Belajar Keteladanan dari Ibrahim dan Ismail

Belajar Keteladanan dari Ibrahim dan Ismail

ARAFAH (Jurnalislam.com)— Usai mendirikan Ka’bah, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk memanggil umat manusia agar berhaji. Awalnya Ibrahim ragu dan mengadu; “Ya Allah, bagaimana saya bisa memangggil orang di seluruh belahan bumi sepanjang masa, sementara suaraku tidak bisa didengar mereka.”

Saat itu, Makkah adalah sebuah lembah yang tidak tumbuh pepohonan, tidak ada kehidupan. Di dekat Ibrahim hanya ada istri dan anaknya. “Siapa yang akan mendengar panggilanku?”

Kata Allah, tugasmu hanya memanggil. Akulah yang akan menyampaikan pesan dan panggilanmu kepada manusia di setiap zaman.

Penggalan kisah ini disampaikan oleh Sekretaris Amirul Hajj KH Muchlis M Hanafi saat memberikan ceramah usai Magrib-Isya berjamaah di tenda masjid misi haji Indonesia di Arafah, Sabtu (10/08).

“Diriwayatkan, ketika Ibrahim memanggil, bukit merunduk. Bahkan, semua yang ada di muka bumi, termasuk yang dalam rahim, mendengar dan menjawab labbaikallaahumma labbaik,” tuturnya.

Kisah ini mengandung pesan bahwa Allah memerintahkan Ibrahim (baca: umat manusia) untuk mengerjakan apa yang bisa dilakukan. Apa yang ada di luar kekuasaan manusia, serahkan kepada-Nya.

“Setiap Rasul, tugasnya hanya menyampaikan. Rasul tidak bisa mengubah orang mendapat hidayah,” tuturnya.

“Apa yang berada di luar kekuasaan kita, serahkan kepada Allah. Lakukan yang terbaik dengan penuh keikhlasan,” lanjutnya.

Pesan kedua yang bisa dipetik dari kisah Ibrahim adalah tentang doa. Menurut Muchlis, Allah dalam Alquran sudah menjanjikan untuk menjadikan Makkah sebagai negeri yang aman (matsaabatan lin naasi wa amna). Meski demikian, Ibrahim tetap bermohon, agar Allah menjadikan Makkah sebagai negeri yang aman (baladan aaminan).

“Ibrahim mengajarkan kepada kita, betapapun kita dalam kenikmatan besar, jangam pernah berhenti berdoa. Jangan putus hubungan dengan Allah dalam doa,” ucapnya.

“Jangan pernah berhenti berdoa.  Kebersamaan dan kedekatan dengan Allah inilah yang akan mendatangkan banyak anugerah,” sambungnya.

Menurut Muchlis, senjata Ibrahim menjadikan kota Makkah sebagai negeri aman adalah doa-doa yang dipanjatkannya.

Sumber: kemenag.go.id

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.