Di Ciamis, Dakwah Tauhid Mendapat Hambatan

CIAMIS (Jurnalislam.com) – Tiga spanduk berisikan penolakan terhadap kajian yang menyudutkan pemerintah terpasang di sekeliling kawat pembatas lapangan di depan Kantor Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tiga spanduk putih atas nama Aliansi Masyarakat Cinta Damai yang ditulis dengan pilok hitam tersebut bertuliskan; 1. “Syariat Islam Yes, Radikalisme No”. 2. “Kami Bukan Thoghut, Kami Manusia Bukan Setan”. 3. Stop Pengkafiran, Kami Muslim Bukan Kapir”.

Menurut Bapak Totong, kepala desa Dewasari pemasangan spanduk tersebut adalah respon dari warga Dewasari yang merasa diresahkan dengan adanya pengajian bulanan yang digelar oleh Jamaah Ansharut Tauhid di Masjid Al Hidayah yang menurutnya pembahasan kajian tersebut bertentangan dengan masyarakat Dewasari yang berkepemerintahan.

“Karena warga merasa tidak ridho dengan apa yang dituliskan di dalam spanduk. Karena di Dewasari saat ini ditakdirkan ada Jamaah Ansharut Tauhid yang dipimpin oleh Al Mukarom Bapak KH. Abu Bakar Ba’asyir,” katanya saat ditemui Jurnalislam.com selepas sholat Isya di teras Masjid Al Hidayah, Senin (12/05/2014).

Beliau melanjutkan, menurut informasi yang ia terima bahwa diantara fatwa-fatwa Jamaah Ansharut Tauhid ada yang menyatakan mengkafirkan perempuan yang tidak berjilbab. Namun ia tidak bisa menyebutkan sumber yang menyatakan fatwa tersebut.

“Ansharut Tauhid. Jika Anda ingin tahu referensinya, yang berhak memberikan penjelasan adalah Ansharut Tauhid. Silahkan Anda tanya kepada Jamaah Ansharut Tauhid,” jelasnya di depan para pengurus Masjid Al Hidayah yang notabene adalah ikhwan dari JAT.

Tidak hanya itu, Pak Totong juga membeberkan fatwa-fatwa JAT seperti haramnya menjadi PNS, aparat keamanan, demokrasi dan hormat bendera.

“Jadi PNS, jadi POLRI, jadi ABRI, berdemokrasi, hormat terhadap bendera itu haram hukumnya. Itu diantara fatwa Ansharut Tauhid,” paparnya saat ia menjelaskan informasi yang sampai kepadanya.

Ia melanjutkan, “Agenda pemerintah secara keseluruhan hukumnya haram bagi siapapun yang mengikuti agenda pemerintah itu. Seperti dari bawah pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, sampai Pileg pun mereka (JAT) tidak mengikutinya. Itu diantara faham-faham Ansharut Tauhid,” lanjutnya.

“Itu yang meresahkan seluruh warga. Setiap saya datang ke pelosok-pelosok (Desa Dewasari) yang enam dusun ini, bukan saya mencari-cari kesalahan, tapi mereka sendiri yang berbicara seperti itu,” claim Kepala Desa yang baru menjalani 2 bulan masa jabatannya itu.

Selain itu Kepala Desa juga menegaskan pandangannya terhadap JAT yang sebelumnya telah ia sampaikan kepada pihak Jamaah Ansharut Tauhid saat berkunjung ke kantornya bulan lalu. Ia menjelaskan bahwa perbedaaan pemahaman itu sunatullah.

“Kami menghormati setiap pendapat yang berbeda dengan saya, perbedaan pendapat itu sunatullah. Rambut boleh sama hitam, tapi hati pola pikir boleh berbeda dan tergantung disiplin ilmunya, para mufassir pun seperti itu. Tapi Karena masyarakat dewasari adalah masyarakat yang berkepemerintahan, bernegara, ber-NKRI, jadi siapapun dari kelompok manapun yang sepaham dengan kami silahkan tinggal di Dewasari, hidup damai dengan masyarakat Dewasari. Kalau tidak, silahkan tafsirkan sendiri,” ujarnya

Berbeda dengan penjelasan Ustadz Endang, Imam Masjid Al Hidayah yang rumahnya hanya berjarak belasan meter dari Masjid tersebut.

“Sebenarnya tidak ada masalah dengan warga soal pengajian kami.  Kami dekat dengan warga disini, semuanya tidak ada yang mempermasalahkan pengajian kami. Buktinya warga sendiri yang mencopot spanduk itu,” bantahnya.

Salah seorang jamaah yang baru datang untuk melaksanakan shalat Isya tiba-tiba berkata bahwa kami butuh kajian tauhid yang lurus.

“Kami butuh pengajian yang membahas tentang tauhid yang lurus,” katanya.

Menurut keterangan Ketua DKM Masjid Al Hidayah, Bapak Ayi bahwa warga sendirilah yang mencopot spanduk tersebut selepas dzuhur karena warga khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Kami sebetulnya tidak berencana untuk mencopot spanduk itu. Biar saja lapuk dimakan cuaca. Tapi masyarakat yang khawatir mengambil inisiatif. Akhirnya setelah sholat Dzuhur warga mencopot spanduk itu lalu memberikannya kepada pihak Desa,” tuturnya.

Siapa Aliansi Masyarakat Cinta Damai?

Menurut Kepala Desa, Aliansi itu adalah suara mayoritas masyarakat Dewasari. Tetapi ia pun enggan untuk menelusuri siapa penanggungjawabnya.

“Gak tau saya, yang penting mah itu mengatasnamakan warga Dewasari, saya yakin seperti itu. Saya rasa tidak perlu untuk menempuh jalur itu (menelusuri siapa pemasangnya-red). Yang penting saya selaku Kepala Desa punya kewajiban untuk selalu menciptakan suasana yang kondusif,” katanya.

Ketika malam Ahad (09/05/2014) Ustadz Endang dan Bapak Ayi sempat mendapat ancaman dari salah seorang pengurus desa bahwa warga yang resah telah berkumpul untuk menyerang.

“Orang itu bilang ke Pak Asep (salah satu pengurus Masjid), kami tinggal nunggu perintah Pak Kades. Kalau Pak Kades memerintahkan, kami akan menyerang ke rumah Pak Ayi dan Pak Endang,” kata Ustadz Endang

Kabar itu dibenarkan oleh Kepala Desa sendiri.

“Mohon maaf sebelumnya kepada Ustadz Endang dan semuanya. Warga dari berbagai penjuru menunggu perintah saya. Perintah saya yang tentunya konotasinya negatif terhadap Ansharut Tauhid, tapi oleh saya diredam, jangan sampai bersikap anarkis. Intinya mereka tidak menyetujui dengan keberadaan Jamaah Ansharut Tauhid di desa Dewasari,’ pungkasnya.

Ketika ditanya apakah pengajian Ansharut Tauhid di Masjid Al Hidayah itu menyuruh jamaahnya untuk berbuat kekerasan, beliau menjawab tidak tahu.

“Saya tidak pernah ikut pengajiannya, tapi isu yang sampai kepada saya diantara fatwanya seperti itu,” lanjutnya.

Wawancara kami dilanjutkan di kantor Desa. Disana sudah ada Kapolsek, Danramil, Camat Cijeungjing, Kanit Reskrim Polres Ciamis disertai beberapa intel dari polres Ciamis dan beberapa aparat TNI dari koramil Cijeungjing. Disana pertanyaan yang sama kami ajukan ke Kapolsek, Camat dan Danramil, yang intinya sesuai dengan jawaban Bapak Kepala Desa.

"Kami hanya mengamankan," jawab Danramil singkat.

Sebelum akhirnya Kepala Desa memberi penegasan terakhir.

"Intinya seperti ini, kami tidak menginginkan Jamaah Ansharut Tauhid ada disini," tegasnya. (amaif)

Masjid Al Hidayah adalah Masjid warga yang saat ini kepengurusannya diamanahkan oleh warga Dusun 6 RT 03 Desa Dewasari kepada Bapak Ayi. Karena Bapak Ayi bersama ikhwan lainnya lah yang sehari-hari mengurus keperluan Masjid. Kebetulan mereka adalah ikhwan dari Jamaah Ansharut Tauhid. Selain dekat dengan rumah Bapak Ayi, Masjid ini juga berdekatan dengan Kantor Desa Dewasari di kompleks lapangan bola desa Dewasari.

Namun Kepala Desa yang menjabat saat ini tidak mengakui adanya kepengurusan Masjid tersebut. Tidak jelas alasan Bapak Totong kenapa dirinya menolak kepengurusan Masjid Al Hidayah saat ini. Dirinya yang baru menjabat 2 bulan, sedangkan DKM Masjid Al Hidayah yang diketuai oleh Pak Ayi telah bertahun-tahun. Pernyataan itu pun diprotes oleh Kepala Desa sebelumnya, Bapak Aziz karena menurutnya Masjid Al Hidayah sudah jelas kepengurusannya.

“Waktu saya masih menjabat Kepala Desa Dewasari tidak ada masalah dengan aktifitas di Masjid ini. DKM Masjid Al Hidayah dibentuk setelah Haji Hasan (Ketua DKM Sebelumnya) meninggal. Akhirnya kami dan warga sepakat mengangkat Pak Ayi sebagai gantinya,” tegasnya. (amaif)

 

 

 

 

 

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.