Dunia Pendidikan Instrumen Efektif Tumbuhkan Kesadaran Bernegara

Dunia Pendidikan Instrumen Efektif Tumbuhkan Kesadaran Bernegara

BANDUNG-(Jurnalislam.com)— Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menilai dunia pendidikan merupakan instrumen efektif untuk mendesiminasi pemahaman dan karakter yang produktif, termasuk dalam menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pendidikan bukan hanya untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan kebangsaan yang baik.

Menurutnya, ideologisasi bangsa ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui satuan pendidikan. Sehingga, semestinya tidak perlu terjadi adanya satuan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai yang kontraproduktif dengan ideologi kebangsaannya.

Berkenaan dengan itu, Wamenag melihat perlunya rumusan bersama agar penguatan moderasi beragama bisa lebih dimasifkan dalam dunia pendidikan, khususnya di kampus. “Moderasi beragama perlu lebih dimasifkan di dunia pendidikan, pada satu sisi, dan intoleransi dapat dihentikan, pada sisi lain,” terang Menag saat membuka International Conference on Education In Muslim Society KE-8 (8th ICEMS) yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, di Bandung, Senin (22/8/2022).

Hadir, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, Wakil Rektor UIN Gunung Jati Rosihon Anwar,  Dekan FITK UIN Jakarta Sururin, Kepala Balai Litbang Agama DKI Samidi dan para serta Panitia dan peserta International Conference on Education In Muslim Society KE-8 (8th ICEMS).

Dikatakan Wamenag, ada tiga hal mendasar yang bisa dilakukan dalam memasifkan penguatan moderasi beragama di kampus.

Pertama, mempromosikan kekayaan pengalaman sosial dan interaksi sosial lintas kelompok keagamaan di lingkungan satuan pendidikan. Kedua, memperbaiki iklim sosial satuan pendidikan dengan meningkatkan kultur toleransi beragama di kalangan sivitas akademika dan penghormatan kepada keragaman dan kelompok-kelompok minoritas.

Ketiga, program atau kebijakan peningkatan toleransi beragama di satuan pendidikan perlu memperhatikan kekhasan konteks sosial satuan pendidikan dan kondisi sosial-demografi peserta didik.

“Secara konkret, masing-masing kampus mengajarkan atau mengajak mahasiswanya untuk bertemu dengan agama-agama yang berlainan secara intelektual dan akademik, agar muncul sikap-sikap yang lebih apresiatif terhadap perbedaan keagamaan dan kekayaan tafsir keagamaan,” ujarnya.

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.