Athena, Ibukota Yunani dengan 300.000 Muslim Tanpa Masjid

ATHENA (Jurnalislam.com) – Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300.000 Muslim yang tinggal di dalam dan sekitar Athena. Namun hingga saat ini belum ada masjid resmi di Athena. Sama seperti umat Islam di Italia, Muslim di Athena sholat di garasi yang telah dikonversi atau dalam bangunan darurat. Sekitar dua tahun yang lalu satu barel bensin membakar masjid dan menyebabkan kota tersebut sebagai satu-satunya ibukota Eropa yang tidak memiliki masjid, World Bulletin melaporkan Selasa (07/07/2015).

Muslim di Yunani selalu takut karena garasi yang telah diubah, garasi bawah tanah yang selama ini mereka gunakan untuk shalat adalah bangunan ilegal karena bangunan tersebut selama krisis keuangan menjadi sasaran kekerasan. Meskipun telah ada permintaan untuk pembangunan masjid, tidak ada kontraktor yang setuju untuk mengambil bagian dalam proses penawaran.

Munculnya partai sayap kanan Golden Dawn memicu meningkatnya serangan. Dalam satu insiden, lebih dari 100 orang melancarkan protes di luar sebuah masjid darurat, meninggalkan catatan mengancam untuk membantai jemaah.

Seorang ayah dari Pakistan bercerita bagaimana anaknya Shahzad Luqman pergi ke Yunani mencari pekerjaan untuk mendukung keluarga dengan bekerja sebagai buruh. Pada pukul 03:00 ia disergap dan dibunuh oleh anggota Golden Dawn yang bersumpah bahwa mereka akan membunuh orang asing pertama yang mereka lihat. Kematian Shahzad Luqman adalah salah satu dari hampir 800 serangan berlatar belakang rasial sejak 2012. Para pembunuh Shahzad dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan merupakan saat pertama kali dalam sejarah Yunani motif rasis diadili dalam sidang pembunuhan. Menurut sebuah artikel di media MintPress, pemimpin partai Golden Dawn Nikolaos Michaloliakos didakwa dengan pembunuhan dan pemerasan, juga kejahatan lainnya.

Anggota Golden Dawn lainnya mengatakan bahwa mereka secara aktif keberatan dengan pembangunan masjid apapun, pandangan yang juga didukung oleh gereja Ortodoks Yunani. Dalam laporan untuk BBC meskipun Gereja Yunani menghangatkan ide masjid namun beberapa tokoh senior tetap menentang.

Menurut Uskup Seraphim, Yunani harus melestarikan identitasnya. "Yunani mengalami lima abad tirani Islam di bawah pemerintahan Turki dan pembangunan masjid akan menyinggung para martir yang membebaskan kita."

Ideologi Uskup Seraphim adalah Islamophobia, seraya mengatakan bahwa, "Kami bukan negara multikultural". "Kami adalah satu bangsa Yunani dan segala sesuatu yang lain adalah penemuan 'orde/tatanan baru' dan Zionisme. Mereka berusaha untuk merusak karakter kita."

Meskipun ada rencana untuk mengubah barak angkatan laut darurat dikonversi menjadi sebuah masjid, dengan kontraktor yang sudah siap untuk membangun, rencana tersebut ditunda.

Selain masjid samping, populasi Muslim juga tidak memiliki pemakaman Muslim satupun, sehingga penduduk yang mati di Yunani umumnya dikirim kembali ke negara mereka sendiri atau dikubur di Western Thrace dimana terdapat banyak kuburan Muslim, yang terletak hampir 800 km jauhnya, dengan kondisi yang sulit dan mahal.

Sebuah laporan di Todays Zaman menjelaskan perkataan Imam Abdelrahim Abdel-Sayed yang mengatakan bahwa, "Saya dapat menyarankan orang untuk sholat di mana saja, di rumah, di masjid, di jalan, tapi kita tidak bisa mengubur seorang Muslim yang mati di mana saja."

"Tentu saja, mengirim jenazah menuju Western Thrace, ke pemakaman di Gümülcine, adalah perjalanan yang sulit dan mahal. Biayanya sekitar € 1.400. Dan sebagian besar umat Islam yang tinggal di sini adalah orang-orang yang melarikan diri dari perang dan tidak memiliki uang sebanyak itu. Jadi sebagian besar kita saling mengumpulkan uang untuk membantu. Tidak ada solusi lain," kata Abdel-Sayed.

Prosedur pemandian terakhir yang dibutuhkan untuk seorang Muslim saleh yang telah meninggal umumnya dilakukan di ruang sholat di Athena, setelah itu perjalanan ke Gümülcine dimulai. Delapan jam perjalanan berakhir di Pemakaman Kahveci di Gumulcine dimana mufti yang bertugas kemudian mengambil alih.

Beberapa Muslim yang meninggal di Athena memiliki kedutaan negara mereka yang membantu transportasi jenazah kembali ke tanah air. Namun banyak imigran, khususnya yang berasal dari Pakistan, Bangladesh, Somalia dan Suriah mengirim jenazah keluarga mereka ke Western Thrace, karena situasi ekonomi yang sulit yang dihadapi negara mereka.

Deddy | Dunia Bulletin | Jurniscom
 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses