Penakluk Konstantinopel, Sultan Muhammad Al-Fatih ( Bagian. 1 )

DIA adalah Sultan Muhammad II, merupakan sultan Utsmani ke tujuh dalam silsilah keturunan keluarga Utsman. Muhammad II digelari Al-Fatih dan Abu Al-Khairat. Dia memerintah hampir tiga puluh tahun yang diwarnai dengan kebaikan dan kemuliaan bagi kaum muslimin.  Dia memangku kesultanan Utsmani setelah ayahnya wafat tanggal 16 Muharram 855 H/18 Februari 1451 M. Waktu itu umurnya baru menjelang 22 tahun. 

Sultan Muhammad II sendiri memiliki kepribadian yang komplit. Sebuah kepribadian yang menggabungkan antara kekuatan dan keadilan. Dia memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bahasa yang ada saat itu dan pada saat yang sama memiliki kecenderungan yang besar terhadap buku-buku sejarah. Ini semua menambah kemantapan kepribadiannya dalam masalah manajemen dan administrasi negara, serta penguasaan medan dan strategi perang. Maka tak aneh, bila di kemudian hari dia menjadi sosok yang demikian terkenal di dalam sejarah. Berkat keberhasilan menaklukkan Konstantinople, ia dijuluki Al-Fatih (pembuka/penakluk).

Dia sangat menonjol dalam hal restrukturisasi administrasi dan manajemen negara di berbagai segi. Dia begitu perhatian mengenai keuangan negara dan cara pembelanjaan yang efektif dan efisien.

Dia juga berkonsentrasi untuk meningkatkan kepiawaian pasukannya dan merestrukturisasi tentara dengan cara melakukan pengabsenan khusus pada pasukannya dan melengkapi dengan persenjataan terbaik di zamannya.

Penaklukan Konstantinopel

Konstantinople dianggap sebagai salah satu kota terpenting di dunia. Kota ini dibangun tahun 330 M oleh Kaisar Romawi Constantine I. Konstantinople memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia hingga dikatakan, “Andai- kata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinople akan menjadi kota yang paling cocok untuk menjadi ibu kotanya.” Sejak didirikannya, pemerintahan Romawi telah menjadikannya sebagai ibu kota pemerintahan. Konstantinople merupakan salah satu kota terbesar dan terpenting di dunia kala itu.

Ketika kaum muslimin berjihad melawan kekaisaran Byzantium (Romawi Timur), Konstantinople memiliki aspek strategis khusus dalam pertarungan saat itu. Oleh sebab itulah, Rasulullah SAW telah memberikan kabar gembira dalam beberapa kali sabdanya, bahwa kota itu akan ditaklukkan. Makanya para khalifah kaum muslimin berlomba-lomba untuk menaklukannya dalam rentang waktu yang panjang, dengan harapan mereka mampu merealisasikan sabda Rasulullah SAW,

“Konstantinople akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara” (HR. Ahmad)

Oleh sebab itulah, kekuatan Islam akan selalu merambah ke sana sejak masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan tahun 44 H. Namun serangan itu belum berhasil. Serangan dilakukan berkali-kali silih berganti, namun semuanya bernasib sama. Serangan paling besar dilakukan di masa Dinasti Umayah, yaitu masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik tahun 98 H.

Usaha-usaha untuk menaklukan Konstantinopel terus berlanjut. Di masa awal khilafah Abbasiyah, berlangsung jihad yang demikian intensif untuk melawan pemerintahan Byzantium. Namun usaha ini belum sampai ke Konstantinopel walaupun serangan itu telah menimbulkan gejolak di dalam negeri Byzantium, khususnya serangan yang dilakukan oleh Harun Al-Rasyid tahun 190 H.

Di awal abad ke-14 Masehi, pemerintahan Utsmani menggantikan pemerintahan Saljuk-Romawi. Kembali berbagai upaya penaklukan Konstantinople dilakukan pasukan Islam. Permulaan dilakukan oleh Sultan Bayazid “Sang Kilat”, yang dengan kekuatan pasukannya mampu mengepung Konstanti- nople tahun 1393 M. Sultan saat itu melakukan perjanjian dengan kaisar dan menuntut dia untuk menyerahkan kota itu dengan cara damai kepada kaum Muslimin. Namun kaisar mengulur-ulur waktu dan berusaha untuk meminta bantuan kepada negara-negara Eropa, untuk menghadang serangan tentara Islam ke Konstantinople.

Pada saat bersamaan, tentara Mongolia di bawah pimpinan Timurlenk menyerbu wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Utsmani. Pasukan Timurlenk melakukan perusakan-perusakan. Akibatnya, tercabiklah pemerintahan Utsmani untuk sementara dan terhenti pulalah pemikiran untuk menaklukkan kota Konstantinople dalam jangka waktu cukup lama.

Sejak masa ayahnya memerintah, Muhammad Al-Fatih telah terlibat dalam urusan kesultanan. Dia banyak terlibat dalam setiap bentrokan dengan pemerintahan Byzantium dalam kondisi yang berbeda-beda. Sebagaimana ia juga mengetahui bagaimana para pendahulunya telah berusaha untuk menaklukan kota Konstantinople. Bahkan dia sadar sepenuhnya, bagaimana usaha-usaha ini telah dilakukan secara berulang-ulang dalam masa pemerintahan Islam yang beragam.

Dengan demikian, sejak berkuasa tahun 1451 M dia langsung mengarahkan pandangannya untuk menaklukan Konstantinople.

Sultan Muhammad II (Muhammad Al Fatih) berusaha dengan berbagai cara dan strategi untuk menaklukan kota Konstantinople. Di antaranya dengan cara memperkuat kekuatan militer Utsmani dari segi personil hingga jumlahnya mencapai 250.000 mujahid

Persiapan Penaklukkan

Sultan Muhammad II (Muhammad Al Fatih) berusaha dengan berbagai cara dan strategi untuk menaklukan kota Konstantinople. Di antaranya dengan cara memperkuat kekuatan militer Utsmani dari segi personil hingga jumlahnya mencapai 250.000 mujahid.  Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar, jika dibandingkan jumlah tentara di negara lain saat itu. Dia juga memperhatikan pelatihan pasukannya dengan berbagai seni tempur dan ketangkasan menggunakan senjata, yang bisa membuat mereka ahli dan cakap dalam operasi jihad yang ditunggu-tunggu.

Sebagaimana ia juga memperhatikan sisi maknawi dan menanamkan semangat jihad di dalam diri pasukannya. Ia juga selalu mengingatkan mereka akan pujian Rasulullah r kepada pasukan yang mampu menaklukan Konstantinople adalah tentaranya. Ini memberikan dorongan moral yang sangat kuat dan tiada tara di kalangan pasukannya. Ditambah kehadiran banyak ulama di tengah-tengah pasukan muslimin yang banyak memberi dampak demikian besar dalam menguatkan tekad pasukan dan menguatkan semangat jihad sesuai dengan perintah Allah Ta’ala.

Sultan Muhammad membangun benteng yang sangat strategis, Romali Hishar di wilayah selatan Eropa di Selat Bosphorus berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun di masa pemerintahan Bayazid di daratan Asia. Tingginya sekitar 82 meter. Maka jadilah dua benteng itu berhadapan yang dipisahkan jarak hanya 660 meter. Benteng ini mampu mengendalikan penyeberangan armada laut dari arah timur Boshporus ke arah barat dan mencegah bantuan yang akan menuju ke pihak musuh.

Perhatian Sultan untuk Menghimpun Senjata

Sultan memiliki perhatian khusus untuk menyiapkan senjata yang dibutuhkan dalam rangka menaklukkan Konstantinople. Salah satu yang terpenting adalah meriam. Dia telah mengundang seorang insinyur ahli meriam yang bernama Orban. Kedatangannya disambut dengan hangat dan dia memberi semua fasilitas yang dibutuhkan, baik kebutuhan materi maupun pekerja. Insinyur ini mampu merakit sebuah meriam yang sangat besar. Di antara meriam yang sangat penting adalah meriam Sultan Muhammad yang sangat terkenal. Disebutkan bahwa meriam ini memiliki bobot hingga ratusan ton dan membutuhkan ratusan lembu untuk menariknya. Sultan sendiri melakukan pengawasan langsung pembuatan meriam ini, serta dia sendiri yang melakukan uji cobanya.

Perhatiannya terhadap Armada Laut

Selain itu, dalam mempersiapkan penaklukan Konstantinople, Sultan juga memiliki perhatian penuh terhadap penguatan armada laut Utsmani yang ditandai dengan diperbanyaknya beragam kapal yang dipergunakan untuk membuka kota itu. Sebab kota Konstantinople adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung, kecuali dengan menggunakan laut yang melaksanakan tugas ini. Disebutkan bahwa kapal yang sultan persiapkan berjumlah sekitar 400 kapal.

Serangan Sultan Muhammad Al Fatih

Kota Konstantinople dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu Selat Boshporus, Laut Marmarah, dan Tanduk Emas, yang dijaga dengan menggunakan rantai yang demikian besar, hingga sangat tidak memungkinkan untuk masuknya kapal ke dalamnya. Di samping itu dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar yang sangat kokoh yang terbentang dari Laut Marmarah hingga Tanduk Emas yang hanya diselingi Sungai Likus. Di antara dua pagar, terdapat ruang kosong yang berkisar sekitar 60 kaki, sedangkan bagian dalamnya ada sekitar 40 kaki dan memiliki satu menara dengan keting- gian 60 kaki dan benteng setinggi 60 kaki, sedangkan pagar bagian luarnya memiliki ketinggian sekitar 25 kaki, selain tower-tower pemantau yang terpencar dan dipenuhi tentara pengawas.

Pada hari pertama pasukan Islam tiba di dekat benteng Konstantinople, ke hadapan pasukannya Sultan Muhammad Al-Fatih membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi seruan jihad, sebagaimana ia juga menyebut hadits-hadits Rasulullah r yang mengabarkan tentang penaklukan Konstantinople dan keutamaan tentara yang membukanya serta keutamaan pimpinan pasukannya. Dia sebutkan bahwa dengan dibukanya Konstantinople berarti akan memuliakan nama Islam dan kaum muslimin. Pasukan Islam saat itu melakukan gempuran dengan membaca tahlil (La ilaaha Illalloh) dan takbir (Allohu Akbar) serta berdo’a penuh khusyu kepada Allah Ta’ala.

Sedangkan ulama berbaur di tengah-tengah pasukan dan tentara Islam, berjihad bersama-sama yang berhasil mengangkat semangat dan mental pasukan, sehingga setiap pasukan menunggu pertempuran itu dengan penuh kesabaran demi menjalankan kewajiban mereka.

Dan hari berikutnya, sultan mendistibusikan pasukan daratnya di depan pagar-pagar luar Konstantinople. Pasukan tersebut dibagi menjadi tiga bagian utama, yang bisa mengepung kota itu dari semua jurusan. Sebagai- mana Sultan Muhammad Al-Fatih juga membentuk pasukan cadangan di belakang pasukan khusus itu. Dia menempatan meriam-meriam di depan pagar-pagar dan yang paling utama adalah meriam Sultan yang ditempatkan di depan pintu Thib Qabi. Di samping itu, sultan juga menempatkan satu pasukan pengintai di berbagai tempat yang tinggi dan dekat dengan kota Konstantinople untuk mengawasi keadaan. Pada saat yang sama, kapal-kapal pasukan Utsmani menyebar di perairan yang mengitari kota Konstantinople. Namun, kapal-kapal itu tidak bisa sampai ke Tanduk Emas, karena adanya rantai-rantai besar penghalang yang menghambat masuknya kapal manapun dan akan menghancurkan semua kapal yang berusaha untuk mendekat. Armada Laut Utsmani mampu menguasai Kepulauan Pangeran di Laut Marmarah.

Pasukan Byzantium berusaha mati-matian untuk mempertahankan Konstantinople. Mereka menebar pasukannya di pagar-pagar pembatas dengan pengawalan ketat. Namun, pasukan Utsmani melakukan penyerbuan untuk segera merebut kota itu. Sejak hari pertama pengepungan, pertempuran langsung berkecamuk sengit antara pasukan Islam dan tentara Byzantium. Dan pintu syahid segera terbuka. Pasukan Islam memperoleh kemenangan gemilang khususnya yang berada di dekat pintu kota.

Peluru-peluru meriam tentara Islam diluncurkan dari berbagai arah. Suara menggelegar dari peluru tersebut, menimbulkan rasa takut yang mencekam dalam dada pasukan Byzantium. Peluru-peluru meriam tersebut berhasil menghancurkan pagar-pagar kota. Namun pasukan Byzantium mampu segera membangun kembali pagar-pagar itu. 

Bantuan-bantuan kristen dari Eropa tidak pernah berhenti. Dari Genoa datang bantuan lima kapal perang yang dipimpin komandannya bernama Gustian dengan disertai tujuh ratus pasukan sukarelawan dari berbagai negara (kristen). Kapal-kapal mereka sampai ke Konstantinople setelah terjadi kontak senjata dengan pasukan Islam yang mengepung kota itu. Sedangkan pendeta-pendeta dan pemuka agama kristen tidak tinggal diam. Mereka berkeliling di jalan-jalan kota dan benteng-benteng, memberi semangat kepada orang-orang kristen untuk kokoh dan sabar.

Pasukan Utsmani dengan semangat tempur yang tinggi terus menggempur kota Konstantinople yang dipimpin langsung Sultan Muhammad Al-Fatih. Pada saat yang sama, pasukan Byzantium melakukan perlawanan yang gagah berani. Kaisar Byzantium berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan kota dan rakyatnya dari serangan musuh dengan berbagai cara. Maka dia pun segera mengajukan bermacam-macam tawaran kepada sultan agar mau menarik pasukannya dan sebagai penggantinya akan menyetorkan uang dan akan menyatakan ketaatan kepadanya dan tawaran-tawaran lainnya.

Namun Sultan Muhammad Al-Fatih, alih-alih menerima tawaran itu, malah dia dengan tegas meminta kaisar menyerahkan kota Konstantinople. Jika demikian, maka sultan akan memberi jaminan bahwa tidak akan ada seorang penduduk pun dan satu gereja pun yang akan diganggu.

Kandungan isi surat dilayangkan padanya adalah sebagai berikut, “Hendaklah kaisar kalian menyerahkan kota Konstantinople kepada saya. Dan saya bersumpah, bahwa tentara saya tidak akan melakukan tindakan jahat apa pun kepada kalian, atas jiwa dan harta kalian. Barangsiapa yang ingin tetap tinggal di kota ini, maka tetaplah dia tinggal dengan damai dan aman. Dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, maka tinggalkanlah dengan aman dan damai pula”.

Pengepungan terasa kurang, karena Selat Tanduk Emas masih berada di tangan pasukan Byzantium. Namun demikian, pasukan Islam terus melakukan serangan tanpa henti, khususnya pasukan inkisyariyah memperlihatkan keberaniannya yang sangat mengagumkan. Mereka mau menerjang kematian, tanpa takut akibat yang akan mereka terima dari gempuran meriam-meriam. Tanggal 18 April, meriam-meriam pasukan Utsmani mampu membuka pagar-pagar Byzantium di Lembah Likus di bagian barat pagar kota. Maka bergeraklah pasukan Utsmani dengan gagah berani untuk membuka kota melalui celah tapal batas ini, sebagaimana mereka juga berusaha menembus pagar pembatas lain dengan menaiki tangga.

Namun pasukan yang menjaga kota yang dipimpin oleh Gustian dengan mati-matian mempertahankan tapal batas dan pagar pembatas ini.

Pada hari yang sama, sebagian armada laut Utsmani berusaha untuk menembus Tanduk Emas dengan cara menghancurkan rantai-rantai yang menghalanginya. Namun, kapal-kapal aliansi Byzantium dan Eropa ditambah dengan pasukan yang bermarkas di belakang rantai-rantai besar itu yang berada di pintu masuk Teluk, mampu menahan kapal-kapal pasukan Islam dan menghancurkan beberapa di antaranya. Dengan terpaksa, pasukan Islam kembali menarik diri setelah gagal untuk merealisasikan tujuannya.

Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Sultan Muhammad Al-Fatih mengawasi kelangsungan pertempuran dengan menunggang kuda. Dia masuk ke laut bersama kudanya, hingga air laut itu sebatas dada kuda. Sedangkan kedua pasukan laut yang bertempur hanya berjarak sekitar satu lemparan batu. Saat itu dia berteriak pada Balta Oghlmi, “Wahai kapten! Wahai kapten!” Dan dia mengibas-ngibaskan tangannya. Maka pasukan Utsmani meningkatkan serangannya dan sama sekali tidak terpengaruh dengan serangan bertubi-tubi

Kejeniusan Perang yang Cemerlang

Sultan tampak memiliki pemikiran yang demikian cemerlang. Yakni dengan memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di Bayskatasy ke Tanduk Emas. Ini dilakukan dengan menarik melalui darat antara dua pelabuhan, dan usaha menjauhkannya dari Galata karena khawatir kapal-kapalnya akan mendapat serangan dari arah selatan. Jarak antara dua pelabuhan tersebut sekitar tiga mil. Tanahnya bukanlah tanah datar. Tanahnya berupa tanah rendah dan bebukitan yang belum dijamah.

Untuk itu, Sultan segera mengumpulkan komandan-komandan perang dan mengemukakan pendapatnya. Dia mengutarakan secara pasti medan perang mendatang. Ide ini ternyata mendapat sambutan yang demikian hangat dan semangat dari semua yang hadir menyatakan kekagumannya. 

Malam itu, pasukan Utsmani mampu menarik lebih dari tujuh puluh perahu dan dilabuhkan di Tanduk Emas, dilakukan di tengah-tengah kelengahan musuh dan dengan cara yang tidak lazim

Mulailah Sultan merealisasikan rencananya. Ditariklah perahu-perahu tersebut dari Selat Bosphorus ke daratan dengan menggunakan kayu-kayu yang telah diberi minyak. Hingga akhirnya, perahu-perahu sampai di titik yang aman dan dilabuhkan di Tanduk Emas. Malam itu, pasukan Utsmani mampu menarik lebih dari tujuh puluh perahu dan dilabuhkan di Tanduk Emas, dilakukan di tengah-tengah kelengahan musuh dan dengan cara yang tidak lazim. Upaya tersebut, diawasi sultan secara langsung dari jarak yang aman dan tidak bisa dijangkau musuh.

Pekerjaan demikian kala itu, merupakan kerja berat dan besar, bahkan dianggap sebagai “mukjizat” yang tampak dari sebuah kecepatan berpikir dan kecepatan aksi yang menunjukkan kecerdasan otak Utsmani dan kemahiran mereka serta keinginan mereka yang demikian kuat. Tatkala orang-orang Byzantium mengetahuinya, mereka sangat kaget. Tak seorang pun yang percaya atas apa yang telah terjadi. Namun realita yang ada di hadapan mereka membuat mereka harus mengakui strategi yang jitu itu.

Pemandangan kapal dengan bendera-bendera yang menjulang tinggi, berjalan di tengah-tengah ladang sebagaimana gelombang sedang memecah laut. Pemandangan demikian mengejutkan dan sangat mengagumkan. Ini semua kembali pada karunia Allah Ta’ala kemudian semangat yang kaut dari Sultan dan kecerdasannya yang demikian luar biasa. Di samping tentunya kembali pada kecakapan para insinyur-insinyur Utsmani dan cukupnya tenaga yang melakukan rencana besar dan berat ini yang dilakukan dengan penuh semangat. 

Semua ini selesai hanya dalam jangka waktu semalam. Pada subuh pagi 22 April 1453 M, penduduk kota yang lelap itu terbangun oleh suara takbir tentara Utsmani dan genderang perang mereka yang bertalu-talu dan nasyid-nasyid imani yang menggema di Tanduk Emas. Mereka dikejutkan oleh datangnya perahu-perahu Utsmani yang telah menguasai perairan itu. Kini tak ada lagi air penghalang antara pasukan Byzantium yang mempertahankan Konstantinople dengan pasukan Utsmani.

Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak gunung sebagai pengganti ombak-ombak. Sungguh perbuatan ini jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Iskandar Yang Agung”.

Salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium menyatakan kekaguman berikut ini, “Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak gunung sebagai pengganti ombak-ombak. Sungguh perbuatan ini jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Iskandar Yang Agung”.

Kehadiran kapal-kapal Utsmani di Tanduk Emas telah berperan besar dalam melemahkan semangat pasukan Byzantium yang mempertahankan Konstantinople. Tentara Byzantum pun telah berusaha beberapa kali untuk menghancurkan armada laut Utsmani di Tanduk Emas ini, hanya saja semua usaha mereka yang mati-matian itu telah ditunggu pasukan Utsmani dan mereka mampu menggagalkan rencana musuh-musuhnya.

Tentara Utsmani dengan gencar terus menyerang titik-titik pertahanan kota dan pagar-pagarnya dengan meriam dan mereka berusaha untuk memanjat pagar-pagar itu. Pada saat yang sama pasukan Utsmani telah menempatkan meriam-meriam khusus di dataran tinggi yang bersebelahan dengan Bosphorus dan Tanduk Emas. Ini dimaksudkan untuk menghantam kapal-kapal yang membantunya di Tanduk Emas, Bosphorus, dan perairan laut yang bersebelahan dengannya, sehingga akan menjadi penghambat gerak kapal-kapal musuh dan akan mengakibatkan kelumpuhan secara keseluruhan.

Perang Urat Syaraf

Sultan melipatgandakan serangan pada tapal batas dan dia fokuskan serangan sesuai rencana yang dia gariskan untuk melemahkan musuh. Pasukan Utsmani melakukan serangan berkali-kali pada pagar pembatas dan selalu berusaha untuk memanjatnya. Semua itu mereka lakukan dengan penuh kesatria. Dan keberanian yang paling menggetarkan tentara Byzantium adalah teriakan mereka memecah langit saat mereka meneriakkan kalimat Allohu Akbar….Allohu Akbar…. Teriakan ini laksana petir yang memekakkan.

Sultan mulai menempatkan meriam-meriam besar di dataran-dataran tinggi, yang berada di belakang Galata. Meriam-meriam itu mulai menyemburkan peluru-pelurunya dengan intensif ke pelabuhan. Salah satu peluru meriam itu tepat mengenai kapal dagang dan langsung tenggelam. Maka kapal-kapal lain segera dilanda ketakutan dan melarikan diri dengan menjadikan pagar-pagar pembatas Galata sebagai tempat berlindung. Seperti itu serangan darat pasukan Utsmani terus berlanjut dalam serangan yang bergelombang dan sangat cepat. Sultan sendiri melakukan serangan dengan menggunakan meriam, baik di darat maupun di laut, siang malam tanpa henti, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan pasukan yang dikepung dan agar mereka tidak bisa menarik nafas ketenangan.

Sultan mengejutkan musuhnya dari waktu ke waktu dengan seni serangan yang selalu berbeda dari segi perang dan pengepungan, yaitu perang urat syaraf.  Seni perang yang dia lakukan, merupakan inovasi baru yang belum dikenal sebelumnya.

Pasukan Utsmani melakukan terobosan baru dalam bertempur dengan pasukan Romawi. Yakni dengan menggali terowongan infiltrasi dan membuat benteng dari kayu yang demikian besar yang bergerak. Benteng ini terdiri dari tiga tingkat, dengan ketinggian yang melebihi pagar-pagar pembatas ibu kota. Benteng tersebut dilapisi tameng dan kulit yang dibasahi air, dengan tujuan agar tidak mudah terbakar api.

Sedangkan meriam-meriam tentara Utsmani tidak henti-hentinya menggempur pagar-pagar kota dan benteng-benteng pertahanannya. Sebagian besar pagar kota dan benteng-benteng itu hancur. Sementara itu, parit-parit dipenuhi puing-puing yang tidak bisa lagi dibereskan oleh para penjaga kota. Dengan demikian, kota itu menjadi sangat terbuka untuk diserang kapan saja. Namun pilihan tempatnya hingga saat itu belum ditentukan. Bersambung…

Faris | Jurniscom

(Dirangkum dari Buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Kelas VIII Semester 2, Penulis : Suroso Abdussalam, Penerbit LP3IT)

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.