Oleh: Dr. H. Mohammad Ghozali, MA
Selain itu pemikiran yang lahir dari sosialisme ini, yaitu materialism historis dan evolusi materi adalah pemikiran yang keliru sebab bertentangan dengan fithrah manusia. Materi tidak berevolusi dengan sendirinya. Namun melalui pengaruh hukum. Dan hukum inilah yang membuat cara tertentu hingga terjadi perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Konversi ini tidak terjadi dari materi.
Oleh karena itu, konversi itu terjadi melalui sesuatu yang lain di luar materi. Yaitu selain materi ada sesuatu yang lain yang memaksanya hingga terjadi terjadi perubahan (konversi) dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Kekuatan yang memaksakan (factor ekstern) itulah yang menyebabkan materi berubah bentuk . Dengan demikian tidak ada evolusi yang terjadi sendiri . Ini menunjukkan kerusakan filsafat materialism serta kerusakan system yang lahir darinya. Berdasarkan aspek ini, maka system sosialisme marxisme adalah system yang rusak.
Politik Ekonomi Islam sebagai Sistem Ideal
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka jelaslah bahwa pemikiran-pemikiran yang menjadikn peningkatan pendapatan nasional sebagai asas system ekonomi adalah kekeliruan. Pemikiran pemikiran sosialisme negara adalah keliru sebab bertentangan dengan realitas. Pemikiran-pemikiran keadilan social justru memperpanjang umur system kapitalisme.
Oleh karena itu, tidak lah benar bila seorang muslim mempropagandakan system tersebut ataupun mencoba menerapkannya. Sebab dilihat dari aspek pemikirannnya sudah banyak ketimpangan-ketimpangan atau dengan kata lain ada kerusakan. Disamping negara-negara besar Barat untuk memperpanjang umur imperalisme dan memperkokoh eksistensi system kapitalisme.
Sebuah pertanyaan yang harus di jawab oleh semua orang Islam yaitu politik ekonomi manakah yang dapat diterapkan secara praktis di masa sekarang sebagai solusi terhadap masalah ekonomi? Mengingat doktrin pertumbuhan pendapatan Nasional, sosialisme dan keadilan social merupakan pemikiran pemikiran yang rusak.
Jawabannya adalah bahwa politik ekonomi di negara dimanapun harus dibangun dari pemikiran yang komprehensif tentang alam, manusia dan kehidupan. Yaitu Politik Ekonomi Islam. Karena hanya di dalam konsep Islam pemikiran yang konprehensif tentang alam, manusia dan kehidupan.
Bagi mereka yang hendak membicarakan tentang politik ekonomi negara, harus menggambarkan dan memahami realitas negara tersebut, serta mengetahui apa yang dibutuhkannya. Jika realitas negara itu tidak meiliki pemikiran yang konprehensif, maka mereka akan menggambarkan politik ekonomi dengan tidak konstan. Sebab mereka tidak memiliki pemikiran yang konprehensif untuk membangun politik ekonomi yang orisiinil dan konstan.
Baca juga: Politik Ekonomi Islam Dalam Hegemoni Kapitalisme dan Sosialisme (1)
Secara realita pula negeri-negeri Islam saja yang memeluk pemikiran yang konprehensif yang khas tentang alam, manusia dan kehidupan yaitu berlandaskan aqidah Islam. Sehingga secara realita yang hadir dalam peradaban sekarang ini, pemikiran kapitalis dan sosialisme dipaksakan dijadikan asas dalam membangun solusi masalah kehidupannya. Olehkarena itu tidak layaklah dan tidak cocok rancangan politik ekonomi kapitalisme dan sosialisme diterapkan di negeri-negeri Islam. Sebab kebijaksanaan politik ekonomi kapitalisme dan sosialisme sangat jauh berbeda dengan konsep yang ada di dalam Islam, dan kedua pemikiran itu merupakan pemikiran yang buruk yang tampak sekali kebobrokannya.
Dengan demikian sebuah keharusan bagi negeri-negeri Islam merancang politik ekonominya sendiri berdasarkan pemikiran konprehensif yang dianutnya, yaitu aqidah Islam. Artinya kebijakan ekonomi negeri-negeri Islam harus kembali dan berupa hukum-hukum syara’ yang digali dari al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka kebijakan ekonomi selain itu dilarang di terapkan karena kebijakan tersebut rusak. Alasannya adalah rancangan dan usaha penerapannya tidak mengantarkan kecuali pada bertambahnya akumulasi masalah-masalah ekonomi, semakin miskinnya manusia, pengabadian keterbelakangan dan ketertekanan.
Politik ekonomi negeri-negeri Islam harus menggunakan politik ekonomi yang Islami yaitu seluruh kebijakan ekonomi bersumber dari syari’at Islam. Politik ekonomi adalah target yang menjadi sasaran hukum-hukum yang menangani pengaturan perkara-perkara manusia. Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer (al hajat al asasiyah/basic needs) tiap tiap individu dan memenuhi kebutuhan sekunder dan lux (al hajjat al kamaliyah) nya sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki gaya hidup khas.
Islam memandang tiap orang secara individu, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Islam memandang individu sebagai manusia, maka dalam tataran perencanaan ekonomi dalam Islam memperhatikan beberapa simpul: pertama kali harus dipuaskan kebutuhan primernya secara menyeluruh. Kedua Islam memandangnya sebagai individu tertentu yang memungkinkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya, kemudian ketiga pada saat yang sama Islam memandangnya sebagai orang yang terikat dengan sesamanya dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan mekanisme tertentu, sesuai dengan gaya hidup Islam. Keempat Islam memperhatikan setiap individu itu sendiri, bukan sebuah kumpulan individu-individu yang hidup di beberapa negeri.
Perpektif Islam terhadap persoalan diatas ini merupakan asas politik ekonomi Islam, bahwa tiap individu itu adalah individu yang memerlukan pemenuhan kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh terhadap kebutuhan primer dan tiap individu adalah manusia yang membutuhkan jaminan pemeliharaan akan barang dan jasa yang menjadi tuntutan hidup tiap-tiap individu.
Baca juga: Politik Ekonomi Islam Dalam Hegemoni Kapitalisme dan Sosialisme (2)
Dengan demikian politik Islam tidak sekedar meningkatkan taraf hidup dalam sebuah tatanan negara semata. Tidak menjadikan pertumbuhan pendapatan nasional sebagai asasnya, dan tidak pula memperbanyak barang dan jasa yang menjamin terwujudnya kemakmuran hidup manusia kemudian membiarkan mereka bebas mendapatkannya sesuai yang mereka mampu menjamin terwujudnya dengan memberikan kebebasan memiliki dan bekerja.
Politik Ekonomi Islam tidak lain merupakan solusi masalah-masalah mendasar bagi tiap-tiap individu dengan kapasitasnya sebagai manusia, menjadikan tiap individu mampu meningkatkan taraf hidupnya, dan merealisasikan kemakmuran dirinya sebagai seorang individu.
Selain itu Politik ekonomi Islam menjadikan nilai-nilai luhur yang mendominasi setiap interaksi yang terjadi diantara individu. Inilah politik ekonomi Islam, dan atas dasar inilah hukum – hukum ekonomi dibangun.
Seyogyanya Politik ekonomi Islam yang harus dijadikan landasan bagi negeri-negeri Islam, bukan pertumbuhan pendapatan Nasional dan terwujudnya apa yang dinamakan dengan keadilan social, dan bukan pertumbuhan pendapatan nasional, serta sosialisme negara. Namun politik ekonomi harus bertujuan menjamin pendidtribusian kekayaan negara, baik internal ataupun eksternal bagi semua individu warga negara atau persatu, sehingga terjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer tiap individu secara menyeluruh, serta bertujuan menjamin tiap individu memenuhi semua kebutuhan sekundernya sebesar kadar kemampuannya. Artinya asas yang dibangun berupa hukum-hukum dan kaidah-kaidah ekonomi untuk merealisasikannya, bukan meningkatkan kekayaan dan memperbanyaknya. Akan tetapi berupa pendidtribusian kekayaan dan pendistribusian yang menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer (al hajjat al-asasiyah) secara menyeluruh bagi tiap individu rakyat, dan menjadikan masing-masing individu dari kemampuan mereka mampu memenuhi kebutuhan kebutuhan sekunder dan luxnya (al-hajjat al-kamaliyah) nya. Jadi dasar ekonomi Islam adalah pendistribusian kekayaan, bukan pada pertumbuhan kekayaan.
Pengelolaan bidang ekonomi dalam Islam terbagi menjadi dua bagian yang benar benar terpisa, dan satau sama lainnya tidak ada hubungannya. Bagian pertama, Politik Ekonomi dan tatanan pengelolaan terbagi menjadi 2 hal;
Garis-garis besar sumber ekonomi. Dalam sumber ekonomi ini ada empat bagian yang dikelola yaitu, pertanian, perindustrian, perdagangan dan usaha manusia. Garis-garis tentang jaminan kebutuhan-kebutuhan pokok.
Bagian kedua; Garapan tentang bertambahnya harta karena multiplikasi harta itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi setiap negara. Misalnya keadaan di Suriah, berbeda dengan keadaan kawasan di Pakistan ataupun Iran. Olehkarena itu pengelolaannya pun sesuai dengan tuntutan-tuntutan kondisi masing masing wilayah.
Kesimpulan
Negara kapitalis imperalis berfikir bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan imperalisme di negeri negeri muslim kecuali dengan mengubah taktik penjajahan dan tidak ada jalan untuk mengambil wilayah imperalismenya dari sisa-sisa negara terjajah dengan melakukan taktik baru imperalisme (neo Imperalisme).
Menurut sistem kapitalisme pertumbuhan produksi merupakan dasar penyelesaian masalah ekonomi, bukan kehidupan pada tiap tiap individu dari masyarakat.
Propaganda tentang pengembangan dan perencanaan perekonomian, semuanya merupakan propaganda terselubung (kamuflase). Sebab maksud sebenarnya adalah memperkokoh eksistensi system kapitalisme di suatu negara dengan memelihara asas dan menambahnya dengan konsep sosialisme, yaitu sosialisme negara dan keadilan sosial. Sehingga kapitalisme tetap dapat diterapkan disuatu Negara dan mengontrol setiap interaksi kaum muslimin.
Politik ekonomi di negara dimanapun harus dibangun dari pemikiran yang konprehensif tentang alam, manusia dan kehidupan. Hal ini merupakan solusi masalah masalah mendasar bagi tiap-tiap individu dengan kapasitasnya sebagai manusia, menjadikan tiap individu mampu meningkatkan taraf hidupnya, dan merealisasikan kemakmuran dirinya sebagai seorang individu.
Selain itu Politik ekonomi Islam menjadikan nilai-nilai luhur yang mendominasi setiap interaksi yang terjadi diantara individu. Inilah politik ekonomi Islam, dan atas dasar inilah hukum – hukum ekonomi dibangun.
Asas yang dibangun berupa hukum-hukum dan kaidah-kaidah ekonomi untuk merealisasikannya, bukan meningkatkan kekayaan dan memperbanyaknya. Akan tetapi berupa pendidtribusian kekayaan dan pendistribusian yang menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer (al hajjat al-asasiyah) secara menyeluruh bagi tiap individu rakyat, dan menjadikan masing-masing individu dari kemampuan mereka mampu memenuhi kebutuhan kebutuhan sekunder dan luxnya (al-hajjat al-kamaliyah) nya. Jadi dasar ekonomi Islam adalah pendistribusian kekayaan, bukan pada pertumbuhan kekayaan.