AMERIKA SERIKAT (jurnalislam.com) – Sebuah laporan Senat yang dikeluarkan pada hari Selasa (9/12/2014) mengatakan bahwa penyiksaan yang digunakan oleh CIA setelah serangan 11 September ternyata lebih brutal dan luas dari yang diperkirakan semula.
Dokumen sepanjang 500 halaman yang disusun oleh Komite Intelijen Senat adalah ringkasan eksekutif yang tidak bersifat rahasia. Laporan tersebut terdapat dalam sebuah laporan sepanjang 6.700 halaman yang sifatnya masih rahasia. Ini adalah hasil dari penyelidikan selama lebih dari lima tahun terhadap praktek interogasi CIA terhadap tahanan.
Anggota komite, Dianne Feinstein, mengatakan dalam laporan tersebut bahwa CIA bersama dengan dua kontraktor "memutuskan untuk memulai program penahanan rahasia terbatas dan penggunaan teknik interogasi brutal yang melanggar hukum AS, kewajiban perjanjian, dan nilai-nilai kita."
Penyelidikan memeriksa praktik-praktik yang dilakukan CIA dari akhir 2001 hingga awal 2009. Melalui penyelidikan ditemukan bahwa teknik yang digunakan tidak efektif dalam memperoleh informasi yang akurat atau kerjasama tahanan, dan bahwa anggota parlemen dan Gedung Putih selama ini disesatkan mengenai efektivitas dan tingkat kebrutalan teknik.
Bahkan, ia mengatakan bahwa "ditingkatkannya teknik interogasi" malah menyebabkan tahanan memberikan informasi palsu. Dan setidaknya tujuh dari 39 tahanan yang diketahui mengalami tindakan kekerasan ternyata tidak memberikan informasi intel saat berada dalam tahanan CIA.
Teknik kejam yang digunakan CIA diantaranya adalah, menelanjangi tahanan, waterboarding – yang menurut mereka bertujuan untuk menginduksi kejang dan muntah, kurang tidur selama 180 jam, dan "rektal hidrasi" yang tidak perlu.
Laporan ini juga menyertakan akun CIA yang mengerikan yang diberi nama kode Detention Site Cobalt untuk menjaga kerahasiaannya. Akun tersebut menunjukkan seorang tahanan yang dirantai ke dinding selama 17 hari dalam posisi berdiri. Beberapa tahanan di situs tersebut "benar-benar tampak seperti anjing dalam kandang," dan "meringkuk" ketika sel-sel mereka dibuka, menurut interogator Senior CIA.
"Kesimpulan pribadi saya berdasarkan makna yang diketahui secara umum adalah bahwa para tahanan CIA telah disiksa," kata Feinstein.
Dan dari 119 tahanan yang berada di penjara CIA pada masa program, setidaknya 26 tahanan tersebut ditahan dengan perlakuan yang tidak manusiawi.
Tidak lama setelah memenangkan pemilihan kepala negara pada 2009, Presiden Barack Obama langsung melarang program penahanan dan interogasi CIA, kata laporan itu, sehingga "memperkuat pandangan lama saya bahwa metode yang kejam ini tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai kita sebagai bangsa, namun juga tidak membantu upaya kontraterorisme atau kepentingan keamanan nasional kita."
"Teknik-teknik tersebut malah merusak posisi Amerika di dunia sehingga menyulitkan untuk mengejar kepentingan kita dengan sekutu dan mitra," tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Pensiunan Tentara Brig. Jenderal David Irvine, yang mengajarkan interogasi dan hukum militer bagi tawanan perang di Sekolah Intelijen Angkatan Darat, mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa " bangga" terhadap Senat dibandingkan saat laporan ini belum dirilis.
"Tuduhan bahwa operasi CIA tidak pantas diteruskan dirumuskan dalam laporan yang sangat tebal dan sangat detail, dan sangat menarik ketika lembaga pemerintah federal tersebut akan sangat, sangat sulit berpura-pura bahwa semua ini tidak pernah terjadi," katanya. "Sangat penting bagi bangsa untuk kembali ke aturan hukum, dan perjanjian kesepakatan mengenai pengamatan yang telah kita ratifikasi."
Bahkan, David Schanzer, seorang profesor hukum di Duke University, mengatakan bahwa tindakan CIA sangat "jauh melampaui" batas yang sudah ditetapkan Departemen Kehakiman tentang bagaimana seharusnya interogasi dilakukan, dan bahwa badan tersebut sekarang akan menghadapi perjuangan yang berat dalam meluruskan posisinya di hadapan publik.
"Anda tidak bisa menghapus masa lalu," katanya. "Tindakan tersebut memiliki efek peredam pada agresivitas CIA sebagai alat keamanan nasional yang efektif, dan itu sangat disayangkan."
Namun, ia menambahkan bahwa pada akhirnya tanggung jawab untuk program ini terletak pada mantan Presiden George W. Bush dan pemerintahannya.
"Kesalahan yang utama adalah ketika menyetujui program tersebut pertama kalinya. Yang kemudian diperparah dengan penipuan CIA kepada Gedung Putih, Departemen Kehakiman dan Kongres mengenai apa yang sebenarnya terjadi, "katanya.
Selain itu, Jenderal Irvine mengatakan bahwa berlawanan dengan klaim CIA bahwa program mereka akan membuat Amerika dan warga Amerika lebih aman, program ini malah membuat Amerika lebih terancam di luar negeri, termasuk warga Amerika yang “berseragam.”
"Hal ini membuat mereka (musuh) melakukan tindakan yang akan menyebabkan kematian dan kehancuran terhadap warga Amerika, dan juga Negara Amerika, dan memberi kesempatan bagi mereka untuk mengatakan 'kami hanya melakukan apa yang telah kalian lakukan,'" katanya.
Tapi dia menyatakan bahwa sama seperti saat Angkatan Darat memperbaiki kesalahannya setelah "pelajaran sedih dan tragis” dari Abu Gharib, CIA juga mungkin menemukan kesempatan untuk memastikan kesalahan mereka tidak akan berulang. [ded412/world bulletin]