MUI Ingatkan Masyarakat Tak Buat Konten Berpotensi Singgung Agama

MUI Ingatkan Masyarakat Tak Buat Konten Berpotensi Singgung Agama

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Rofiqul Umam Ahmad, mengingatkan para dai untuk berhati-hati membagikan konten sensitif terkait penodaan agama di media sosial.

Menurut Kiai Rofiq, begitu akrab disapa, tidak ada alasan pembenaran dai untuk mengumbar konten-konten bernada penodaan agama di media sosial. Dai daiyah hendaknya memahami ketentuan hukum mengenai berbicara di depan umum (publik) dan memasang pernyataan (posting) di media sosial.

Dia menyebutkan beberapa kasus penodaan agama yang menjerat sejumlah orang, sebagiannya bahkan tokoh publik.
Di antaranya, Ferdinand Hutahaen dipidana 5 bulan karena pernyataan “Allahmu Lemah” oleh PN Jakpus pada 19 April 2022, M Kece dipidana 10 tahun penjara oleh PN Ciamis karena penodaan agama pada 6 April 2022. Nama yang kedua ini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana menyiarkan berita atau pemberitaan bohong.

Sementara itu, Ustadz Yahya Waloni dipidana 5 bulan kurungan karena ujaran kebencian (11 Januari 2022) terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberikan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau kelompok masyarakat tertentu.

“Hal ini menjadi pelajaran bagi kita agar dapat berhati-hati dalam men share informasi, guna tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau sensitif,” kata dia saat menyampaikan materi dalam Standardisasi Dai ke-17 MUI di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022).

 

Kiai Rofiqul juga menyampaikan bahwa dalam UU No 1/PNS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama pasal 1 yang berbunyi;

“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsirannya tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan keagamaan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu.”

Kiai Rofiqul menambahkan tentang larangan unggahan bernada SARA, sebagaimana termaktub dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No 11/2008) Bab VII.

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)”.

Kiai Rofiq menyampaikan, pihak yang meng-share ke pihak lain konten negatif berisi SARA yang isinya meresahkan masyarakat dapat mengakibatkan dirinya terlibat dalam urusan hukum dengan dilaporkan ke kepolisian. “Prinsipnya saring sebelum sharing,” ujarnya.
Kiai Rofiq mengutip dalam dakwahnya KH Miftachul Akhyar menyebutkan ada 7 poin penting dalam berdakwah yaitu mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati dan membela bukan mencela. (mui)

 

Bagikan