JAKARTA (Jurnalislam.com) – Masjid Istiqlal akhir-akhir ini menjadi buah bibir. Sebab ulama syiah Iran, Ali Akbar Rashad, lolos ceramah di Masjid terbesar se-Asia Tenggara itu pada Jum’at (21/11). Masyarakat pun mengkritik Badan Pelaksana Masjid Istiqlal yang berada di bawah Kementerian Agama tersebut.
Mendengar hal ini, Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal, H Mubarak menegaskan bahwa ulama tersebut tidak menyebarkan dan menonjolkan pahamnya.
“Dia ceramah tentang peran negerinya di dalam konstelasi dunia Islam. Dia juga menyeru persatuan atau kerukunan umat Islam, dan mendukung perjuangan palestina. Dia tidak ceramah tentang paham yang dia anut atau menonjolkan ajarannya,” ujarnya saat ditemui Islampos di Masjid Istiqlal, Selasa, (25/11).
Saat ditanya, apakah dirinya tahu paham tokoh itu syiah? Mubarak menjawab pihaknya tidak menelisik paham ulama itu. Meskipun, lanjutnya, secara umum orang-orang memahami yang datang dari Iran itu pahamnya Syiah, akan tetapi dia shalat Jum’at.
“Mereka (orang Iran,red) biasa ke Masjidil Haram dan berziarah ke Madinah. Mereka juga pergi haji. Ukuran saya, banyak orang Iran yang pergi haji. Ini bukan pertama kali ulama Iran ceramah di masjid Istiqlal, tapi sudah sering,” tambahnya.
Dia menjelaskan, ceramah tersebut datang atas permintaan Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra kepada Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal. “Ceramah ini inisiatif mereka,” ujarnya.
Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra sendiri didirikan pada tahun 2012 di Jakarta Selatan. Saat didirikan ketua Prodi dipegang antara lain Dr Umar Shahab, MA dan Dr. Haidar Bagir MA.
Beberapa pengajar dalam sekolah tinggi filsafat ini adalah lulusan Iran. Di antaranya, Dr. Khalid Walid, alumnus dari Qom dengan desertasinya “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”. Walid juga Wakil Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta. Kini Walid dipercaya sebagai Ketua STFI Sadra. Pengajar lain juga ada Abdullah Beik, MA, lulusan Qom tahun 1991 dan Dr. Muhsin Labib.
Syiah Punya Strategi Taqiyyah
Menanggapi hal ini, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Musthofa Ya’kub mengungkapkan, meskipun ulama syiah itu tidak menyebarkan pahamnya, namun itu hanya strategi taqiyah (kebohongan) saja ketika syiah lemah atau tidak berkuasa.
“Setelah saya mendengar terjemahan ceramahnya, memang benar ulama syiah itu tidak menyebarkan paham syiah. Akan tetapi isi ceramahnya ada yang menyerempet-menyerempet. Ulama syiah itu mengatakan tidak ada dikotomi antara syiah dan ahlussunnah,” tuturnya kepada Islampos melalui sambungan telepon, Rabu pagi (26/11).
Dia menambahkan, isi ceramah ulama syiah yang menyeru persatuan umat Islam itu, tidak sesuai dengan kenyataan.
“Setiap musim haji yang saya amati, orang syiah tidak mau shalat di belakang orang ahlussunnah. Kemudian di Iran, muslim tidak diberi hak hidup. Kemudian apakah ada masjid-masjid ahlussunnah di Iran?” ujarnya.
Mengenai hajinya orang-orang syiah, menurut ulama alumni Universitas Islam Muhammad Imam bin Saud, Riyadh ini, karena orang syiah menggunakan strategi taqiyyah dengan mengaku-ngaku muslim. “Jangankan orang syiah, orang sesat di Indonesia juga bisa pergi haji karena mengaku muslim. Jadi kita tidak bisa salahkan Arab Saudi,” katanya.
“Oleh karena itu, kalau Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal belum tahu syiah, tanya kepada ahlinya. Jangan memutuskan sendiri,” tambahnya.