ANKARA (Jurnalislam.com) – Myanmar pada hari Selasa (5/9/2017) mengizinkan sebuah badan bantuan Turki untuk mendistribusikan 1.000 ton bantuan kepada Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, menurut juru bicara kepresidenan Turki, Anadolu Agency melaporkan.
Kalin mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa izin dari Myanmar keluar beberapa jam setelah diskusi telepon Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi mengenai pelanggaran hak asasi manusia baru-baru ini di Rakhine.
“Pemerintah Myanmar mengizinkan perwakilan dari TIKA (Badan Koordinasi dan Bantuan Turki) untuk memasuki wilayah konflik dan mendistribusikan 1.000 ton bantuan pada tahap pertama,” bunyi pernyataan tersebut.
Langkah tersebut membuat TIKA menjadi agen bantuan asing pertama yang mendapat izin dari pemerintah untuk memasuki wilayah tersebut sejak kekerasan terakhir dimulai pada 25 Agustus, kata Kalin.
Dia mengatakan bahwa bantuan tersebut akan didistribusikan oleh helikopter militer didampingi pemerintah negara bagian Rakhine karena ketidakpastian dan masalah keamanan yang berlanjut di wilayah tersebut.

Paket bantuan darurat berisi nasi, ikan kering, dan pakaian, menurut ajudan Erdogan.
Dia menambahkan bahwa badan bantuan Turki akan terus memasok bantuan, termasuk makanan, pakaian, dan obat-obatan, di wilayah tersebut bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Dia menyoroti bahwa seorang delegasi Turki, termasuk Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu dan kepala TIKA Serdar Cam, akan mengunjungi distrik Cox’s Bazar di Bangladesh, di mana ribuan orang Rohingya telah berlindung dalam 10 hari terakhir.
HAM Burma: Penyiksaan Sistematis Itu Didukung Pemerintah Myanmar, Biksu Buddha dan …
Kalin mengatakan bahwa Turki sebagai awalan berencana mendistribusikan bantuan kepada 100.000 keluarga dalam koordinasi dengan pemerintah Bangladesh dan Myanmar.
Menurut PBB pada hari Selasa, 123.600 Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dan puluhan ribu lainnya juga mengungsi karena kekerasan terakhir.
Rakhine, yang terletak di barat Myanmar, telah mengalami ketegangan antara populasi sekte Buddhis dan kaum Muslim sejak kekerasan komunal meletus pada tahun 2012.
Dalam sebuah tindakan keras yang dilakukan pada bulan Oktober yang lalu di distrik Maungdaw utara, PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan, penyiksaan – termasuk bayi dan anak kecil – penyembelihan, pemukulan brutal, dan penghilangan orang.
Laporan tersebut menemukan bukti pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan yang mengindikasikan kejahatan berat terhadap kemanusiaan.
Perwakilan Rohingya mengatakan bahwa sekitar 400 orang tewas dalam tindakan keras tersebut.
Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah telah meningkatkan jumlah militernya di Maungdaw, dan pejuang Muslim Arakan Rohingya Salvation Army (the Arakan Rohingya Salvation Army-ARSA) mengaku bertanggung jawab atas serangan pos- pos militer Myanmar dimana pemerintah mengatakan puluhan orang terbunuh.
ARSA mengatakan serangan tersebut sebagai tanggapan atas serangan, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan penjarahan oleh tentara Myanmar.