Turki Kritik Pemerintah Thailand Setelah Kirim 100 Muslim Uighur Kembali ke China

BANGKOK (Jurnalislam.com) – Pemerintah Thailand mengkonfirmasi telah "memulangkan" 100 dari sekitar 150 migran Uighur ke Cina, menyebabkan kemarahan di Turki dan kelompok-kelompok hak asasi.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi segera menyatakan kewaspadaannya pada hari Kamis (09/07/2015) terhadap deportasi warga yang "berasal dari Turki."

"Saat kami sedang mencari klarifikasi lebih lanjut tentang apa yang terjadi sebenarnya, kita dikejutkan oleh deportasi sekitar 100 orang ini dan menganggapnya sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional," Volker Turk, Asisten Komisaris Tinggi untuk Perlindungan badan pengungsi PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Saya sangat mendorong pemerintah Thailand untuk menyelidiki masalah ini dan meminta Thailand untuk menghormati kewajiban internasional mendasar, terutama prinsip non-refoulement (tidak memulangkan kembali), dan untuk menahan tindakan deportasi di masa depan," tambahnya.

Turki  mengkritik pemerintah Thailand karena bertindak tanpa pertimbangan terhadap muslim Uighur.

"Kami mengutuk tindakan Thailand yang tidak benar, yang melawan hukum kemanusiaan internasional," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

Para migran berasal dari sekelompok yang berjumlah sekitar 350 Uighur yang telah ditangkap sejak Oktober 2013, karena mencoba menyeberangi perbatasan ke Malaysia, Kamboja dan wilayah lainnya.

Di Washington, Departemen Luar Negeri mengutuk deportasi Uighur ke China "di mana mereka bisa menghadapi perlakuan kasar dan kurangnya proses hukum."

"Tindakan ini bertentangan dengan kewajiban internasional Thailand serta bertentangan dengan praktek yang telah lama dilakukan, yaitu memberikan safe haven (lingkungan aman) kepada orang-orang yang rentan," kata juru bicara John Kirby dalam sebuah pernyataan. "Kami akan mendesak pihak berwenang China untuk menegakkan norma-norma internasional dan untuk memastikan transparansi, proses hukum, dan perawatan yang tepat terhadap orang-orang ini."

China mengidentifikasi Muslim Uyghur tersebut sebagai bagian dari Daerah Otonomi Xinjiang, sedangkan Turki menyambut mereka sebagai rakyatnya sendiri.

"Selama berabad-abad Anatolians tidak pernah menolak tamu yang datang," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tanju Bilgic pada hari Jumat.

"Turki, dengan pengertian bahwa, memegang pintu terbuka lebar untuk Uighur yang ingin datang ke negara kami."

Juru bicara pemerintah Thailand Weerachon Sukondhapatipak mengatakan kepada Anadolu Agency melalui telepon pada hari Rabu bahwa Uighur telah dideportasi "sesuai dengan protokol" karena telah ditentukan oleh pemerintah bahwa mereka berasal dari Cina.

Weerachon juga menegaskan bahwa pemerintah telah memulangkan kembali 173 Uighur ke Turki pada tanggal 2 Juli.

Pada hari Rabu, kelompok hak asasi Human Rights Watch mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa yang dideportasi semalam kemungkinan berjumlah 115 orang.

"Mayoritas adalah orang dewasa, tetapi ada beberapa anak-anak," Sunai Phasuk, perwakilan Human Rights Watch di Thailand, mengatakan kepada Anadolu Agency.

Tidak ada penjelasan mengenai perbedaan dalam angka, namun sebagian besar telah ditahan di pusat-pusat penahanan di Bangkok atau di Songkhla di selatan negara itu sejak penangkapan mereka, sehingga sulit untuk melacak jumlah yang tepat.

"Setidaknya 50 Uighur tetap berada di pusat-pusat penahanan di Thailand, dan kami khawatir mereka mungkin juga akan dikirim kembali ke China," tambah Phasuk.

Banyak dari mereka mengaku memiliki kewarganegaraan Turki.

Banyak orang Turki percaya bahwa muslim Uighur adalah di antara sejumlah suku Turki yang mendiami Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang China, dan menganggapnya sebagai bagian dari Asia Tengah, bukan Cina.

Beberapa dari mereka yang dipulangkan kembali ke Turki pada 2 Juli adalah keluarga Uighur yang menghadap ke pengadilan pada bulan Maret, menuntut agar mereka dibebaskan dari penahanan dan diizinkan untuk "pulang" ke Turki.

Selama persidangan, pasangan tersebut menunjukkan fotokopi paspor Turki melalui pengacara Thai, Worasit Piriyawiboon.

"Mereka ingin pergi ke Turki dan kami siap menerima mereka," kata Counsellor Pertama Kedutaan Besar Turki, Ahmet Idem Akay, kepada Anadolu Agency pada saat itu.

"Tapi [pembebasan mereka] terserah pemerintah Thailand."

Namun pengadilan Thailand memutuskan bahwa penahanan berkepanjangan seperti itu adalah sah, tanpa mengatakan ke negara mana – Turki atau Cina – mereka akhirnya akan dikirim kembali.

Pada hari Rabu, Piriyawiboon mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa mereka yang masih dalam tahanan ingin bergabung dengan rekan-rekan mereka yang baru saja tiba di Turki.

"Masih ada sekitar 400 Uighur yang ditahan di provinsi Songkhla [Thailand] dan daerah lain dan kasus mereka dianggap [oleh pemerintah Thailand] menjadi masalah keamanan nasional."

Sekali lagi, tidak ada penjelasan tentang perbedaan antara angka Piriyawiboon dan Human Rights Watch.

Piriyawiboon memperingatkan "China kini terlibat."

"Kasus mereka akan ditangani melalui proses negosiasi antara Cina, Turki dan Thailand. Kasus mereka dianggap sebagai kasus politik," katanya.

Dia menambahkan bahwa sekarang 173 di Turki telah diizinkan untuk meninggalkan Thailand setelah negosiasi panjang antara Ankara dan Bangkok.

"PBB bertindak sebagai fasilitator dalam negosiasi. Penahanan mereka tidak memiliki dasar hukum dan melanggar hak asasi manusia, "katanya.

Pada hari Rabu, Human Rights Watch menyebut deportasi Uighur kembali ke China sebagai "pelanggaran yang nyata."

"Kami masih mencoba untuk mencari tahu secara rinci, tetapi jika kecurigaan kami dikonfirmasi, maka itu jelas melanggar hukum internasional karena Uighur menghadapi pelanggaran HAM serius di China," kata Phasuk kepada Anadolu Agency.

"Pemerintah Thailand terkenal sangat kurang memperhatikan pertimbangan kemanusiaan saat mengirim kembali orang-orang sehingga mereka bisa menghadapi pelanggaran HAM berat, seperti yang telah terjadi di masa lalu terhadap Rohingya atau Hmong," tambahnya.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa Rohingya mengalami kekerasan di Myanmar, sementara Hmong telah lama dilaporkan sebagai korban otoritas Laos.

Thailand membela deportasi tersebut dan mengatakan bahwa mereka telah mengikuti prosedur kemanusiaan yang tepat.

"Pemerintah Thailand telah mengadakan pembicaraan rutin mengenai masalah ini [dengan China]. Kami tidak melakukan apa pun untuk mendukung siapa pun atau melanggar prinsip apapun. Kami telah mengikuti prosedur yang tepat," kata Sukondhapatipak.

Semalam, sekelompok orang berkumpul di luar konsulat Thailand di Istanbul saat terdengar berita bahwa Uighur hendak dideportasi.

Beberapa orang masuk kedalam  gedung, lalu menghancurkan jendela dan menurunkan bendera negara Asia Tenggara.

Kementerian Luar Negeri Thailand menegaskan serangan tersebut dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis sebelum mengirimkan peringatan mengenai kemungkinan pembalasan kepada warga Thailand yang tinggal di Turki.

Junta Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan hari Kamis bahwa kedutaan Thailand di Ankara untuk sementara mungkin harus ditutup.

"Saya meminta agar pertama-tama kita menjaga keselamatan staf kedutaan," kata Prayuth kepada wartawan. "Tetapi jika situasi semakin memburuk maka untuk sementara kita mungkin harus menutup kedutaan di Turki."

Keputusan Thailand juga diprotes di Ankara, dimana polisi menghentikan sebuah kelompok yang berusaha  mendekati Kedutaan Besar Thailand.

Massa yang marah gagal saat mencoba meruntuhkan barikade yang didirikan oleh polisi, yang pada satu titik harus memisahkan mereka dari seorang wanita yang telah mereka kepung, karena mengira bahwa dia adalah seorang berkebangsaan China.

Keamanan juga ditingkatkan di sekitar Kedutaan Besar Turki di Bangkok waspada akan pembalasan.

Muslim Uighur – yang merupakan sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang – menuduh China telah melakukan kebijakan represif yang menahan kegiatan keagamaan Islam, komersial dan budaya mereka.

Deddy | Anadolu Agency | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.