna akan hegemoni. Secara bahasa hegemoni merupakan sebuah kata yang tidak banyak diketahui orang. Hegemoni dapat diartikan sebagai suatu strategi perubahan kehidupan manusia. Hegemoni merupakan suatu perubahan yang dilakukan oleh kaum superior yang dampaknya akan menghasilkan suatu ketertindasan. Mengapa demikian, karena Hegemoni hadir dengan sifatnya yang terselubung, halus dan tanpa kekerasan verbal. Yang menjadi sasaran utamanya adalah ideologi dan budaya yang tercipta di masyarakat. Antonio gramsci menuangkan pemikirannya dengan menyatakan bahwa hegemoni merupakan suatu proses penguasaan kelas superior atau dominan terhadap kelas bawah atau tertindas, sehingga secara keterpaksaan kaum tertindas pun mendukung ide atau konsensus yang diajarakan atau akan diaktualisasikan. Penguasaan yang dilakukan tidak mengandung unsur kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat terhadap nilai-nilai masyarakat dominan dengan penguasaan basis pikiran, kemampuan kritis dan kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring masyarakat secara tidak sadar ke dalam kerangka birokrasi atau budaya kaum dominan dengan perlahan. Dari hal ini masuknya hegemoni dibuat dengan senatural mungkin. Konsep hegemoni merupakan kondisi atau proses dimana kelas dominan tidak hanya mengatur. Tetapi, memiliki peran untuk mengarahkan masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan yang berkaitan dengan moral dan intelektual. Hegemoni tercipta dimasyarakat yang memiliki tingkat konsensus yang tinggi dengan ukuran stabilitas sosial yang besar dan kaum kelas bawah dengan aktif mendukung dan menerima nilai-nilai, ide dan makna suatu budaya yang mengikat serta menyatupadukan pada struktur kekuasaan yang ada.[14] (John Storey)

Jika dikaitkan dengan “Eksistensi Tradisi Islam di Tengah Dominasi Masyarakat Industri” adalah tardisi islam merupakan suatu hasil ideologi dari masyarakat lokal yang selama beberapa tahun dipercayai, diimplementasikan dan menjadi sebuah ciri khas masyarakat tersebut. Namun, globalisasi dan perkembangan masa di Dunia inilah yang menjadikan berbagai perubahan tatanan kehidupan dan yang realitas terjadi adalah sektor industri yang kemudian merampas semua hak kaum agraria. Keseimbangan alam yang menjadi hunian manusia pun juga terampas dengan hadirnya industri di berbagai tempat dan terus menerus melakukan pembangunan. berkelanjutan tanpa ampun. Capaian ini dilakukan karena era 4.0 yang memiliki beberapa impian menuju kemajuan negara atau mencipatakn negara maju. Kapitalisme merupakan pemilik modal dari dunia perindustrian, secara finansial ia lebih memiliki segalanya, tidak hanya itu para kapitalisme bukanlah bersal dari golongan orang. Mereka merupakan individu yang berintelektual. Ibaratkan tidak pintar dan cerdas, pastilah tidak akan memiliki sebuah pemikiran yang secara tidak langsung menguasai dan tau bagaimana jalannya industri yang akan di bangun. Sedangkan kaum tertindas atau yang terhegemoni ialah para buruh atau karyawan yang terdiri dari para individu yang tidak memiliki kecerdasan akan ideologi, atau secara kasarnya hanya bisa menggunakan kekuatan fisik untuk bisa menyambung kebutuhan ekonomi. Ketergantungan inilah yang menyebabkan salah satu kaum tertindas dengan sukarela, yaitu para buruh. Walaupun tidak memungkiri secara keseluruhan perindustrian membutuhkan beberapa peran yang saling membutuhkan dan bergantung. Teori Hegemoni Antonio Gramsci ini memiliki alur bahwa dalam struktur sosial selalu ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan dan kalim kebenaran di mata publik atau masyarakat. Sehingga kelompok yang dominan dan berkuasa akan selalu berusaha untuk membuat masyarakat atau pihak yang dikuasai menerima nilai-nilai dan budaya tanpa perlawanan. Hegemoni adalah suatu kemenangan yang didapatkan oleh kaum superior dalam menyebarkan dan memengerauhi ideologi manusia.[15]

Kesimpulan

Eksistensi manusia mrupakan suatu hal yang dipercaya dan kemudian di aktukaisasikan di kehidupan. Sejatinya manusia tidak akan pernah mempercayai kebenaran sejati tanpa ada pengakuan atau perlakuan yang sama pula dari individu lainnya. Eksistensi manusia merupakan suatu aktivitas yang dilakukan berulang-ulang hingga menjadi sebuah kebiasaan yang paten atau wajib dilakukan dari masa ke masa. Tradisi Islam merupakan sebuah bentuk akulturasi antara budaya Jawa dengan ideologi atau nilai-nilai keislaman. Beberapa tradisi tersebut adalah Bari’an, Kenduren, Yasinan, Jam’iyah Diba’, Tilawah Khamis dan masih banyak yang lainnya. Namun, hal beberapa tradisi tersebut yang selalu mendapat antusiasme terbanyak di masyarakat. Karena hal tersebut merupakan sebuah perwujudan keagamaan yang kemudian dilakukan terus menerus sampai pada akhirnya masuklah budaya lokal masyarakat Jawa, Yakni Tumpengan. Adapun beberapa tradisi Jawa seperti tedak Siten, Mitoni, Ningkepi. Beberapa acara tersebut merupakan wujud berbudaya di tanah Jawa yang kemudian diadiopsi ulang dengan menghadirkan beberapa untaian doa dan pembacaan sholawat yang dimana hal tersebut mengandung unsur keislaman.

Masyarakat industri merupakan sebutan bagi para pekerja industri. Di desa tersebut yang dahulu merupakan sebuah pedesaan atau mayoritas masyarakatnya adalah kaum agraria. Masyarakt pedesaan ialah aktor para pewaris budaya dan tradisi, mereka adalah bagian dari turunan nenek moyang yang masih menganut kental budaya yang diajarkan. Dengan minimnya teknologi dalma berbagi link menjadikan sebuah buday mudah tercipta atau terlaksana. Sedangkan kini perubahan zaman menjadikan manusia cerdas tapi tak berbudaya dan Pintar tapi tak berempati. Pemikirannya yang selalu rasional dan matrealis mengakibatkan lunturnya tardisi Islam yang sebetulnya penuh akan makna. Dunia perindustrian membentuk karakter manusia menjadi lupa akan berbudaya dan menjalankan nilai agama. Karena ia sudah terlalu yakin bahwa sebetulnya kehidupan adalah uang dan kesenangan. Beragama atau unsur Tuhan merupakan suatu yang abstrak. Sehingga ada sebuah pepatah lebih mudah untuk mengajari orang yang bodoh dibandingkan orang yang keras kepala. Jadi maksudnya adalah para pewaris budaya bukanlah mereka yang berpendidikan tinggi, terkadang mereka hanyalah lulusan sekolah dasar saja. Namun mereka bisa mempersatukan sebuah ideologi Islam dengan budaya Jawa hingga menjadi suatu tradisi. Namun, kita sebagai generasi penerus adalah para generasi yang memiliki pemikiran yang luas akan teknologi dan sebagainya. Namun selalu merasa hebat dan egois akan berbudaya dan lupa bahwa berbudaya dan menjalin komunikasi antar manusia adalah suatu keharusan dan harus bisa diupayakan untuk melakukan pengadaptasian dengan proses belajar sampai kapanpun.

Sumber Referensi

Hudori, 2017.  Eksistensi Manusia, (Skripsi Fakultas Ushuludin, Lampung), H. 5

Marzuki, Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam ( Jurnal Fakultas Ilmu Sosial UNY, Yogyakarta ), H. 1

Laode Monto Bauto, 2014. PERSPEKTIF AGAMA DAN KEBUDAYAAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama), (JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Kendari ), H.15

Isa Anshori, 2018. Melacak State Of The Art Fenomenologi dalam Kajian Ilmu-Ilmu Sosial, HALAQA: Islamic Education Jurnal, 2 (2) 165-181. ISSN 2503-5045

Dewi Himmatul, wawancara oleh Emma Rahmatul Fitriana, 24 Desember 2021

Nur Islamiyah, wawancara oleh Emma Rahmatul Fitriana, 25 Desember 2021

Harun hadiwijayanto, Dari Sejarah Filsafah Barat 2, (Kanisius, Yogyakarta). Hal. 147

Ariyono dan Aminuddin Sinegar, 1984. Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo ) Hal. 4

Soekanto, 1993. Kamus Sosiologi (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada ) Hal. 459.

Van Peursen, 1976. Strategi Kebudayaan (Jakarta: Kanisus),  H. 11

Deden Sumpena, 2018. Islam dan Budaya Lokal, (Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 6 No.9, Bandung)

Ega Dini R dan Isa Anshori, 2021. Ekonomi Buruh Industri Pada Masa Pandemi Cofid 19, Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Vol. 12 No. 1

Roger Simon, 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist ) Hal. 19-20

M Athiyah Al Abrasyi, 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang )

Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ) Hal. 119-121

[1] Hudori , 2017.  Eksistensi Manusia, ( Skripsi Fakultas Ushuludin, IAIN Raden Intan, Lampung ), H. 5

[2] Marzuki, Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam ( Jurnal Fakultas Ilmu Sosial UNY, Yogyakarta ), H.1

[3] Laode Monto Bauto, PERSPEKTIF AGAMA DAN KEBUDAYAAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama), (JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014, Kendari ), H.15

[4] Isa Anshori, Melacak State Of The Art Fenomenologi dalam Kajian Ilmu-Ilmu Sosial, HALAQA: Islamic Education Jurnal, 2 (2), Desember 2018, 165-181. ISSN 2503-5045

[5] Dewi Himmatul, wawancara oleh Emma Rahmatul Fitriana, 24 Desember 2021

[6] Nur Islamiyah, wawancara oleh Emma Rahmatul Fitriana, 25 Desember 2021

[7] Harun hadiwijayanto, Dari Sejarah Filsafah Barat 2, (Kanisius, Yogyakarta). Hal. 147

[8] Ariyono dan Aminuddin Sinegar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1984), 4.

[9] Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1993), 459.

[10]  Van Peursen, Strategi Kebudayaan (Jakarta: Kanisus, 1976), 11.

[11] Deden Sumpena, Islam dan Buday Lokal, (Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 6 No.9, Januari 2012, Bandung)

[12] Ega Dini R dan Isa Anshori, Ekonomi Buruh Industri Pada Masa Pandemi Cofid 19, Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Vol. 12 No. 1 (April, 2021), 26-40, Publisher: Fakultas Ekonomi Universitas Musamus, p-ISSN:2085-8779, e-ISSN:2354-7723

[13] Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist, 1999. Hal. 19-20

[14] M Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1970)

[15] Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 119-121

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.