Mewujudkan Negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur

Mewujudkan Negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur

Oleh : Jumi Yanti Sutisna 

Negeri yang nyaman, aman dan sejahtera dengan penduduk-penduduk yang berakhlak baik tentulah harapan banyak manusia, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Sebuah negeri seperti yang digambarkan oleh Firman Allah dalam QS. Saba ayat 15,

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) ditempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan disebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”.

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan tentang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur adalah “Di negeri mereka sama sekali tidak ada lalat, nyamuk, kutu dan hewan-hewan yang berbisa. Hal itu karena cuaca yang baik, alam yang sehat dan penjagaan dari Allah agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/507)

Melihat kepada negeri ini kini, rasanya sangatlah jauh sekali dari Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur meskipun negeri ini memiliki potensi alam yang baik. Mengapa sangat jauh dari Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur?

Karena dapat disaksikan dari hari kehari di negeri ini adalah kejadian-kejadian carut marut yang mengiris hati. Dari wabah penyakit yang belum ada tanda-tanda akan usai sedangkan negeri lain sudah tahap pemulihan, penghinaan terhadap agama dan persekusi ulama, penindasan terhadap rakyat kecil melalui RUU, upaya pembunuhan karakter terhadap pemimpin daerah yang dinilai tidak mendukung pemerintah pusat, kemudian kehebohan dalam menghadapi seorang ulama yang baru saja pulang ke negeri tercinta dengan pernak pernik fitnah yang menghabiskan waktu saja, dan baru-baru ini korupsi mencengangkan dari para menteri negara.

Carut marut negeri ini mengingatkan kepada alur sejarah, bahwa setelah keterpurukan akan berganti dengan kebangkitan yang menjayakan peradaban, meski sebelum itu harus dilalui masa pahit yang penuh pengorbanan. Namun antara masa pahit dan datangnya kebangkitan tidaklah bisa ditawar, alur sejarah tetaplah berjalan.

Jika sudah begitu, apa yang dapat dilakukan selain mempersiapkan diri dan menyiapkan generasi agar mampu berperan dan mengisi kebangkitan yang kemudian merekalah yang mampu menciptakan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Lalu dari mana harus memulai?

Tentu persiapan itu dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Bukankah satuan terkecil dari masyarakat adalah keluarga? Baik buruk suatu negara tergantung dari baik buruk keluarga. Carut marut yang terjadi dinegeri ini kini tidak dipungkiri lagi salah satunya berasal dari pendidikan keluarga yang membentuk karakter-karakter anak negeri.

Kemudian bagaimana langkahnya?

Langkah terbaik tentu dengan tetap mengikuti langkah-langkah pendahulu yang telah membuktikan kejayaan sebuah peradaban, yaitu generasi sahabat dan kekhalifahan. Berikut langkah dasar mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur yang dapat dirangkum penulis dari berbagai sumber :

 

  1. Menguatkan diri dengan iman kepada Allah SWT,

Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka itu ” (QS al-Araf [7]: 96).

 

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa” maknanya adalah: “Kalbu-kalbu mereka mengimani apa saja yang dibawa oleh para rasul kepada mereka. Mereka membenarkan dan mengikuti para rasul itu. Mereka bertakwa dengan melakukan ragam ketaatan dan meninggalkan aneka keharaman…” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/404).

 

  1. Menjadikan diri patut menjadi teladan yang baik untuk keluarga dan masyarakat.

Tentu hal ini adalah yang paling sulit, karena harus melawan musuh diri berupa nafsu dan kemalasan, namun mau tidak mau ini adalah salah satu kunci dasar karena individu adalah satuan terkecil dari keluarga yang kemudian membentuk masyarakat. Individu-individu yang baik, jika mereka dalam jumlah yang banyak tentu akan membentuk peradaban masyarakat yang baik.

Rasulullah pun dalam mendidik keluarganya adalah dengan memberi contoh akhlak yang mulia, sehingga istri, anak cucu dan kerabatnya adalah pribadi-pribadi yang memiliki kontribusi dalam masyarakat dan agama.

Begitu pula yang dilakukan ayah Muhammad Al-Fatih pembebas Konstatinopel. Ayah Al-Fatih pun seorang sultan yang menaklukkan banyak daerah di Eropa, tak heranlah jika anaknya Al-Fatih pun kemudian menjadi seorang penakluk yang digambarkan oleh Rasulullah.

 

  1. Memiliki Ilmu dalam beragama dan mendidik anak dalam keluarga.

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ.

“Yang ingin sukses dunianya, hendaknya dia berilmu. Yang ingis sukses akhiratnya, hendaklah dia berilmu. Yang ingin sukses dunia dan akhiratnya juga harus berilmu”

 

Bukankah sesuatu yang memperkuat keyakinan adalah ilmu, yang memudahkan setiap langkah dan urusan adalah ilmu dan salah satu syarat diterimanya suatu ibadah adalah adanya ilmu.

Bagaimana bisa kuat keimanan kita jika tanpa ilmu yang menguatkannya, bagaimana bisa kita memberi teladan yang baik untuk anak-anak jika tidak mengetahui apa-apa saja kebaikan yang harus dilakukan dan dicontohkan. Sedangkan untuk mengetahui sesuatu kebaikan itu tentunya dari ilmu. Bagaimana bisa mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur oleh diri dan anak-anak kita tanpa dengan ilmu. Dan ilmu yang dimaksud disini adalah yang berasal dari Al-Quran, Sunnah serta sumber ilmu lainnya yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.

 

  1. Berdoa memohon pertolongan dan bertawakkal kepada Allah.

Menyiapkan diri dan generasi dengan adab membanggakan untuk mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur tentulah bukan pekerjaan yang mudah, namun bukan berarti sesuatu yang tidak mungkin meski tantangan zaman yang memberatkan.

Tentulah sebagai manusia sangat terbatas kemampuannya, diri yang sering diliputi nafsu dan kepada anak-anak pun tak mampu memberikan pengawasan dan penjagaan selama 24 jam, namun tidak ada daya dan kekuatan melainkan milik Allah, setelah ilmu dan teladan telah diupayakan maka tugas kita adalah berdoa untuk diri dan anak-anak kita serta menyerahkan segala hasilnya kepada Allah ta’ala.

Seperti halnya Ibrahim dalam mendidik Ismail anaknya, ketika raga tak mampu menjangkau untuk memberi pendidikan, jika ilmu dan teladan sudah dijalankan maka berdoa dan bertawakallah yang dilakukan kemudian akhirnya Allah memberi pertolongan  berupa kemudahan-kemudahan yang dialami Siti Hajar dalam mengasuh dan mendidik.

Begitu pula yang terjadi pada keluarga Imran, saat Imran tak kuasa memberikan pendidikan kepada Maryam anaknya karena ia harus berpulang kepada yang Maha Kuasa, maka Allah lah yang melengkapi pendidikan dengan dihadirkannya nabi Zakariya.

 

Dalam mempersiapkan diri dan generasi beradab yang siap membangun serta mengisi peradaban, cukuplah 4 langkah dasar diatas yang telah dicontohkan orang-orang terdahulu yang telah terbukti mampu mengukir indahnya sebuah peradaban mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Insyaa Allah.[]

 

 

 

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.