Oleh: Firdayanti Solihat (Founder Kristak Bening)
Kesehatan adalah bagian dari kebutuhan pokok masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Sayangnya hari ini hal tersebut baru sebatas wacana. Kasus Raya adalah cerminan buruknya pelayanan kesehatan negara terhadap masyarakat.
Raya adalah balita asal Sukabumi yang lahir dari kedua orang tua yang memiliki gangguan kesehatan mental dan sakit-sakitan. Ia meninggal setelah mengalami infeksi berat yang menyebabkan cacing bersarang ditubuhnya. Infeksi tersebut diperparah dengan malnutrisi, stunting, dan meningitis tuberculosis. (kompas.id 26/7/2025).
Raya dibawa ke Rumah Sakit pada tanggal 13/7 oleh tim Rumah Teduh Sukabumi. Saat dibawa, dr. Irfan yang merupakan Humas sekaligus dokter IGD RSUD R. Syamsudin, SH mengatakan kondisinya tidak sadar. Akhirnya setelah berjuang dengan tubuh kecilnya, Raya meninggal dunia pada 22/7. (detik.com 25/8/2025). Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak medis, namun kondisinya yang parah membuat upaya tersebut tidak mampu menyelamatkan nyawanya.
Sayangnya kasus Raya baru mendapat respon dari pemerintah dan pihak-pihak terkait setelah viral. Padahal kondisi Raya tidak terjadi begitu saja. Bahkan untuk pembuatan jaminan kesehatan saja pihak Rumah Teduh mengatakan tidak diberikan kemudahan oleh pihak terkait.
Hal ini menunjukan gagalnya negara memberikan jaminan kesehatan terhadap masyarakat, terutama anak-anak dan kaum rentan. Padahal dalam Islam kesehatan merupakan hak setiap individu yang wajib dijamin oleh negera.
Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan fasilitas kesehatan hanya sebagai komoditas, bukan hak warga negara yang harus ditanggung negara. Akibatnya banyak kalangan yang tidak mendapatkan akses kesehatan dengan layak dan mudah. Ditambah dengan regulasi yang rumit, semakin mempersulit keadaan.
Kapitalisme juga membangun pola hubungan individu yang individualis. Sehingga rasa kepedulian, empati dan bahkan kemanusiaan perlahan terkikis hingga habis. Maka tidak heran jika kasus Raya terjadi. Bahkan Raya hanyalah satu dari sekian banyak anak yang menderita akibat dari kejahatan sistem ini.
Sementara itu Islam menjaga kondisi sosial masyarakat yang membuat rasa peduli antar sesama tumbuh dengan sendirinya. Ini lahir dari ketaqwaan yang menjadi pondasi. Maka saat melihat saudara ataupun tetangganya dalam kesulitan, ia akan cepat memberikan pertolongan.
Hal ini tentunya karena Islam merupakan sistem yang lahir dari Sang Pencipta, bukan akal manusia yang terbatas dan seringkali aturan yang lahir berbasis emosional, bahkan cenderung berpihak pada beberapa kalangan, layaknya kapitalisme. Namun Islam adalah aturan yang menjaga fitrah siapapun, dari kalangan manapun.
Dalam hal ini negara wajib memberikan fasilitas kesehatan terbaik bagi seluruh masyarakat dengan cuma-cuma dengan kemudahan yang bisa diakses oleh siapapun. Seperti yang pernah terjadi ketika masa peradaban Islam.
Pelayanan kesehatan pada masa peradaban Islam dibagi menjadi tiga aspek. Pertama, pembudayaan hidup sehat. Hal ini dilakukan dengan meneladani kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehari-hari. Seperti menjaga kebersihan, makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang, lebih bayak makan buah, mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara, puasa Senin-Kamis, mengonsumsi madu, susu kambing, dan lain sebagainya. Pada abad 800an masehi peradaban Islam sudah memiliki madrasah dimana-dimana. Maka otomatis banyak masyarakat yang paham bagaimana menjaga pola hidup sehat.
Kedua, pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan. Melalui haditsnya, “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya” (HR. Bukhari), Rasulullah menjadi inspirator utama dalam kedokteran Islam. Banyak ilmuan muslim yang lahir dan berjasa besar pada masa ini. Beberapa diantaranya Jabir al-Hayan (721-815) yang menemukan teknologi destilasi, pemurnian alkohol untuk disinfektan, dan mendirikan apotik pertama di Baghdad.
Selanjutnya ada Muhammad ibn Zakariya ar-Razi (865-925 M) yang melakukan eksperimen terkontrol dan observasi klinis, serta menolak beberapa metode Galen dan Aristoteles yang pendapat-pendapatnya hanya berlandaskan filsafat, tidak dibangun dari eksperimennya yang dapat diverifikasi. Pada 1037 Ibnu Sina menemukan thermometer meski standarisasinya baru dilakukan oleh Celcius dan Fahrenheit berabad-abad kemudian.
Ibnu an-Nafis adalah Bapak Fisiologi peredaran darah yang merupakan perintis bedah manusia. Pada tahun 1242 ia sudah dapat menerangkan secara benar sirkulasi peredaran darah jantung-paru-paru. Di Barat baru tahun 1628 William Harvey menemukan hal yang sama. Dan masih banyak lagi ilmuan lainnya yang muncul dimasa peradaban Islam.
Ketiga, penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan. Dalam hal ini negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Islam. Di Cairo rumah sakit Qalaqun dalam menampung hingga 8000 pasien, bukan hanya sakit fisik tapi sakit jiwa. Selain itu rumah sakit ini juga sudah digunakan untuk pendidikan universitas dan riset. Ia juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Dan yang paling penting, seluruh masyarakat bisa menikmati fasilitas tersebut secara cuma-cuma.
Hal ini tentunya tidak akan kita temui dalam sistem kapitalisme yang menjadikan semua fasilitas umum sebagai barang mewah. Pada akhirnya sistem ini hanya menambah penderitaan masyarakat. Maka solusi terbaik dalam menuntaskan segala permasalahan yang ada, termasuk kasus Raya adalah dengan menerapkan kembali sistem Islam.
Wallahu a’lam Bisshowab