MUI: Hinaan M Kece Penuhi Unsur Pidana

MUI: Hinaan M Kece Penuhi Unsur Pidana

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Hinaan, cercaan, dan penyerangan dengan ujaran kebencian kembali menerpa umat Muslim di Indonesia. Dugaan penistaan agama kali ini dilakukan oleh seorang Youtuber yang bernama Muhammad Kece. Dugaan penistaan agama dilakukan Muhammad Kece dengan cara menyebarkan video streaming yang berisi SARA melalui kanal YouTube pribadi miliknya sendiri.

Pelecehan serupa juga sebelumnya terjadi pada umat Islam, pelecehan ini dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang atau Shindy Paul Soerjomoelyono. Namun sayangnya, Shindy berhasil kabur ke luar negeri.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, tindakan pelecehan atau penistaan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menyerang agama Islam dan agama lainnya seperti Kristen, Buddha, Hindu, bukan lagi hanya persoalan intoleransi, melainkan juga sudah merupakan kejahatan dan tindak pidana yang dapat merusak kerukunan umat beragama.

Ikhsan mengatakan, tindakan penistaan agama dapat menciptakan keresahan di masyarakat dan menyemaikan benih-benih radikal yang berpotensi meletupkan disharmoni antar warga masyarakat dan pemeluk agama di Indonesia.

Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Ketuhanan Yang Maha-Esa, oleh sebab itu isu penistaan agama adalah hal sensitif yang dapat melukai perasaan umat beragama.
“Jadi tidak ada tempat untuk orang seperti Muhamad Kece dan sejenisnya jika dibiarkan leluasa menghancurkan sendi-sendi agama, merusak dan meciptakan disharmoni dan menebar ujaran kebencian yang memiliki daya rusak yang cepat dan meluas bila tidak segera dihentikan,” ujar Ikhsan.

 

Sebagai pakar hukum, Ikhsan menegaskan bahwa tindakan dan perbuatan yang bersangkutan dapat dikualifikasikan sebagai tindak Pidana Penistaan Agama yang dapat diancam dengan Pasal 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyebarkan kebencian yang dapat diancam dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang ITE dan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Ikhsan menjelaskan bahwa tindakan ini termasuk kejahatan yang meresahkan masyarakat sehingga dapat melakukan tindakan Hhkum tanpa menunggu pelaporan dari masyarakat, berbeda halnya terhadap delik aduan yang masih diperlukan adanya pelaporan dan aduan dari asyarakat yang menjadi korban.
Kejahatan dan tindak pidana yang dilakukan Muhamad Kece dan rekannya sangat jelas korbannya merupakan semua umat beragama baik Islam, Kristen, Protestan, dan Budha di Indonesia bahkan di seluruh dunia.

 

“Oleh sebab itu, sekali lagi kami dari MUI bersama POLRI tentu akan bersama menegakkan Hukum. Masyarakat khususnya Umat Islam dan Tokoh-Tokoh Ormas, Kami imbau agar tetap tenang dan tidak melakukan tindakan secara sendiri-sendiri,” tegas Ikhsan.

Ikhsan mengatakan bahwa pihak MUI telah berkoordinasi dengan POLRI dan telah direspons cepat untuk dapat segera menangkap Muhamad Kece dan rekannya. Kasus ini dipercayakan pada POLRI untuk memprosesnya secara hukum agar di kemudian hari tidak terjadi lagi tindakan yang serupa.
“Kerukunan Umat dan relasi yang harmoni antar pemeluk agama di tanah air harus terus menerus kita tumbuh kembangkan demi merawat dan menjaga NKRI sebagai tempat bernaung seluruh tumpah darah Indonesia,” ujar dia. (mui)

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.