Paris (Jurnalislam.com) – Perdana Menteri zionis Benjamin Netanyahu menghadapi sejumlah pengunjuk rasa yang menyerukan dia untuk diadili sebagai penjahat perang pada hari Selasa (05/6/2018) di Paris dalam kunjungannya ke ibukota-ibukota negara Eropa.
“Kami di sini untuk menyapa Netanyahu dan mengingatkan dia dan dunia atas belasan orang Palestina tidak bersenjata yang telah dibunuh oleh tentara Israel bulan lalu,” kata siswa berusia 19 tahun, Antoine, sambil melambaikan bendera yang mengekspresikan solidaritas dengan warga Palestina.
Tujuan resmi kunjungan Netanyahu adalah untuk menggalang dukungan bagi Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap Iran, serta meresmikan proyek budaya dan ilmiah bersama Prancis-Israel, lansir Aljazeera.
Namun suasana aksi di jalanan sangat fokus pada perlakuan Israel terhadap rakyat Palestina dan tindakan tentara Israel di perbatasan Gaza.
“Saya merasa sangat prihatin dengan pembunuhan tidak manusiawi terhadap dokter muda Razan al-Najjar, yang menentang hukum internasional,” kata Yasmine, mahasiswa kedokteran 20 tahun yang menghadiri protes dengan mengenakan pakaian medis.
Foto seorang warga Palestina berusia 21 tahun yang ditembak mati oleh seorang tentara Israel pada 1 Juni yaitu perawat Razan Al-Najar dielu-elukan oleh puluhan pengunjuk rasa dalam aksi tersebut bersamaan dengan teriakan “pembunuh Israel, kaki tangan Makron.”
Liga Arab: Pasukan Israel Sengaja Membunuh Perawat Razan Al-Najar
“Kami diserang oleh kejahatan perang Israel, yang terbaru adalah menembaki warga sipil di Gaza dengan amunisi yang meledak,” kata Jacques, 65, anggota Asosiasi Solidaritas Palestina Prancis yang merupakan salah satu penyelenggara aksi.
“Hari ini, Mr Macron dan Mr Netanyahu sedang meresmikan musim Perancis-Israel, yang merupakan skandal karena Israel melanggar nilai-nilai Prancis.”
Menurut misi resminya, “France-Israel 2018 Season” memiliki tujuan “untuk menandai langkah baru dalam hubungan ekonomi [Prancis-Israel] kami dan untuk memperbarui visi bahwa warga Perancis memiliki Israel dan bahwa warga Israel memiliki Perancis.”
Protes itu awalnya akan berlangsung di depan ruang pameran Grand Palais tempat Macron dan Netanyahu dijadwalkan untuk meresmikan inisiatif bersama mereka.
Namun, polisi menolak rencana pihak penyelenggara, dan menutup dua stasiun metro terdekat serta jembatan-jembatan pada saat aksi akan segera dimulai untuk memaksa demonstran berkumpul di seberang sungai Seine.
“Mereka mengatakan itu adalah tindakan anti-teroris. Anda telah melihat wajah saya, apakah Anda pikir saya seorang teroris?” tanya Jacques.
Demo berlangsung sangat damai meskipun perkelahian kecil dengan polisi mengakibatkan sedikitnya satu demonstran ditahan.
Analis: Veto AS Buat Israel Semakin Brutal Terhadap Rakyat Palestina
Pada hari Senin, tiga serikat wartawan terkemuka Perancis juga memprotes kunjungan Netanyahu dalam pernyataan bersama yang menyatakan bahwa tindakan Macron menerima Netanyahu saat ini “tak tertahankan.”
Dokumen tersebut mengecam pembunuhan warga sipil di Gaza dan penargetan khusus wartawan dan mempertanyakan bahwa “tidak terbayangkan bahwa kunjungan perdana menteri berlangsung seolah-olah tidak ada yang terjadi, sementara sejumlah LSM dan pakar hukum berbicara tentang kejahatan perang.”
Kemarahan terhadap kebijakan Israel semakin menjulang tinggi di Prancis karena pemungutan suara yang dilakukan pada Mei 2018 menemukan bahwa 57 persen warga Prancis memiliki citra “buruk atau sangat buruk” terhadap Israel, 73 persen percaya bahwa Israel menanggung “tanggung jawab berat atas ketiadaan negosiasi dengan Palestina “dan 57 persen percaya bahwa “Israel adalah ancaman bagi stabilitas regional.”
“Saya percaya ini disebabkan karena pemerintah Israel yang berkuasa saat ini,” kata Jacques, “itu adalah pemerintahan sayap kanan yang tidak pernah diketahui Israel sebelumnya.”