5 Fakta Membengkaknya Utang Luar Negeri Indonesia

Jurnalislam.com – Bank Indonesia (BI) kembali merilis utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Maret 2014 sebesar USD 276,5 miliar atau tumbuh 8,7 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2013. Posisi ULN pada Maret 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD 130,5 miliar dan ULN sektor swasta USD 146,0 miliar.

"Dengan perkembangan ini, pertumbuhan tahunan ULN pada Maret 2014 tercatat meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Februari 2014 sebesar 7,5 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ULN terus mengalami peningkatan sejak akhir tahun 2013 terutama didorong oleh ULN sektor swasta," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Tirta Segara dalam keterangan tulis, Jakarta.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo , mengatakan penerapan kebijakan quantitative easing The Fed dalam tiga tahun terakhir telah memicu peningkatan utang korporasi di Indonesia. "Korporasi-korporasi banyak mengambil kesempatan untuk mengeluarkan surat utang atau obligasi yang membuat cukup banyaknya peningkatan utang swasta," ungkapnya.

Kekhawatiran Agus beralasan. Pasalnya, jika ekonomi dunia membaik, maka besar kemungkinan para investor akan menarik investasinya di Indonesia. Kejadian ini dikenal dengan capital outflow. Capital outflow membuat kebutuhan mata uang asing di Indonesia meningkat.

Peningkatan kebutuhan mata uang asing tentunya berimbas mengeringnya likuiditas valas di mana muaranya tak lain Rupiah kembali bakal melemah.

Lalu apa saja fakta dibalik tak berdayanya Indonesia lepas dari utang asing, di mana jumlahnya terus bertambah dari waktu ke waktu? Berikut merdeka.com mencoba merangkumnya.

1. Kesalahan perbankan.

Menteri Koordinator Perekonomian, Chairul Tanjung mengakui, utang luar negeri membengkak karena porsi utang swasta meningkat. Ini terkait terbatasnya kemampuan bank nasional memberikan pinjaman untuk pelaku usaha.

"Ini kita punya masalah utang luar negeri swasta yang meningkat. Kenapa? karena kalau swasta pinjam dolar ke luar negeri, cost lebih murah dibanding pinjam rupiah di Indonesia," ujar Chairul di Kantornya, Jakarta, Selasa (20/5).

2. Singapura pemberi utang terbesar

Dilansir dari situs resmi bank sentral, dari kelompok negara, Singapura masih jadi raja pemberi utang ke Indonesia dengan total USD 52 miliar atau sekitar Rp 594 triliun. Angka ini naik dari bulan sebelumnya yang hanya USD 51,3 miliar. Negara terbesar selanjutnya pemberi utang ke Indonesia adalah Amerika Serikat dengan jumlah USD 41,1 miliar.

Negara selanjutnya adalah Jepang dengan total utang yang diberikan USD 35,1 miliar. Selanjutnya negara yang menjadi kreditur utang asing Indonesia adalah Belanda dengan total USD 13 miliar. Masih banyak negara menjadi kreditur utang luar negeri Indonesia yang totalnya di bawah USD 10 miliar, diantaranya adalah Australia, Austria, Belgia, China, Hong Kong, Inggris, Jerman, Korea Selatan dan lain sebagainya.

3. Utang besar buat ekonomi rentan guncangan

Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan, korporasi swasta termasuk BUMN untuk berhati-hati terhadap risiko nilai tukar dan kenaikan suku bunga global pasca pengurangan stimulus moneter (tapering-off) Federal Reserve AS. Sebab, ini dapat memicu peningkatan utang luar negeri (ULN) sektor swasta.

"Yang ingin saya sampaikan, mohon para pengelola korporasi, termasuk BUMN untuk betul-betul mengelola surat utang atau utang luar negeri dengan baik. Yang perlu diperhatikan bahwa jangan sampai terjadi mismatch," ujar Gubernur BI, Agus Martowardojo di Gedung BI.

4. Jumlah utang Negara berkembang termasuk Indonesia jadi kekhawatiran dunia  

Gubernur BI Agus Martowardojo menilai peningkatan jumlah utang negara berkembang menjadi kekhawatiran dunia. Pasalnya, pembengkakan utang tanpa pengelolaan baik membawa negara ke ambang krisis ekonomi.

"Sejauh ini tingkat utang luar negeri di negara-negara berkembang tengah menjadi sorotan internasional, terkait dengan jumlahnya yang signifikan," jelasnya.

5. Utang selalu menjadi masalah pemerintah baru

Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Raden Pardede menyatakan, peningkatan utang luar negeri Indonesia tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Meningkatnya utang luar negeri diyakini justru menjadi beban untuk pemerintahan yang baru. Pemerintahan mendatang harus membenahi kinerja ekspor impor sebagai bagian dari upaya menggenjot pendapatan sekaligus memangkas defisit transaksi berjalan. "Impor ekspor harus dibenerin," ucapnya.

Inilah realita negeri yang katanya “gemah ripah loh jenawi ”, sangat memprihatinkan. (AbuNusaibah)

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.