Meninggalnya Santoso Narasi Baru Perang Melawan Terorisme?

Meninggalnya Santoso Narasi Baru Perang Melawan Terorisme?
Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA)
Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA)

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Meninggalnya pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah bisa melahirkan babak baru perang melawan terorisme. Hal tersebut diungkapkan pengamat terorisme, Harist Abu Ulya.

Menurutnya, meskipun banyak pihak yang berharap tidak ada lagi Santoso-Santoso baru. Akan tetapi karena visi politik kelompok tertentu, Santoso Baru dapat diciptakan kembali dengan narasi yang baru. Tujuannya tiada lain untuk melanggengkan proyek perang melawan terorisme.

“Banyak pihak berharap tidak ada lagi “Santoso-Santoso” baru. Baik karena pilihan pribadi dengan latar belakang dendam atau kreasi dari kelompok tertentu karena visi politiknya kedepan atau karena kesengajaan pihak tertentu membranding “Santoso baru” dengan narasi yang berlebihan agar drama war on terrorism terus berjalan kontinyu,” terangnya kepada Jurnalislam, Selasa (19/7/2016).

Harits melihat, kasus terorisme di Poso masih dilihat kebanyakan orang dengan menggunakan mindset justifikasi. Hal tersebut menurutnya hanya akan mendorong untuk berbicara soal penindakan dan mengabaikan akar permasalahan dari lahirnya fenomena terorisme secara menyeluruh.

“Oleh karena itu tantangan ke depan adalah bagaimana mengkonstruksi sikap yang proporsional dengan “disengagement of violence” (menjauhkan seseorang dari aksi-aksi kekerasan) itu lebih utama dibanding bicara “enforcement” (penindakan). Karena fenomena terorisme di Indonesia mengalami transformasi sedemikian rupa,” paparnya.

Founder The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu berharap operasi Tinombala segera dihentikan jika target utama Santoso perlawananya bisa disudahi.

“Karena rakyat Poso butuh ketenangan lahir batin, masyarakat butuh hidup normal dalam aspek perekonomian dan aspek lainnya. Yang lebih penting, masyarakat Poso tidak ingin daerahnya dilabeli basis teroris terus menerus,” pungkasnya.

Reporter: Findra | Editor: Ally Muhammad Abduh

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses