BEIJING (jurnalislam.com)– Jutaan orang dan puluhan pemimpin dunia berbaris bersama melintasi Paris pada Ahad (11/1/2015) untuk menunjukkan solidaritas mereka setelah terjadi tiga serangan "teroris" yang terpisah di ibukota Perancis yang menewaskan 17 orang.
Sudah saatnya bagi dunia Barat untuk meninjau akar penyebab "terorisme," serta pembatasan kebebasan pers, untuk menghindari lebih banyak kekerasan di masa depan.
Serangan bersenjata terhadap organisasi media sangat mengejutkan, tapi itu bukan pertama kalinya Charlie Hebdo menjadi sasaran serangan. Mingguan satir Perancis ini memiliki sejarah yang kontroversial dalam kebijakannya terhadap Islam dan budayanya, termasuk pada pemasangan gambar covernya (yang menghina Nabi SAW) beberapa waktu lalu yang telah menyebabkan pemboman dan pembakaran pada kantornya dan tuntutan atas tuduhan penghujatan.
Namun mingguan Perancis ini tetap keras kepala untuk menerbitkan karikatur penghinaan ini, yang mana hal itu telah menjadikan kebebasan berekspresi melewati batas maksimalnya.Serangan terhadap Charlie Hebdo janganlah disederhanakan hanya sebagai serangan terhadap kebebasan pers, bahkan kebebasan itu sendiri memiliki batas-batas, yaitu tidak termasuk menghina, mencibir, atau mengejek agama atau kepercayaan orang lain.
Bahkan sebagian media massa Barat telah mengkritik kebijakan Perancis atas prinsip penerbitan kontroversial yang dianutnya.
"Berarti ini yang harus disampaikan, bahwa tenggang rasa akan berguna pada para penerbit seperti Charlie Hebdo, dan Jyllands-Posten Denmark , yang mengaku menjunjung kebebasan ketika mereka memprovokasi Muslim, tetapi sebenarnya itu hanya merupakan kebodohan," tulis harian Inggris Financial Times pada hari Rabu (7/1/2015).
Selanjutnya tinggal kita lihat, apakah mayoritas media-media Barat akan mengambil pelajaran berharga dari peristiwa serangan terhadap Charlie Hebdo ini ataukah mereka akan tetap bandel mengulang-ulang kesalahan dalam mengambil sikap terhadap Islam dan umatnya?
Jika orang-orang Barat melapangkan dadanya untuk kebebasan media (yang tidak terkontrol), seharusnya mereka pun harus melapangkan hatinya untuk menerima kebebasan bertindak umat Islam. (AF | Xinhua | Jurniscom)