Persis Dukung Petisi Pencabutan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) mendukung dicabutnya Nobel Perdamaian yang disandang Perdana Menteri Myanmar, Aung Sang Suu Kyi. Pasalnya, pernyataan Sun Kyi, "No one told me I was going to be interviewed by a Muslim" dinilai tidak mencerminkannya sebagai seorang perjuang perdamaian.

Pernyataan yang artinya “Tidak ada yang memberitahuku akan diwawancarai oleh seorang Muslim” itu ia sampaikan kepada wartawan muslim BBC saat dimintai tanggapan terkait pandangan dan sikapya terhadap nasib umat Islam Rohingya. Wawancara yang terjadi pada 2013 itu baru dipersoalkan sekarang setelah biografi Suu Kyi yang ditulis oleh Peter Popham dirilis. 

“Meskipun itu terjadi pada tahun 2013, tapi sikapnya itu jelas menunjukan karakter sesungguhnya dari seorang Aung San Suu Kyi yang telah diberi penghormatan sebagai peraih Nobel Perdamaian,” kata Wakil Ketua Umum PP Persis Dr Jeje Zaenudin melalui rilisnya kepada Jurnalislam, Selasa (29/3/2016).

Dengan terungkapnya sikap Suu Kyi itu, PP Persis mendukung petisi yang menyerukan pencabutan Nobel Perdamaian dari San Suu Kyi. “Karena sikap dan pernyataanya itu tidak mencerminkan sebagai pejuang perdamaian, justru menunjukan sebagai seorang yang berpikiran rasialis dan bersikap diskriminatif,” tegasnya.

Selain itu, PP Persis juga menyeru kaum Muslimin utk mendukung petisi pencabutan Nobel Perdamaian Sun Kyi sebagai wujud pembelaan dan solidaritas bagi Muslim Rohingya yang hingga saat ini masih diperlakukan secara zalim dan tidak berperikemanusiaan.

Seperti diketahui, sejumlah aktivis hak asasi manusia menggalang tuntutan mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang diberikan kepada pemimpin gerakan demokrasi di Myanmar, Aung San Suu Kyi.

"Kami meminta Ketua Komite Nobel mencabut Nobel Perdamaian yang diberikan untuk Suu Kyi. Hanya mereka yang sungguh-sungguh menjaga kedamaian yang layak menerima hadiah Nobel Perdamaian," kata para aktivis dalam petisinya.

Hingga malam ini, petisi yang diedarkan via Change.org sudah ditandatangani ratusan aktivis dan pegiat HAM, demokrasi, pegiat antikorupsi, politis, dan jurnalis di Indonesia. Petisi ini menyebar di media sosial sejak Senin (28/3/2016).

Reporter: Muhammad Fajar | Editor: Ally Muhammad Abduh | Jurnalslam

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.