Rezim Meradang, Ulama Digelandang, Umat Menghadang

Rezim Meradang, Ulama Digelandang, Umat Menghadang

PASCA aksi bela Islam jilid 1,2 dan 3 yang dibidani oleh GNPF MUI, kekuatan umat Islam semakin terbingkai. Gerakan umat Islam mampu menembus benteng-benteng kedholiman dan ketidakadilan yang selama ini sulit untuk ditembus. Kondisi ini sekaligus meruntuhkan stigma yang sering dilancarkan mereka terhadap Islam serta meneguhkan bahwa hari ini Islam di Indonesia sudah tidak lagi berlandaskan group value tetapi Islam value.

Ini dibuktikan dengan tumpah ruahnya umat Islam dari berbagai mata angin nusantara lintas ormas dan madzhab menghadiri parlemen jalanan dengan agenda dan cita-cita yang sama. Gerakan ini terus terawat dan terjaga sehingga kekuatannya masih tetap utuh dan memiliki energi yang besar untuk senantiasa terus mengawal dan meluruskan rezim yang sudah keluar dari khittah para pendiri bangsa.

Perlu kita refleksi secara mendalam akan sejarah lahirnya bangsa ini bahwa aktor utama yang membidani lahirnya bangsa ini adalah mereka para ulama. Para ulama bahu membahu menyumbangkan tenaga, pikiran dan darahnya untuk kelahiran bangsa ini. Kalaulah bukan karena pekikan takbirnya, maka sudah hilanglah bangsa ini direbut oleh para penjajah kafir barat.

Pasca Indonesia merdeka, peran ulama sangat vital. Mereka dengan ketulusannya merawat dan menjaga keutuhan bangsa ini tanpa pernah terbesit sedikitpun jabatan dan kekuasaan sebab mereka sadar bahwa tugas utama mereka adalah perekat bagi umat, penjaga keutuhan bangsa. Tetapi sayang, meminjam pepatah klasik ‘air susu dibalas dengan air tuba’, keikhlasan para ulama untuk merawat negeri ini dibayar dengan pengkhianatan dan jeruji besi.

Realitas yang terjadi hari ini pun demikian. Peristiwa hari ini merupakan de javu dari zaman orde lama dan orde baru dimana kecintaan akan negeri yang diekspresikan melalui ide dan aksi dibayar dengan intimidasi dan kriminalisasi. Sementara mereka yang jelas menista negeri, merampok negeri dan memecah belah keutuhan NKRI selalu dipuji dan dilindungi.

Sungguh ironi sekali negeriku ini pasca ditetapkannya si penista sebagai tersangka, situasi politik negeri mengalami kegaduhan yang begitu dahsyat. Wajah manis negeri ini berubah menjadi wajah yang sensitif, rezim melancarkan berbagai tipu muslihat untuk mengelabui umat Islam. Sebab dengan diprosesnya hukum si penista akan meruntuhkan grand desain yang sudah mereka rancang untuk menguasai dan menjajah Indonesia.

Harus diakui bahwa gerakan people power super damai yang berhasil digelar merupakan agenda yang diinisiasi ulama untuk merespon dan menindaklanjuti keresahan umat Islam akan polemik kasus penista agama yang tidak direspon secara serius oleh pemerintah. Gerakan umat ini seakan-akan membuka kotak pandora yang dikunci begitu rapat oleh penguasa, satu persatu tabir itu terkuak ke publik sehingga wajar rezim secepat kilat mengolah isu untuk mengalihkan fokus umat. Tetapi cara klasik itu kembali gagal, sebab melalui peran besar ulama umat semakin terdidik dan tercerahkan sehingga umat tidak mudah terjebak oleh perangkap yang dipasang oleh rezim.

Rezim semakin panik dan kelimpungan karena mantra-mantra yang dijalankan tidak cukup berhasil untuk menghipnotis umat. Mantra kambing hitam, adu domba dan belah bambu tidak mampu meruntuhkan shaaf umat Islam yang sudah tersusun begitu kokoh dan rapat. Manuver atau kebohongan yang dilancarkan oleh mereka hanya semakin mengokohkan persatuan umat Islam, bahkan semakin meneguhkan garis pembeda idealisme dan uangisme.

Maka strategi terakhir yang dilancarkan rezim adalah strategi refresif orde baru yang justru menabrak alam demokrasi dan reformasi yang mereka junjung tinggi. Strategi itu mereka ekspresikan dengan mengintimidasi ulama. tentu ulama-ulama yang dianggap oleh mereka tokoh sentral, yang dianggap merongrong kekuasaannya.

Meminjam kalimat yang dibuat oleh Voltaire, sang filusuf Perancis, bahwa politik adalah seni merancang kebohongan. Kalimat ini begitu relevan dengan apa yang dilakukan oleh rezim penguasa saat ini. Mereka melancarkan banyak kebohongan sebagai modal kekuatan politiknya untuk bisa menggelandang ulama ke meja pesakitan.

Mereka membuat narasi untuk meyakinkan nalar umat bahwa apa yang dilakukan oleh mereka atas dasar menjaga keutuhan bangsa. Mereka juga mengggelontorkan opini berlindung di balik keberagaman dan kebinekaan padahal publik tahu bahwa kebijakan politik yang digulirkan begitu mengancam kebinekaan dan keberagaman yang selama ini dirawat oleh umat Islam.

Ketika ulama sudah dikapasitaskan sebagai musuh oleh rezim maka ini adalah tragedi besar. Sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara akan rusak tatkala penguasa memusuhi ulama. Bukan tidak mustahil kondisi sosial politik di negeri ini akan semakin gaduh ketika penguasa berbuat ketimpangan dan memaksakan diri untuk tetap mengkriminalisasi ulama.

Kondisi ini menegaskan bahwa sejarah terus terulang ketika kiprah ulama dibalas dengan air tuba. Maka sangat terasa, begitu kentara tatkala rezim ini sangat begitu ramah kepada para penista dan perampok bangsa ketimbang terhadap ulama dan para ahli warisnya.

Negeri amanah Illahi ini dibangun dengan tinta, darah dan air mata. Umat Islam memiliki saham terbesar negeri ini. Pekik takbir, tinta ulama dan darah para syuhada telah mampu mengantarkan negeri ini menuju gerbang kemerdekaan. Namun, tatkala negeri ini diurus oleh para penyamun yang terjadi adalah ketimpangan di berbagai sendi sendi kehidupan yang kini dirasakan oleh umat. Jika ini terus dibiarkan maka yang terjadi adalah pengadilan jalanan (Virgilente).

Negara ini negara hukum bukan negara kekuasaan. Mereka yang sumpah serapah menjaga konstitusi sejatinya sudah melanggar konstitusi. Vox populi vox dai mereka rubah menjadi vox rezim vox dai atau suara rezim suara tuhan. Umat akan tampil di garda terdepan untuk mengahadang, kekuatan umat hari ini sudah benar-benar terkonsolidasikan sehingga benar-benar mampu menghasilkan energi yang begitu dahsyat.

Kebijakan rezim yang tidak berpihak terhadap Islam hanya akan mendatangkan malapateka bagi rezim itu sendiri. Cukuplah belajar dari keruntuhan orde lama, orde baru, runtuhya Soviet serta tumbangnya Kemalisme. Sebab, kebangkitan umat bukan hanya mitos belaka, kondisi itu benar adanya dan hari ini kita umat Islam Indonesia tampil untuk menyongsong kebangkitan itu. Mengembalikan kejayaan serta kedaulatan bangsa, sebab Islam sejatinya hadir bukan hanya sekedar berasumsi. Lebih dari itu Islam hadir sebagai solusi.

Penulis: Feishal Kertapermana

Bagikan