JAKARTA (jurnalislam.com)– Baitul Maqdis Institute mengecam keras kehadiran Peter Berkowitz, akademisi asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai pendukung kebijakan agresif Israel terhadap Palestina, dalam kegiatan orasi ilmiah di Universitas Indonesia (UI), Ahad (24/8/2025).
Direktur Utama Baitul Maqdis Institute, Fahmi Salim Lc. M.A, menilai langkah UI memberikan panggung kepada Berkowitz mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh dunia akademik.
“Peter Berkowitz, mantan pejabat AS pada era periode pertama Presiden Donald Trump, tercatat sebagai salah satu arsitek narasi pembenaran terhadap tindakan militer Israel yang telah menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, di Jalur Gaza. Hingga kini, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat hampir 63.000 warga Gaza tewas sejak Oktober 2023, termasuk ratusan warga yang mati kelaparan akibat genosida penjajah Israel,” tegas Fahmi dalam siaran pers yang diterima Jurnalislam.com, Ahad (24/8/2025).
Baitul Maqdis Institute menyoroti sejumlah tulisan Berkowitz yang terbit di media konservatif Amerika Serikat, realclearpolitics.com, yang dinilai bias dan membela penjajah Israel. Tulisan-tulisan tersebut antara lain Human-Rights Bodies Corrupt Human Rights To Vilify Israel (27 April 2025), Disregarding Military Necessity To Accuse Israel of War Crimes (22 Desember 2024), dan Trump and Congress Gear Up To Fight Campus Antisemitism (24 November 2024).
Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute, Pizaro Gozali Idrus, menegaskan kehadiran Berkowitz di UI bertolak belakang dengan sikap bangsa Indonesia yang selama ini konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina.
“Kami menyerukan kepada Universitas Indonesia untuk menginvestigasi kejadian ini dan menuntut posisi UI secara nyata dan praktis sebagai institusi yang berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan universal, bukan malah memfasilitasi tokoh-tokoh yang mendukung penjajahan dan pelanggaran hak asasi manusia.,” ujarnya.
Baitul Maqdis Institute juga mengajak kalangan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat luas untuk tetap kritis terhadap upaya normalisasi penjajahan Israel yang dibungkus dengan nama akademik maupun diplomasi.
Sejak agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat hampir 63 ribu warga Gaza tewas, termasuk anak-anak dan perempuan, serta ratusan lainnya meninggal akibat kelaparan.