Larang Bercadar dan Penyebaran Al Qur’an, Aktivis dan Para Ahli Kecam Undang-undang Austria

Larang Bercadar dan Penyebaran Al Qur’an, Aktivis dan Para Ahli Kecam Undang-undang Austria

AUSTRIA (Jurnalislam.com) – Aktivis dan ahli mengecam sebuah undang-undang yang diterapkan di Austria pada hari Ahad (1/10/2017) yang melarang cadar, menilainya sebagai “kontraproduktif” dan merupakan “serangan terhadap kebebasan beragama”.

Undang-undang tersebut, yang dikenal luas sebagai “larangan Burqa,” mulai berlaku sebelum pemilihan umum pada tanggal 15 Oktober, dan tampaknya Partai Kebebasan (the Freedom Party), kelompok sayap kanan yang xenofobia, akan memperoleh kemenangan.

Austria Resmi Larang Jilbab Bercadar Tanggal 1 Oktober

Antara 100 sampai 150 wanita Muslim – atau 0,002 persen – dari sekitar sembilan juta warga Austria mengenakan cadar.

Ada sekitar 700.000 Muslim di negara ini.

Pakaian burqa menutupi seluruh tubuh dan wajah kecuali mata, tapi pemakai burqa sekarang bisa menghadapi denda hingga $ 180.

Pemerintah Austria mengatakan bahwa undang-undang tersebut melindungi nilai-nilai Austria dan konsep masyarakat bebas.

Pejabat dengan hati-hati telah memperkenalkan undang-undang tersebut, yang disebut “Larangan Penutupan Wajah”, yang bersikap netral terhadap agama karena juga membatasi pemakaian masker medis, topeng pesta, dan syal di depan umum.

Namun para aktivis dan ahli mengecam sifat hukum tersebut dengan menilainya sebagai “kontraproduktif” dan “Islamophobia”.

Wanita Muslim pada Hari Buruh di Eropa: ‘Jilbabku Bukan Urusanmu’

Carla Amina Baghajati, seorang aktivis hak asasi manusia dan juru bicara Otoritas Agama Islam Austria, sebuah institusi publik yang mewakili umat Islam, mengatakan bahwa hukum tersebut mengancam konsep masyarakat terbuka.

“Mereka percaya bahwa mereka ‘membebaskan wanita-wanita ini’ dan mereka mengambil tindakan untuk mendapatkan identitas Austria, tapi ini munafik karena gagasan masyarakat terbuka adalah bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk bertindak dan berpakaian sesuka hati selama tidak ada orang lain yang dirugikan,” Baghajati mengatakan kepada Al Jazeera.

“Para wanita ini sedang dikriminalisasi. Semua orang berpikir bahwa mereka adalah korban, tapi Anda tidak bisa merendahkan mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak ingin dibebaskan karena mereka sudah bebas dan memilih untuk memakai jilbab,” kata Baghajati.

Siswi Muslimah Spanyol Perjuangkan Jilbab di Kampusnya

Perundang-undangan tersebut disetujui pada bulan Mei sebagai bagian dari proposal yang lebih luas yang ditujukan untuk melawan bangkitnya Partai Kebebasan, yang hampir memenangkan pemilihan presiden Austria Januari.

Mendukung tindakan tersebut, Austria juga melarang penyebaran Quran dan mewajibkan semua pengungsi dan imigran untuk berpartisipasi dalam program “integrasi” untuk belajar bahasa Jerman dan “etika Austria”.

Baghajati mengaitkan larangan cadar tersebut sebagai upaya para politisi untuk “mengirim pesan kepada publik bahwa mereka memegang kendali” atas situasi keamanan.

Ketakutan akan “ekstremisme” telah didorong oleh kedatangan pengungsi.

Austria telah mengambil sikap keras terhadap masuknya pengungsi.

Awal tahun ini, pemerintah mengatakan kepada Uni Eropa bahwa mereka tidak lagi menerima pengungsi, yang banyak di antaranya adalah orang-orang Suriah yang mencari perlindungan dari perang enam tahun yang mengganggu negara mereka.

Pada bulan Februari, Menteri Luar Negeri Sebastian Kurz menyerukan pembentukan kamp-kamp di Afrika Utara untuk pengungsi yang melarikan diri ke Eropa.

Bagikan