Keputusan Hukuman Mati Muhammad Mursi dan Syeikh Yusuf Qaradawi Timbulkan Aksi Protes di Mesir

KAIRO  (Jurnalislam.com) – Pendukung Presiden Mesir yang digulingkan Muhammad Mursi pada hari Sabtu (16/05/2015) mengecam hukuman mati yang dijatuhkan atas dirinya dan 121 terdakwa lain pada hari sebelumnya atas tuduhan pembobolan penjara massal pada 2011 dan tuduhan mata-mata faksi Palestina Hamas.

Sebaliknya, para penentang Mursi dan gerakan Ikhwanul Muslimin bertepuk tangan atas keputusan tersebut, dan mengatakan bahwa keputusan itu "membesarkan hati" mereka dan "membalaskan dendam pada Mursi dan gerakannya".

Sebelumnya pada hari Sabtu, pengadilan mengirimkan permintaan kepada otoritas agama Mesir tertinggi (grand mufti) untuk memberikan pendapat sebelum Mursi dan 121 orang lainnya – dari total 166 orang – dijatuhi hukuman mati.

Mursi dan terdakwa lainnya dituduh melakukan pembobolan penjara massal saat pemberontakan 2011 yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak dan menghadapi tuduhan spionase untuk faksi Palestina Hamas.

121 terdakwa lainnya termasuk pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin Muhammad Badie dan wakilnya Khairat al-Shater, bersama dengan beberapa pemimpin tinggi Ikhwanul lainnya.

Pendapat grand mufti tidak mengikat, sedangkan putusan terhadap presiden terguling dan rekan-rekan terdakwa lainnya terbuka untuk banding.

Aliansi Nasional untuk Pertahanan Legitimasi (The National Alliance for the Defense of Legitimacy) – pendukung utama Mursi – mengecam putusan pengadilan itu dan menyerukan peningkatan oposisi terhadap pemerintah saat ini, terutama pada 3 Juli, hari dimana dua tahun lalu Mursi digulingkan oleh tentara setelah terjadi protes massa terhadap satu tahun pemerintahannya.

Pendakwah terkenal  Syeikh Yusuf al-Qaradawi – salah satu orang yang dihukum mati bersama dengan Mursi dan 120 terdakwa lainnya – juga mengkritik putusan itu.

"Vonis ini tidak berharga," kata al-Qaradawi dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Qatar Al-Jazeera. "Hukuman ini tidak bisa dijalankan," tambahnya.

Dia membantah tuduhan yang dilontarkan terhadap dirinya bahwa ia terlibat dalam hasutan melawan Mesir.

"Merupakan hal yang biasa bagi orang untuk berbicara melawan ketidakadilan," kata Sheikh al-Qaradawi.

Terdakwa lain, Emad Shahin, juga mengecam putusan itu.

"Saya dijatuhi hukuman mati in absentia," Shahin, yang mengajar di sebuah universitas Amerika, mengatakan. "Saya tegaskan penolakan total saya terhadap semua tuduhan yang dilontarkan terhadap saya," tambahnya.

Juru bicara Ikhwanul Muslimin Muhammad Montasser, menggambarkan hukuman mati terhadap Mursi dan terdakwa lainnya sebagai salah satu tindakan melawan "upaya pertama untuk membawa demokrasi ke Mesir".

"Kami akan mempertahankan revolusi kita," kata Montasser kepada Anadolu Agency.

Aisha, putri dari wakil pemimpin tertinggi Ikhwanul Khairat al-Shater, mengatakan hukuman mati potensial yang dikeluarkan untuk ayahnya menunjukkan "ketidakadilan dan fasisme" dari sistem peradilan Mesir.

Dia mengatakan keluarganya tidak mengakui pengadilan dan keluarga mereka akan terus menentang otoritas saat ini bersama dengan "revolusioner lain yang memperjuangkan kebebasan, martabat dan keadilan".

Wartawan Mesir Gamal Sultan, mengatakan di Twitter bahwa sesungguhnya konflik di Mesir bernilai politik, bukan hukum.

"Sebenarnya pecundang terbesar dalam pelaksanaan hukuman bagi Mursi adalah al-Sisi [presiden Mesir] dan rezimnya," kata Sultan.

 

Deddy | Anadolu Agency | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.