Kasus Ayam Goreng Mengandung Babi di Solo, MUI: Harus Ada Langkah Tegas, Jangan Abai!

Kasus Ayam Goreng Mengandung Babi di Solo, MUI: Harus Ada Langkah Tegas, Jangan Abai!

JAKARTA (jurnalislam.com)— Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menyoroti serius kasus Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah, yang diketahui menggunakan bahan non-halal berupa campuran babi pada kremesannya. Padahal, rumah makan yang telah berdiri selama lebih dari 50 tahun itu mencantumkan tulisan “halal” di spanduknya dan mengklaim bahwa menunya halal.

“Pelaku usaha harus patuh pada undang-undang yang mewajibkan sertifikat halal bagi produk pangan yang diperdagangkan di Indonesia. Kalau tidak, ada sanksinya. Aparat pemerintah harus melakukan langkah tegas, tidak boleh abai,” kata Prof. Ni’am dalam keterangannya kepada MUIDigital, Senin (26/5/2025).

Ia mendesak agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan, baik secara administratif maupun hukum, agar kasus ini tidak berdampak buruk pada reputasi kota Solo sebagai kota yang religius dan inklusif.

“Kalau tidak dilakukan langkah cepat, bisa merusak Kota Solo yang religius dan inklusif. Kasus Widuran ini contoh pelaku usaha yang culas dan tidak jujur yang bisa merusak reputasi Kota Solo,” tegasnya.

Menurut Guru Besar Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, kejadian ini juga berpotensi merugikan pelaku usaha lainnya di Solo. Ketidakpercayaan publik yang muncul dapat menurunkan jumlah wisatawan karena kekhawatiran terhadap keamanan menu makanan di kota tersebut.

“Merugikan pelaku usaha Kota Solo, bisa merusak kepercayaan publik kepada seluruh Kota Solo, berdampak menurunkan jumlah wisatawan karena rasa tidak aman terhadap menu makanan di Solo,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Ni’am menjelaskan bahwa ayam pada dasarnya adalah hewan yang halal dikonsumsi, namun status kehalalannya bisa hilang apabila proses penyembelihan atau pengolahannya tidak sesuai dengan syariat.

“Ayam yang disembelih secara benar, tapi jika digoreng dengan minyak babi, maka haram dikonsumsi,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa pemastian halal tidak bisa hanya dilihat dari nama menu atau bahan mentahnya, tapi juga dari keseluruhan proses pengolahannya.

“Menu ayam tidak serta merta dipastikan halal,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu.

Menutup keterangannya, Prof. Ni’am mengingatkan masyarakat, khususnya umat Islam, untuk selalu berhati-hati dalam memilih tempat kuliner. Ia mendorong agar masyarakat memeriksa kehalalan produk makanan secara menyeluruh.

“Harus dipastikan kehalalannya, cek sertifikat halalnya, tanya pemiliknya, dan kendali indikasi-indikasinya,” pungkasnya.

Bagikan