TEXAS (Jurnalislam.com) – Ahmed Mohamed, remaja Muslim yang menjadi sorotan internasional setelah ditangkap ketika seorang guru mengira jam buatannya sendiri adalah bom, berharap agar diskriminasi rasial dan Islamophobia segera berakhir.
Siswa yang duduk dikelas 9 tersebut mengatakan ia merasakan sikap prasangka curiga polisi ketika seorang perwira berkulit hitam berkata, "Yup, itulah perkiraan saya" saat pertemuan awal dengan Ahmed.
"Saya meminta untuk menelepon orang tua saya, mereka bilang kau tidak bisa memanggil orang tuamu. Saya meminta pengacara, mereka mengatakan kau terlalu muda untuk memiliki pengacara," kata Ahmed kepada Anadolu Agency. "Mereka melanggar hak-hak saya. Meskipun saya seorang minoritas saya masih memiliki hak di bawah Konstitusi, Amandemen Pertama, dalam Konstitusi, Bill of Rights (undang-undang hak asasi)."
Ahmed yakin bahwa sangat mungkin ia dianiaya karena warna kulit atau agamanya. "Saya berharap untuk tidak hanya menyingkirkan Islamophobia tetapi saya juga berharap untuk menyingkirkan diskriminasi rasial," katanya.
Ahmed diborgol dan digiring keluar dari MacArthur High School di Irving, Texas, oleh polisi pada hari Senin ketika seorang guru, yang ia tunjukkan jam buatannya, mengira jam itu adalah bom.
Meskipun Ahmed telah bersikeras menjelaskan bahwa perangkat tersebut hanyalah sebuah jam, polisi menolak penjelasan Ahmed dan menuntut "penjelasan yang lebih luas" mengenai fungsi perangkat sebelum mengirim dia ke pusat penahanan remaja, didakwa membangun sebuah bom tipuan. Dia dibersihkan dari semua tuduhan beberapa hari kemudian .
Aktivis hak-hak sipil dan jutaan pendukung Ahmed di media sosial menuduh bahwa nama Muslim yang umum digunakan warga Amerika-Sudan dan warna kulit Ahmed membuat polisi bertindak salah.
Ahmed yang awalnya takut menghadapi situasi mendadak tersebut, mengatakan dukungan yang ia terima dari orang-orang seperti Presiden Obama yang mengundangnya ke Gedung Putih untuk memamerkan penemuannya; undangan dari NASA untuk mengoperasikan Mars rover; dan tawaran magang dari Twitter, telah memberinya kekuatan untuk melalui penderitaannya. Ahmed berharap bahwa suatu hari ia akan menghadiri kelas di Massachusetts Institute of Technology.
"Saya tidak merasa takut lagi, malah sebenarnya aku merasa mereka takut padaku sekarang," katanya.
Dan bahkan Presiden Sudan, Omer al-Bashir, yang ditentang ayah Ahmed untuk kepemimpinannya di negara itu, telah mengundang Einstein muda tersebut untuk berkunjung, menurut ayahnya, Mohamed.
"Aku akan pergi ke Gedung Putih segera," kata Ahmed tapi tidak memberikan rincian kunjungannya ke Washington atau undangan lainnya.
Ayah Ahmed, Mohammed El-Hassani Mohamed, tidak mengerti mengapa anaknya diperlakukan dengan cara seperti itu oleh polisi.
"Sungguh aneh bahwa mereka bingung mengira sebuah jam adalah bom," katanya. "Mereka menelepon saya. Ketika aku sampai di sana, mereka mengatakan kepada saya 'anak Anda telah merakit sebuah bom tipuan' dan saya melihat benda itu kemudian aku berkata, 'itu bukan bom tipuan." Saya mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah polisi sehingga seharusnya dapat mengetahui perbedaan antara bom dan jam alarm. "Sangat konyol dan memalukan.”
El-Hassani Mohamed mengatakan, polisi memperlakukan anaknya sebagai penjahat dewasa, bukan anak sekolah, karena mereka menempatkan tangannya di belakang punggungnya, memborgol serta menahannya.
"Dia dihina, dan dianiaya," kata El-Hassani Mohamed. "Setiap orang akan takut jika ia menemukan lima polisi di sekelilingnya, terutama anak berusia 14 tahun."
Ahmed tidak tidur dengan baik selama tiga hari setelah cobaan tersebut dan nafsu makannya menurun selama waktu itu, ayahnya mengatakan seraya menambahkan bahwa anaknya tidak akan kembali ke MacArthur High School.
Ahmed saat ini sedang menjalani home schooling sebagai pilihan pendidikannya.
"Ketika seseorang mengatakan bahwa Anda tidak bisa melakukan sesuatu, Anda bisa menunjukkan bahwa mereka salah dengan melakukan hal tersebut," kata Ahmed. "Jangan biarkan warna kulit dan agama Anda menghentikan Anda untuk menjadi siapa saja yang Anda inginkan," Ahmad yang berusia 14 tahun dan dewasa sebelum waktunya menyarankan kepada anak-anak lainnya. "Kejadian ini tidak menghentikan saya. Ini tidak akan menjadi penemuan pertama saya, dan bukan penemuan terakhir saya."
Deddy | Anadolu Agency | Jurniscom