Ustaz Syam Sebut Dakwah di Tiktok Lebih Menjangkau Generasi Muda

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Dai kondang Ustad Syamsudiin Nur Maka menyampaikan inovasi baru dalam berdakwah kepada para da’i milenial. Menurutnya, saat ini peran sosial media begitu berarti sebagai sarana penyampaian dakwah.

Dia menuturkan, salah satu platform yang paling aktif di Indonesia sekarang ini adalah TikTok. Meskipun, kata dia, aplikasi ini awalnya dikenal hanya untuk mendengar musik dan berjoget-joget.

‘’Namun (seiring waktu) banyak yang menggunakanya untuk sarana informasi dan edukasi, pebisnis, dokter, banyak da’i yang masuk ke sana,’’ ujarnya saat webinar Penguatan Peran Da’I Milenial dalam Kebangkitan dari Dampak Pandemi Covid-19, Sabtu (18/9).

Ustad yang juga sering menyampaikan dakwahnya di TV ini mengatakan, kelebihan sosial media bisa berinteraksi langsung.

Ia mencontohkan, saat satu orang bertanya, jawabanya bisa didapatkan oleh semua orang yang melihatnya.
Selain itu, TikTok memiliki algoritma yang sangat berbeda dengan sosial media lainnya seperti Instagram.

‘’Kalo di Instagram kita bisa dapat informasi kalau kita follow, kalo TikTok FYP, tidak harus orang follow dulu, mereka hanya cukup install tiktok, materi kita bisa sampai pada gadget mereka,’’ paparnya.

 

Ustad yang memiliki 3,5 juta Followers di TikTok ini memberikan tips dalam berdakwah di media sosial.

Pertama, para da’i harus melihat algoritma TikTok terkait musik yang sedang viral di TikTok. Kemudian, para da’i bisa menggunakan musik tersebut untuk sarana dakwah.

”Saya bikin konten dakwah, musik yang sedang viral. Musiknya di mute, dan yang terdengar adalah suara saya,’’ terangnya.

Kedua, dalam berdakwah jangan sampai menjelakkan orang lain.

Selain itu, dakwah juga tidak bisa semuanya kita share kepada orang lain. Ia menceritakan pengalamanya bahwa dakwah digital sangat luar biasa.

‘’Saya berdakwah di Masjid Raya Kubah Emas, salah satu masjid terbesar di ASEAN. Pendengarnya masih kalah jauh dibanding saya berdakwah di tv, tapi ternyata masih kalah jauh dibanding pendengar di sosial media,’’ tutupnya sambil memotivasi para da’i milenial. (mui)

 

Kiai As’ad Nilai NU dan Taliban Miliki Kesamaan Ideologi

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga tokoh Nahdlatul Ulama Kiai As’ad Said Ali mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) memiliki kesamaan dengan dalam hal pemahaman Keislaman.

Menurut As’ad NU dan Taliban sama-sama menganut pola pikir Al-Asy’ari dan Maturidi dalam pemahaman akidah.

Sementara dalam hal mazhab, Taliban menganut mazhab Imam Hanafi dan NU mayoritas menganut mazhab Syafi’iyah.

Sejumlah ulama yang berafiliasi dengan Taliban membentuk organisasi NU Afghanistan pada 2014. Organisasi tersebut mengembangkan ajaran Islam yang moderat.

“Taliban (punya ideologi) sama seperti NU, makanya pemimpin pasukan Taliban yang pertama tiga tahun lalu menjadi anggota NU Afghanistan,” ujar As’ad saat lansir Republika belum lama ini.

Seperti diketahui, keanggotaan NU Afghanistan kini sudah tersebar di 22 dari 34 provinsi, dan diterima dengan baik oleh Taliban serta Mujahidin. Asas dasar dari NU Afghanistan yaitu tawasuth (moderat), tawazun (berimbang-independen), tasamuh (toleransi), i’tidal (keadilan), dan musyarakah (musyawarah).

Taliban memerintah Afghanistan pada periode 1996-2001. Ketika itu, mereka menerapkan hukum Islam yang keras. Mereka tidak mengizinkan perempuan mengenyam pendidikan dan bekerja. Taliban ditaklukan setelah Amerika Serikat (AS) menginvasi Afghanistan pada 2001, pascaserangan 9/11.

Pada Agustus lalu, Taliban kembali berkuasa setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Taliban dengan cepat menguasai seluruh provinsi dan distrik strategis Afghanistan. Taliban berjanji akan membentuk pemerintahan yang inklusif.

Kiai Assad pun optimis, Taliban akan melunak seiring dengan berjalannya waktu. Menurutnya, saat ini sudah ada kesepakatan antara Taliban dengan Amerika-Serikat. “Jadi ini faktor suatu saat akan melunak, sekarang belum, karena perubahan dari atas, nanti baru ke menengah, ke bawah dan butuh waktu,” ujarnya.

sumber: republika.co.id

 

Forum Me-DAN Gelar Baksos dan Pengobatan Gratis di Wonosalam

JOMBANG(Jurnalislam.com)– Forum Medis dan Aksi Kemanusiaan (Forum Me-DAN) menggelar aksi sosial di Dusun Sumberarum, Desa Sambirejo, Kecamatan Wonosalam, Jombang.

Acara bakti sosial (baksos) dan pengobatan gratis ini diadakan di Masjid Al Huda, dusun setempat, Sabtu, 18 September 2021.

Sedikitnya sebanyak 160 orang hadir dalam kegiatan tersebut untuk melakukan pengobatan gratis. Acara ini juga dihadiri oleh beberapa pengurus Sekber Relawan Penanggulangan Bencana (SRPB) Jawa Timur yang dipimpin Koordinator Dian Harmuningsih.

Selain itu, acara bakti sosial ini juga melibatkan KKN mahasiswa STAI At Tahdzib, Jombang. Sebanyak 12 mahasiswa terlibat membantu kegiatan ini.

“Ini merupakan kegiatan kedua kami di tempat yang sama,” ungkap Koordinator Baksos dan Pengobatan Gratis Forum Me-DAN Yan Aditya.

Kegiatan sebelumnya digelar pada tahun 2019. “Teman-teman memang fokus pada pengobatan massal 3-4 tahun belakangan ini,” imbuh Aditya.

Acara baksos ini digelar dengan memberikan bantuan sembako kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan. “Ini juga membantu masyarakat yang membutuhkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai,” tambah Koordinator SRPB Jatim Dian Harmuningsih.

Warga setempat merasa terbantu dengan bantuan sembako ini. Mereka berterima kasih atas kegiatan sosial ini.

Literasi Dimasa Akhir Khilafah Utsmani

Oleh: Rulian Haryadi (Founder Boomboxzine).

Banyak dari kita yang menyayangkan jatuhnya imperium Islam dan tidak sedikit juga yang menyalahkan tokoh-tokoh perusak dari luar seperti Zionisme, Turki Muda, Pemberontakan Nasionalis, Imperial Prancis-Inggris, dan reformasi Tanzimat. Kemunduran Turki Utsmani dicap oleh Barat sebagai The Sick Man (orang sakit di Eropa). Cap tersebut kita bisa lihat dari kebijakan luar negeri Turki Utsmani yang sudah mulai lunglai seperti Perjanjian Balta Limani 1813 yang memberikan Inggris untuk masuk membeli tanah dan mengirimkan barang dagangan.

Di Barat pada abad ke-18 dan 19 terjadi lonjakan yang luar biasa dalam segi keilmuan, meski bercorak sangat liberal tetapi Barat berhasil menangkap kekosongan zaman yang selama ini dipimpin oleh umat Islam telah terjadi stagnasi.

Pada saat kekhilafahan telah menyusut turun sejak abad ke-18 pemerintah Turki silau akan gemerlap dunia Barat kita bisa lihat bagaimana alasan Istana Dolmabache berdiri. Para intelektual mulai meracuni Sultan dengan ide reformasi yang tidak tepat seperti Maklumat Tanzimat 1844. Pada saat pelaksanaan reformasi ini beberapa syariat dienyahkan seperti hukuman mati bagi orang yang murtad, dihapuskannya jizyah, dan penyeragaman hukum bagi Muslimin untuk meninggalkan syari’at. Hasilnya banyak orang-orang fasik dan orang kafir yang menduduki kursi strategis pemerintahan dan kematian hukum syari’at sudah menunggu waktunya.

Padahal kalua kita cek lagi akar sebenarnya yang bermasalah bukan pada kebijakan politik, bukan pada miter, bukan pula pada ekonomi lebih jauh dari itu umat Islam telah meninggalkan perintah pertamanya yaitu Iqra (kesadaran membaca). Terbukti dalam produksi kitab bertema politik yang masyhur kita bisa hitung dengan jari padahal pada masa awal Islam bertaburan kitab dalam berbagai bidang keilmuan tidak melulu berkutat pada aqidah, fiqh, hadits, dan Bahasa Arab.

Pada awal abad ke-18 sebenarnya Turki Utsmani telah menghadirkan mesin cetak sebagai respon mendongkrak intelektualitas Muslim. Namun mesin cetak itu mendapat kecaman dari para penyalin kitab tradisional tidak kurang antara 80-90.000 penyalin naskah turun ke Istanbul membentuk perlawanan terhadap percetakan karena dianggap ancaman ekonomi bagi masyarakat. padahal pada masa itu pertikaian antara penyalin naskah tradisional dengan pengusaha percetakan adalah masalah transisi zaman saja tak lebih seperti halnya dizaman kita antara ojek pangkalan dengan ojek online. Prancis berhasil melewati masa-masa transisi itu hanya waktu 12 tahun saja.

Pada tahun 1720-an setelah berjihad melawan Austria Wazir agung (sekelas perdana Menteri) saat itu Ibrahim Pasha menyebut periode Tulip. Periode ini Ibrahim Pasha mendatangkan seorang pengusaha sekaligus diplomat ulung Turki seorang mualaf asal Hungaria bernama Ibrahim Muteferrika. Gerakan pencetakan masal buku-buku di Turki dimulai pada 1729. Pada 1745 terdapat 17 judul dan kira-kira 12.000 buku telah dicetak. Pada periode 1746-1802 mesin cetak ini hanya menghasilkan 28 judul dengan kira-kira 50.000 buku telah dicetak.

Sedikitnya buku yang dihasilkan di zaman Khilafah Turki Utsmani ini dinilai Ahmet Kuru karena dua faktor pertama, kaum borjuis tidak ada yang menggunakannya secara efektid. Kedua, kurangnya atmosfer intelektual yang hidup, sehingga belum banyak buku-buku baru dari pembaca. Pada 1897 data perpustakaan Turki Utsmani yang ditulis hanya 193.000 buku (74.000 naskah tertulis, 49.000 buku cetak dan sisanya tidak dirinci). Sementara Prancis pada masa yang sama menembus angka 7.298.000 buku di 505 perpustakaan pada 1880. Menyedihkan melihat data ini padahal dizaman Ibnul Jauzi perpustakaan Prancis hanya memuat 40.000 buku sementara Ibnul Jauzi telah melahap 200.000 buku (ini belum dihitung jumlah ditiap perpustakaan zaman Abbasiyah).

Pada tahun 1730-an Syah Waliullah seorang ulama India menulis terjemahan Qur’an dalam Bahasa Persia berbentuk interlinear di Delhi dan mendapat penolakan dari ulama setempat sampai akhirnya naskah itu baru di cetak pada 1866. Namun pada tahun-tahun setelahnya Syaikhul Islam (semacam Menteri Agama) membatas penerbitan terjemahan Qur’an. Sementara pada 1727 pencetakan buku-buku non-agama diizinkan berdasarkan keputusan Sultan dan fatwa Syaikhul Islam. Dibeberapa tempat Muslimin mesin percetakan agak terlambat seperti di Tabriz, Iran 1817, Lakhnau, India 1819, Kairo, Mesir 1844, Kazak 1844, Surabaya, Jawa 1853.

Dari sini kita bisa melihat bom waktu yang meledak menjadi kelemahan total pada tubuh Turki Utsmani, lambatnya pemerataan mesin cetak yang sebenarnya pada saat itu menjadi media informasi yang paling cepat pada zamanya, terlalu mengekang karya para ulama Islam sementara karya dari Barat untuk dicetak menjadi buku dibiarkan, dan kurangnya para orang kaya menginvestasikan hartanya kepada hal yang baru (modern). Tak heran berlarut-larut dua abad menyebabkan Islam tertinggal oleh Barat dan kejumudan umat semakin membengkak. Dari sini juga kita harus sudah mulai peka akan pentingnya membaca dan mendiskusikan ilmu sebagaimana perintah di Quran Surah Al-‘Alaq [96] :1 untuk membaca dan An-Nahl [16] : 43 untuk berdikusi pada para ahli ilmu (ulama).

 

Referensi :

 

  • Ahmet T. Kuru, Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan; Perbandingan Lintas Zaman dan Kawasan di Dunia Muslim, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia 2021)
  • Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta, Indonesia: Al-Kautsar 2017)
  • Deden A. Herdiansyah, Di Balik Runtuhnya Turki Utsmani, (Yogyakarta, Indonesia: Pro U Media 2016)
  • Eugene Rogan, The Fall of Khilafah, (Jakarta, Indonesia: Serambi 2018)
  • Jared Rubin, Rulers, Religion, and Riches: Why the West Got Rich and the Middle East Did Not, (New York: Cambridge University Press 2017)
  • Jonatahan Bloom, Paper before Print; The History and Impact of Paper in the Islamic World, (Yale University: 2001)
  • Brett Wilson, Translating the Quran in an Age of Nationalism; Print Culture and Modern Islam in Turkey, (New York : Oxford University Press 2014)

3000 Orang Positif Covid Bisa Masuk Mal, Ini Kata Pemerintah

BANDUNG(Jurnalislam.com) – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, akan memanggil seluruh kepala dinas terkait pengawasan masyarakat di tengah penerapan PPKM level 3 di wilayahnya.

 

Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi kecolongan menyusul terungkapnya data oleh menteri kesehatan, Budi Gunadi, di mana sekira 3.000 orang dengan status terkonfirmasi positif Covid-19 tetap bisa masuk mal.

 

Diketahui, Menkes Budi Gunadi, belum lama mengugkap data mengejutkan di mana banyak tiga ribu lebih orang dari berbagai daerah di Indonesia dengan status terkonfirmasi positif covid-19 tetap bisa masuk ke mal.

Lemahnya pengawasan dari pihak pengelola tentunya menjadi penyebab utama mengapa orang yang jelas terkonfirmasi positif diizinkan masuk dan berbaur dengan pengunjung lainnya.

Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna, akan memanggil kepala dinas terkait mulai dari Dinas Perindustrian dan perdagangan dan dinas pariwisata.

“Ini untuk koordinasi supaya mal di bandung tetap aman dari Covid-19,” ujar Ema Sumarna, Minggu (19/9/2021).

Seperti diketahui, seluruh mal di indonesia wajib menggunakan scan CR Code aplikasi peduli lindungi untuk menyaring pengunjung, mulai dari mereka yang sudah melakukan dua kali atau satu kali vaksin, hingga mereka yang terkonfimasi positif Covid-19.

Namun dalam praktiknya, masih ada temuan dari Kementerian kesehetan yang menunjukkan bahwa ribuan orang terkonfirmasi positif Covid-19 bisa masuk mal.

sumber: sindonews.com

 

Waspada, Epidemiolog Prediksi Gelombang Ketiga Covid Indonesia Bulan Desember

JAKARTA(Jurnalislam.com)– Indonesia berhasil melewati serangan pandemi Covid-19 gelombang kedua mulai September 2021. Namun, pandemi corona belum akan berakhir bahkan ada ancaman pandemi Covid-19 gelombang ketiga.

Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mulai berkurang. Namun ancaman pandemi Covid-19 gelombang ketiga bisa terjadi.

Melansir data Satgas Covid-19, hingga Minggu (19/9) ada tambahan 2.234 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia. Sehingga total menjadi 4.190.763 kasus positif Corona.

Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Corona bertambah 6.186 orang sehingga menjadi sebanyak 3.989.326 orang. Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 145 orang menjadi sebanyak 140.468 orang.

Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 60.969 kasus. Jumlah ini turun 4.097 kasus dari sehari sebelumnya.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memperingatkan gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang berpotensi terjadi di Indonesia. Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, sejumlah negara tengah menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga tersebut.

Tiga gelombang pandemi Covid-19 dunia masing-masing terjadi pada Januari 2021 sebagai puncak pertama, April 2021 puncak kedua, dan Agustus-September 2021 sebagai puncak ketiga. Sementara, RI baru mengalami dua gelombang pandemi Covid-19.

“Kita harus waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan agar kita tidak menyusul third wave atau lonjakan ketiga dalam beberapa bulan ke depan,” kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (14/9/2021).

Berikut penjelasan dari epidemiolog terkait pandemi Covid-19 gelombang ketiga yang berpotensi terjadi di Indonesia:

Penjelasan epidemiolog soal pandemi Covid-19 gelombang ketiga

Menurut Epidemiolog Universitas Grifftith Australia Dicky Budiman, pandemi Covid-19 gelombang ketiga sangat mungkin terjadi, sebab mayoritas masyarakat Indonesia belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah. “Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky, Sabtu (18/9/2021).

Tak hanya virus corona varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru Covid-19 juga sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga.

“Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” ujar dia.

Dicky menjelaskan, potensi pandemi Covid-19 gelombang ketiga bersifat dinamis. “Dulu saya memprediksi Oktober, tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desemberpun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” tutur dia.

Ia memaparkan, ini disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat. “Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.

Sementara saat ini, Dicky mengatakan, dalam prediksi terakhir sesuai dengan perkembangan situasi terkini, pandemi Covid-19 gelombang ketiga mundur ke Desember.

Sumber: kontan.co.id

 

Al Azhar Kairo Setujui Perpanjangan Persiapan Keberangkatan Calon Mahasiswa Indonesia

JAKARTA(Jurnalislam.com)  Universitas Al-Azhar menyetujui permohonan Indonesia terkait dispensasi perpanjangan mu’adalah (penyetaraan) ijazah Madrasah Aliyah (MA) bagi para siswa yang akan kuliah di sana. Kepastian disetujuinya permohonan ini disampaikan oleh Tenaga Ahli Menteri Agama bagian Hubungan Antar Lembaga Hasan Basri Sagala usai bertemu dengan Grand Syeikh Al-Azhar di Kairo, Mesir, Jumat (17/9/2021).

Hasan Basri menjadi bagian dari Delegasi Indonesia yang mendapat mandat dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk memproses permohonan dispensasi perpanjangan muadalah ijazah MA. Tiga orang lainnya adalah Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama M. Adib Abdushomad, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia TGB Zainul Majdi, dan Sekjen OIAA Mukhlis M Hanafi.

“Alhamdulillah, dispensasi perpanjangan muadalah ijazah Madrasah Aliyah di Indonesia sudah disetujui Grand Syeikh Al-Azhar. Proses penyiapan keberangkatan calon mahasiswa ke Kairo bisa segera dilanjutkan,” terang Hasan Basri.

Universitas Al-Azhar Kairo menjadi primadona siswa lulusan Madrasah Aliyah dan pesantren di Indonesia untuk memperdalam Ilmu-Ilmu KeIslaman (Islamic Studies). Tahun ini, setelah melalui serangkaian seleksi, baik tertulis maupun wawancara, ada 1.500 calon mahasiswa yang dinyatakan lulus. Namun, proses pemberkasan untuk keberangkatan sebagian besar dari mereka terkendala oleh persoalan muadalah (penyetaraan Ijazah) yang dipersyaratkan untuk studi lanjut ke Mesir belum kunjung selesai.

“Karena waktu perkuliahan semakin mepet, Menag mengirimkan delegasi bersama OIAA untuk melakukan permintaan dispensasi muaddalah bagi calon mahasiswa tahun 2021. Sebelumnya, permohonan dispensasi juga sudah disampaikan melalui surat. Alhamdulilah misi delegasi ini telah membuahkan hasil,” terang Hasan.

“Delegasi bahkan mendapat kehormatan dapat bertemu langsung dengan Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Ahmad Muhammad Ath-Thayyeb, Rektor Al Azhar Muhammad Husein Al-Mahroshowi, Penasehat Grand Syaikh Al Azhar dalam bidang pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Abdel Dayem Nossair, serta Ketua OIAA Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Ambassador Abdurrahman Musa,” lanjutnya.

Disetujuinya dispensasi muadalah ini disambut baik Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menurutnya, persoalan keberangkatan calon mahasiswa baru Al Azhar sudah ada titik terang. “Proses muaddalah sekolah/madrasah pondok pesantren oleh Kementerian Agama yang sedang berjalan harus terus dikawal hingga selesai. Sehingga, proses seleksi calon mahasiswa Mesir yang akan datang tidak terkendala lagi,” pesan Menag.

Selain memproses permohonan dispensasi muadalah, tim delegasi juga bertemu dengan pengurus Perhimpunan Pelajar Muslim Indonesia (PPMI) di Mesir. Juga bertemu dengan Wakil Ketua OIAA yang juga pensiunan Jenderal Polisi di Mesir, Osama Yassin.

 

Pembinaan Akhlak Bangsa Harus Dilakukan Praktis

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Bagi Prof Dr KH Fahrurrozi Dahlan MA, buku panduan atau pedoman itu harus praktis dan simpel. Pelatihan harus aplikatif dengan mengedepankan aspek praktis, bukan lagi pada level menghafal.

Demikian Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Mataram sampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI di Jakarta, Ahad (12/09/2021).

Pada FGD bertema Penguatan Literasi Metodologi Penyusunan Buku Pedoman dan Modul Training Akhlak Bangsa PDPAB MUI, Fahrurrozi menjadi narasumber bersama Dr (c) Hj Badriyah Fahyumi Lc MA dan Prof Dr H Abdul Mujib MAg MSi (Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

“Tentu ini tidak bisa santai, harus serius,” kata Fahrurrozi terkait dengan penyusunan buku pedoman dan modul training perbaikan akhlak bangsa itu.

Menurutnya, ada tiga ranah dalam penyusuan buku pedoman dan modul training ini, yakni sistemik, aksiologi, dan ontologis. Fahrurrozi mengatakan, Buku Pedoman PDPAB ini harus jelas orientasinya.

“Pengertian, baik terminologi dan struktur-struktur materi yang muncul dalam kajian buku pedoman itu harus jelas sistemik, harus jelas epistomologi,” kata dia.

Dengan demikian, lanjut Fahrurrozi, peserta bisa memahami secara komprehensif apa yang akan disampaikan oleh pemateri, narasumber, da’i itu sendiri. “Itu rukun pertamanya,” kata dia.

 

Adapun mengenai aksiologi, Fahrurrozi menjelaskan, tujuan utama penyusunan buku itu harus jelas, deskriptif, dan komprehensif. “Diorientasikan untuk siapa itu termasuk aksiologis,” ujarnya.

Kemudian yang tak kalah pentinya adalah ontologisnya. Menurutnya, sasaran pengguna buku ini harus jelas. Hal ini berkaitan dengan materi yang sesuai dengan objek pengguna. “Materi, tujuan dan substansinya apa?” kata dia.

Fahrurrozi mengatakan, materi dalam training harus terukur dan terstruktur. Kompetensi utama peserta yang dihatapkan juga harus muncul. Contohnya, peserta mampu memahami, menganalisa, dan mempraktikkannya.
Modul juga, tambah dia, harus aplikatif dan metode pembelajarannya jelas. “Ada evaluasi, tidak jauh beda dengan buku-buku modul pembelajaran,” kata Fahrurrozi.

Tugas berat PDPAB, menurut dia, adalah memilih materi-materi dalam pelatihan. Materi tidak lagi persoalan-persoalan kognitif yang bicara tentang definisi, tapi lebih kepada praktik penerapan akidah.
Hal tersbut juga menjadi tantangan lain. “Di saar praktik jauh lebih dominan daripada menghafal, dsb, maka harus expert (ahli) dalam memahami karakternya,” kata Fahrurrozi yang mengaku siap bergabung untuk menyusun buku pedoman dan modul PDPAB.

 

Pada sesi tanya jawab, Prof Fahrurrozi kembali menekankan tentang pembangunan karakter dengan model pembelajaran yang aplikatif. Dia pun merujuk pada Alquran surat Al Ashr.

Diskusi yang dimoderatori Sekretaris PDPAB KH Nurul Badruttamam MA itu dibuka Ketua PDPAB MUI Dr KH Masyhuril Khamis MM. Menurut Masyhuril, ada beberapa segmen yang menjadi sasaran buku pedoman dan modul training.

Segmen tersebut di antaranya, remaja, termasuk milenial, kemudian perkantoran, badan atau lembaga, majelis taklim, dan segmen lainnya.  (mui)

 

Media Sosial Disebut Jangkau Edukasi Akhlak untuk Gen Z

JAKARTA(Jurnalislam.com) – Menyampaikan modul pelatihan akhlak melalui media sosial, seperti TikTok, bisa menjadi pilihan untuk menjangkau anak-anak muda atau generasi Z. Apalagi, jika dikaitkan dengan bonus demografi 2030 dengan zaman digital yang tak terelakkan.

“Khawatir modul nanti tidak terbaca oleh mereka, kecuali kita transformasikan ke dalam TikTok,” ujar Prof Dr H Abdul Mujib MAg MSi, Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat Focus Group Discussion (FGD), Ahad (12/09).

FGD yang digelar Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) itu bertema Penguatan Literasi Metodologi Penyusunan Buku Pedoman dan Modul Training.

Prof Mujib menjadi narasumber pada diskusi itu bersama Dr (c) Hj Badriyah Fahyumi Lc MA dan Prof Dr H Fahrurrozi Dahlan MA (Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Mataram).

Terkait dengan penyusunan buku pedoman dan training PDPAB, Mujib mengatakan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendiagnosis kebutuhan. Dia mencontohkan, Revolusi 4.0 dan Society 5.0 di Jepang.

Menurut dia, isi modul harus bisa memprediksi masa depan yang merupakan milik generasi Z.

“Akhlak nanti bisa masuk ke zaman online ini, bonus demografi tahun 2030,” kata dia.

Mujib pun menguraikan problem dalam pemahaham akhlak. Masalah pertama, makna karakter atau akhlak dipersempit menjadi hanya persoalan sopan santun.

Mujib pun mengungkapkan, banyak orang punya kepribadian atau personalitas tapu tidak berkarakter atau berakhlak.

“Kepribadian tidak terkait baik buruk,” kata dia.

Masalah lainnya adalah akhlak dilihat dari satu dimensi, bukan multidimensi, yakni agama, sosial, psikologis. Problem terakir yang dia ungkapkan, akhlak dipahami hanya kognitif, belum masuk pada ranah afektif dan motorik.

Dalam penyusunan buku pedoman dan modul training, langkah pertama mengidentifikasi masalah yang muncul terkait akhlak bangsa. Setelah itu menyusun skala prioritas masalah. Kemudian menentukan input dan proses.

“Produk merupakan hasil yang sifatnya internal, outcomenya lebih luas. Bisa jadi bangsa lain belajar tentang wasatiyah,” kata dia.

Diskusi yang dimoderatori Sekretaris PDPAB KH Nurul Badruttamam MA itu dibuka Ketua PDPAB MUI Dr KH Masyhuril Khamis MM.

Menurut Masyhuril, ada beberapa segmen yang menjadi sasaran buku pedoman dan modul training.

Segmen tersebut di antaranya, remaja, termasuk milenial, kemudian perkantoran, badan atau lembaga, polik, majelis taklim, dan segemen lainnya. (mui)

 

Wafat Saat Raker, Ini Pesan Terakhir Ketua Dewan Pertimbangan MUI Tangerang

TANGERANG(Jurnalislam.com) — Innalillahi Wainnailahi Raji’uun. Telah berpulang ke rahmatullah Ketua Dewan Pertimbangan MUI kota Tangerang periode 2021-2025 KH Edi Junaidi Nawawi sesaat setelah memberikan arahan dalam Rapat Kerja Daerah I MUI Kota Tangerang, Rabu 15 September 2021 di Gedung MUI Kota Tangerang.

Suasana haru penuh duka mewarnai acara pembukaan Rapat Kerja Daerah I MUI tersebut. Isak tangis putra beliau dan pengurus MUI pun pecah saat KH Edi Junaedi dipapah dari kursi tempat duduknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Menurut pihak rumah sakit beliau sudah tiada sebelum sampai ke Rumah Sakit.

Acara Rakerda MUI Kota Tangerang itu dihadiri dan dibuka Wakil Wali Kota Tangerang H Sachrudin. Didampingi Ketua MUI, KH Ahmad Baijuri Khatib, Dewan Pertimbangan dan pengurus Harian serta ketua-ketua Komisi MUI Kota Tangerang.

Tidak ada tanda tanda KH Edi Junaedi akan dipanggil Allah SWT. Dalam memberikan pengarahan almarhum berbicara lancar, stabil dan tetap bersemangat. Wakil Wali Kota Tangerang menyimak wejangan dan amanat almarum KH Edi dengan seksama.

Dalam pengarahannya yang sekaligus dapat dikatakan sebagai amanat itu, banyak sekali catatan penting yang harus terus dilaksanakan MUI, para kiai, ustad dan ustazah serta pemerintah Kota Tangerang.

Kepada pengurus MUI kota Tangerang almarhum mengamanatkan agar terus istiqamah dalam menjalankan amanat. “Hanya MUI Kota Tangerang yang boleh dikatakan konsisten dalam menjalankan program-programnya, termasuk dalam menerbitkan naskah naskah khutbah jumat,” papar Kiai Edi.

Untuk penerbitan khutbah Jumat itu, almarhum beruangkali menekankan untuk tetap diteruskan, tidak terhenti. Alasannya, khutbah jumat itu ditunggu dan dibaca oleh hampir seluruh jamaah masjid di Kota Tangerang dan sekitarnya.

Untuk diketahui, lanjut almarhum lagi, lebih dari separuh dari 620 masjid yang ada di kota Tangerang membaca khutbah Jumat itu. “Kelihatannya program itu tidak terlalu signifikan, tetapi justru itu merupakan bagian dari syiar Islam yang paling efektif dalam membina karakter umat menjadi manusia manusia ihsan,” tegas almarhum lagi.

 

Almarhum Kiai Edi juga menyinggung tentang anggaran yang dibutuhkan MUI serta pertisipasi pemerintah dalam hal itu. Menurut beliau, anggaran dan fasilitas yang dialokasikan untuk MUI Kota Tangerang jauh berbeda dengan anggaran yang dialokasikan untuk guru sekolah umum yang begitu besar.

“Tugas MUI itu sangat berat dan multikompleks. Namun, sering kurang terperhatikan. Dalam sejarah, baru satu kali MUI menerima anggaran sebesar Rp2 miliar (untuk setahun) di bawah kepemimpinannya yang selama tiga periode. Anggaran itu terus menurun hingga Rp750 juta saat ini. Beda dengan gaji guru yang mencapai belasan juta perbulan. Yang mencapai miliaran pertahun,” ujar Kiai Edi.

Almarhum mengingatkan kepada semua pihak, bahwa kelihatannya tugas MUI itu ringan. Hanya dakwah dan fatwa. Namun, dalam implementasinya sangat berat. Tidak hanya butuh perjuangan, ilmu dan kesabaran, tetapi juga anggaran, ujarnya.

 

Namun begitu, Kiai Edi minta kepada pengurus MUI untuk tidak berkecil hati. Ketua Umum yang baru harus terus mengembangkan organisasi MUI menjadi profesional dengan konsekuensi MUI harus membuat job discription yang matang agar MUI bermanfaat untuk umat, bangsa dan negara.

Terakhir beliau berpesan bahwa apa apa (program) yang telah dijalankan oleh MUI seperti Buletin Khutbah Jumat yang selalu dibuat setiap pekan oleh Infokom agar dilanjutkan.

“Saya mohon kepada pengurus, kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan jangan sampai terputus, harus dilanjutkan,” pungkasnya.(mui)