Pasca Gencatan Senjata, Hamas Bersihkan Gaza dari Milisi yang Bekerja untuk Israel

Pasca Gencatan Senjata, Hamas Bersihkan Gaza dari Milisi yang Bekerja untuk Israel

GAZA (jurnalislam.com)– Pemerintah Gaza yang dipimpin Hamas menawarkan amnesti kepada kelompok-kelompok bersenjata di wilayah tersebut dalam upaya memulihkan ketertiban pasca bentrokan berdarah dengan milisi lokal yang menewaskan puluhan orang pada pekan kedua Oktober 2025.

Bentrokan sengit terjadi antara pasukan keamanan Hamas dan kelompok bersenjata yang terkait dengan keluarga Doghmush, salah satu klan berpengaruh di Gaza, setelah pasukan pendudukan Israel menarik diri dari Kota Gaza pada akhir pekan.

Sedikitnya delapan pejuang Hamas dan 19 anggota keluarga Doghmush dilaporkan gugur dalam pertempuran yang terjadi di sekitar Rumah Sakit Yordania, kawasan Sabra, Kota Gaza. Menurut laporan Shehab News Agency, puluhan anggota keluarga tersebut juga telah ditangkap oleh pasukan keamanan Hamas.

Dalam pernyataannya, Kementerian Dalam Negeri Gaza memberikan tenggat waktu hingga 19 Oktober bagi anggota apa yang mereka sebut “geng kriminal” dan kelompok bersenjata untuk menyerahkan diri.

“Pihak berwenang akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang menolak menyerah,” demikian pernyataan resmi kementerian, menyebut ultimatum tersebut sebagai “peringatan terakhir.”

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Gaza, Iyad al-Buzum, menegaskan dalam pernyataan di kanal Telegram resminya bahwa langkah ini bertujuan menjaga keamanan internal Gaza setelah penarikan pasukan pendudukan Israel.

“Kami menyerukan kepada semua pihak yang membawa senjata di luar kerangka resmi untuk menyerahkan diri dan senjatanya kepada aparat keamanan. Pemerintah memberi kesempatan hingga 19 Oktober sebagai masa amnesti terakhir. Setelah itu, kami tidak akan mentolerir pihak mana pun yang mengancam keamanan masyarakat,” ujar al-Buzum.

Hamas bertekad menindak tegas kelompok bersenjata yang dituduh bekerja sama dengan militer pendudukan Israel, termasuk Pasukan Rakyat, kelompok yang disebut didukung Israel dan dipimpin oleh mantan gembong narkoba Yasser Abu Shabab.

Menanggapi tuduhan tersebut, keluarga Doghmush melalui pernyataan pada Senin (13/10) membantah keterlibatan mereka dalam aksi kekerasan itu serta menolak tuduhan kerja sama dengan Israel.

“Keluarga tidak bertanggung jawab atas insiden ini dalam bentuk apa pun. Ini adalah tindakan individu yang tidak ada hubungannya dengan keluarga dan justru melayani kepentingan pendudukan,” tulis pernyataan mereka di media sosial yang dikutip Palinfo.

Keluarga itu juga menegaskan bahwa lebih dari 600 anggotanya telah gugur dan ratusan lainnya luka-luka akibat agresi Israel selama dua tahun terakhir di Jalur Gaza.

Di antara korban tewas dalam bentrokan Sabra adalah jurnalis Palestina dan influencer media sosial Saleh al-Jafawari, serta Mohammed Imad Aql, putra dari salah seorang komandan senior Hamas.

Pasca penarikan pasukan Israel menyusul perjanjian gencatan senjata pekan lalu, Hamas berupaya memulihkan kendali penuh atas Gaza. Pasukan keamanan dilaporkan telah berpatroli di wilayah yang ditinggalkan militer Israel, dengan video beredar memperlihatkan polisi bersenjata mengamankan jalan-jalan dan pasar-pasar di Kota Gaza.

Sementara itu, Hamas menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan pemerintahan Gaza kepada otoritas independen sebagai bagian dari rencana perdamaian yang diusulkan Presiden AS Donald Trump. Namun, gerakan perlawanan itu menegaskan tidak akan menyerahkan persenjataannya sebelum proses pengalihan kekuasaan dinegosiasikan secara jelas dan adil. (Bahry)

Sumber: TNA

Bagikan