JAKARTA (jurnalislam.com)- Dalam acara Seminar Kemerdekaan NKRI ke-79 dan Muktamar Ke-III Jamaah Ansharu Syariah yang digelar di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, Kamis pagi (15/8/2024), Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., menyampaikan materi bertema “Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan Kemerdekaan: Jejak Sejarah yang Harus Diabadikan”.
Dalam pemaparannya, Prof. Daniel menekankan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah buah dari serangkaian perjuangan panjang dan pengorbanan para ulama sejak kedatangan penjajah ke Nusantara. Menurutnya, Islam berperan penting dalam menyatukan berbagai suku di Nusantara dan membebaskan mereka dari sukuisme,
“Kemerdekaan bukan datang ujug-ujug, tapi melalui serangkaian perjuangan dan pengorbanan para ulama sejak Portugis, Belanda, Jepang dan Inggris datang ke bentang alam kepulauan Nusantara seluas Eropa ini. Dengan Islam, beratus suku di Nusantara itu terbebas dari sukuisme, dan paganisme, memungkinkannya menerima imajinasi baru bernama bangsa Indonesia yang bhinneka tunggal ika,” ujar Prof. Daniel.
Beliau juga menyoroti bahwa UUD 1945 dirancang oleh para pendiri bangsa sebagai sebuah deklarasi perang melawan penjajahan dan sekaligus rumus untuk memenangkan perang tersebut. Prof. Daniel memperingatkan agar masyarakat waspada terhadap upaya untuk mengubah UUD 1945, yang menurutnya dilakukan oleh kaum kiri dan sekuler radikal.
“Para tokoh pendiri bangsa sebagai the best minds di masanya, telah berhasil menyusun UUD 1945 sebagai pernyataan perang melawan penjajahan, sekaligus rumus untuk memenangkan perang itu. Waspadai segala upaya untuk mengubah UUD 1945 oleh kaum kiri dan sekuler radikal sebagai useful idiots adalah jalan kekalahan melawan neokolonialisme. Umat Islam akan tetap setia berdiri di garda depan UUD 1945,” tegasnya.
Prof. Daniel juga menggarisbawahi bahwa sejak kedatangan Portugis pada tahun 1511 dan Belanda pada tahun 1596, Islam menjadi sumber inspirasi jihad melawan penjajahan. Beliau menyinggung peran strategis lembaga-lembaga Islam seperti Ma’had Baitul Maqdis di Aceh, yang menjadi pusat pendidikan militer dengan kurikulum yang diadopsi dari Kesultanan Turki Usmani.
Selain itu, beliau juga menjelaskan bagaimana Syarikat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) muncul dari kesadaran ulama akan pentingnya perjuangan kemerdekaan melawan penjajah.
“Kerajaan Nusantara bertahan setelah memeluk Islam dan menjadi pelopor perlawanan terhadap penjajahan. Peran ulama dan santri sejak zaman penjajahan, menjelang dan sesudah proklamasi sangat besar. Narasi-narasi islamophobik di Republik adalah upaya ahistoris untuk menghilangkan peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan,” ujar Prof. Daniel.
Dalam kesimpulannya, Prof. Daniel menegaskan bahwa peran ulama dan santri dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia harus diabadikan dan tidak boleh dilupakan. Islam, dengan ajarannya, telah memberikan dorongan luhur untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dari penjajahan, dan kontribusi ini harus diakui sebagai bagian integral dari sejarah bangsa.
Reporter: Rifqi